Apakah mereka lebih khusyu' daripada Abu Bakar dan Umar?



Pada suatu hari Amir terlambat pulang ke rumah lalu ayahnya bertanya: Ke mana saja kamu, wahai Amir? Ia menjawab: Saya melihat suatu kaum yang tidak ada yang lebih baik daripada mereka, mereka berdzikir kepada Allah Ta'ala, salah satu di antara mereka gemetar kemudian pingsan karena takutnya kepada Allah! Apakah mereka lebih khusyu dari Abu Bakar dan Umar?
Seorang tabi'in yang agung bernama Amir bin Abdillah bin Zubair belajar dari ayahnya Abdullah bin Zubair ra.

Pada suatu hari Amir terlambat pulang ke rumah lalu ayahnya bertanya: Ke mana saja kamu, wahai Amir? Ia menjawab: Saya melihat suatu kaum yang tidak ada yang lebih baik daripada mereka, mereka berdzikir kepada Allah Ta'ala, salah satu di antara mereka gemetar kemudian pingsan karena takutnya kepada Allah!

Lalu ayahnya berkata: Janganlah kamu duduk bersama mereka lagi, wahai Amir! Kemudian Amir bertanya: Mengapa? Bukankah mereka adalah suatu kaum yang takut kepada Allah? Bapaknya menjawab: Sungguh saya telah melihat bagaimana Rasulullah saw membaca Al-Quran, dan aku melihat pula Abu Bakar 'dan Umar ra membaca Al-Qur'an, namun tidak sampai mengalami sebagaimana orang-orang yang kamu ceritakan itu, lalu apakah kau kira mereka lebih khusyu' dari pada Abu Bakar dan Umar?

Penulis mendapatkan kisah tersebut dalam biografi tabi'in yang zuhud dan ahli ibadah ini. Beliau belajar kepada ayahnya, seorang sahabat yang agung dan putra sahabat yang agung pula, yakni Abdulullah bin Zubair bin Awwam maka petunjuknya sesuai dengan petunjuk Nabi saw. Dalam riwayat ini terdapat solusi dari problem berupa ghuluw (melampaui batas) dan sikap ektsrim yang banyak menimpa kaum muda yang tengah bersemangat, sekalipun dengan niat yang baik dan menginginkan kebaikan, akan tetapi mereka salah dalam menempuh cara. Sehingga mereka tidak mendapatkan tujuan yang mereka kehendaki.

Abdullah bin Zubair bertanya kepada anaknya Amir atas keterlambatan pulang kerumah itu adalah merupakan hak baginya dan bahkan kewajiban bapak terhadap anaknya. Bukan berarti beliau merampas kemerdekaan anak atau mengekangnya, bahkan hal itu merupakan wujud penjagaan dan perhatian seorang ayah dan bagian dari tarbiyah yang baik.

Sungguh buruk sekali pendidikan yang mengklaim memberikan kemerdekaan kepada anak sepenuhnya tanpa adanya pengawasan dari orang tua terhadap prilaku mereka. Itu adalah kemerdekaan semu dan kebebasan yang merusak. Menganggap anak memiliki kedewasaan seperti dirinya, hingga mereka terjerat pergaulan dengan anak-anak berandalan, sementara mereka masih pendek nalarnya dan masih sempit pengalamannya, sehingga begitu mudah dijerumuskan dan dipengaruhi oleh teman-teman yang buruk, sementara bapaknya hanya menyaksikan dan bersikap netral tanpa komentar. Dengan dalih memberikan kemerdekaan bagi anaknya dan tidak ikut campur tangan dalam urusannya.

Inilah faedah pertama dari riwayat ini, yakni memberikan gambaran tentang konsep pendidikan Islam yang lurus semenjak awal tarikh hijriyah. (Amir tidak mempersoalkan pertanyaan ayahnya yakni tidak menyanggah ayahnya mengapa ia menanyakan urusannya), namun beliau memberikan alasan yang menyebabkan keterlambatannya. Beliau memberitahukan tentang keadaan kaum yang beliau lihat, mereka berdzikir kepada Allah dengan khusyu' dan takut hingga salah satu di antara mereka gemetaran lalu pingsan karena takut kepada Allah.

Akan tetapi Abdullah bin Zubair tidak simpati dengan kondisi orang yang diceritakan tersebut, tidak suka dengan apa yang mereka lakukan, tidak terperdaya oleh sikap lahir mereka. Bahkan dia meminta agar anaknya tidak bergaul dengan orang yang dikatakan khusyu tersebut, dan agar anaknya menjauhi mereka. Larangan tersebut membuat Amir keheranan mengapa ayahnya melarang berkumpul dengan kaum yang pingsan saking takutnya kepada Allah maka ia bertanya pada bapaknya: Mengapa, wahai ayah, padahal mereka adalah kaum yang takut kepada Rabb mereka?

Seharusnya ayahnya menganjurkan dia untuk bergaul dengan mereka dan memberikan motivasi untuk mengikuti mereka. Mengapa dia melarangnya padahal rasa takut itu telah bersemayam di hati dan menguasai perasaan mereka? (begitulah pikir Amir ketika itu)

Lalu muncullah jawaban dari sahabat yang agung tersebut, menjelaskan manhaj ittiba' dan jauh dari bid'ah, serta menerangkan tidak adanya kebaikan dalam ghuluw (berlebih-lebihan) atau melampaui dari apa' yang telah dikerjakan oleh Nabi dan para shahabatnya. Lalu beliau katakan bahwa beliau melihat Nabi ketika membaca Al-Qur'an (Al-Qur'an adalah sebaik-baik dzikir), begitupula halnya dengan kedua sahabat beliau yakni Abu Bakar dan Umar Radhiyallahu 'Anhuma, namun tidaklah mengalami kondisi sebagaimana kondisi orang yang dilihat anaknya yakni orang yang pingsan karena khusyu'nya. Apakah mereka lebih khusyu' kepada Allah dari Rasul-Nya yang mulia padahal beliau telah menyebutkan nikmat yang Allah karuniakan kepada beliau dengan sabdanya:
Sesungguhnya orang yang paling bertakwa kepada Allah dan yang paling takut kepada-Nya adalah aku.

Dan apakah mereka lebih khusyu' pula daripada dua sahabat yang mulia, yakni Abu Bakar dan Umar? Padahal Abu Bakar 'lebih bagus keimanannya daripada iman seluruh umat ini, sebagaimana pernah disebutkan dalam sebuah hadits. Sedangkan Umar Syetan lari darinya sebagaimana yang dikabarkan oleh Rasulullah saw.

Jika demikian, mereka adalah orang-orang yang mengada-ada dan mutakallifun (memperberat diri) atau dari ahli meditasi dan filsafat yang jauh dari petunjuk salaf yang berada di tengah-tengah dan lurus. Sehingga tidak ada baiknya berteman dan meneladani mereka maka camkanlah nasihat ini wahai para pemuda.
 

Tarbiyah Jasadiah



Segala puji hanya bagi-Mu ya Allah, Engkau Maha memberi kemenangan bagi siapa saja hamba-Mu yang berjihad dijalan-Mu dan berkorban demi tegaknya kalimat-Mu dengan penuh kesabaran. Ya Allah…Ya Naashiru…tsabat kan kami dalam mengemban amanah Mu, ampuni kelemahan kami dan sikap kami yang melampaui batas…

Saudaraku…

“Huffatil jannatu bilmakarih wahuffatinnaaru bissyahawat…” surga dikitari oleh sesuatu yang tidak disukai oleh nafsu, sebaliknya neraka dihiasi dengan hal-hal yang memanjakan syahwat. Maka hanya hamba-hamba yang sadar surga saja yang mampu mengemban beban perjuangan dan pengorbanan untuk dakwah.

Saudaraku…

Setiap kita hendaknya bertanya pada diri ini, akan kejujuran perjuangan dan pengorbanan kita. Benarkah kita telah berjuang? Berjuang untuk apa dan siapa? Bersabarlah kita dalam perjuangan untuk tetap dalam manhaj-Nya? Untuk tidak tergoda oleh dunia? Atau terbujuk rayuan wanita? Atau terlena dengan tahta?

Saudaraku…

Sudahkah kita berkorban untuk taat? Berkorban untuk tegaknya nilai-nilai Dienullah? Berkorban untuk menghentikan atau meminimalisir kezhaliman? Berkorban untuk membantu saudara-saudara kita yang tertindas? Berkorban dalam dakwah di jalan-Nya? Berkorban untuk menyelamatkan moralitas anak-anak negeri ini? Berkorban…dan berkorban?

Saudaraku…

Betapa terngiangnya genderang kalimat Allah Swt di relung hati kita yang paling dalam, kita yang sadar, kita yang sensitif akan kebahagiaan, kita yang senantiasa merindukan surga, kita yang berharap untuk berjumpa dengan-Nya, kita yang merindukan untuk menatap wajah-Nya,”Am hasibtum ‘an tadkhulul jannah ?”… apakah kita mengira akan mendapat surga dengan begitu mudah?

Saudaraku…

Setelah kita cermati perjuangan dan pengorbanan kita dijalan Allah untuk tegaknya dakwah ini, kita menjadi tahu…, sadar…dan insaf…Ya Allah sesungguhnya kami belum berbuat apa-apa untuk Islam, kecuali sedikiiit..,ya Allah …janganlah Engkau hinakan kami…jangan Engkau azab kami, Ya Allah…ampuni kami…rahmati kami, karuniakan kekuatan kepada hamba-hamba-Mu ini ya Qowiyyu…, agar kami mampu bangkit memperbaiki kelemahan kami … untuk meraih kemenangan dari sisi-Mu…

Saudaraku…

Ingatkah kita akan perjuangan dan pengorbanan pemimpin kita yang agung: Muhammad Saw.? kala tekanan dan permusuhan mendera dirinya untuk sebuah risalah besar dakwah yang di emban nya, hampir-hampir tak sejengkal bumi Mekah yang bisa dipijaknya, sepulang dari Thaif tiba-tiba sebuah pertanyaan dari Zaid bin Haritsah ra. terlontar; “Ya Rasulullah kaifa ta’uudu ila makkah waqod akhrojuuka? ( ya Rasulullah bagaimana engkau akan kembali ke Mekah sedang mereka telah mengusirmu? ) Jawab Rasulullah saw. dengan pemberian harapan besar pada kita dan umat yang besar ini: “Ya Zaid Innallaha jaa’ilun limaa taroo farojan wamakhroja…” (wahai Zaid, sesungguhnya Allah akan menjadikan apa yang saat ini anda lihat, jalan keluar dan solusi…).

Saudaraku…

Semoga kemenangan itu dekat. Semoga kita adalah orang-orang yang terpilih untuk menjadi pelaksana kemenangan dakwah ini. Ya Allah ampunilah kelalaian kami, jadikanlah kami orang-orang yang siap berkorban apa saja untuk dakwah ini… amin.

~TEbarkan sLM & JAdiKanLAh HAri INi LEbih BAik daRI HAri KEMariN~

bagi yang blm joind di group yg baru silahkan kilk linkNya dan gabung atw serch di GROUP " TAUSIAH ONLINE " karena group ini akan mencapai limidnYa 5000 jadi gg bisa kirim pesan lagi nantii..
jzk all..
SEMANGADDD ^^
 

Home Oase Tafakur Kepada Tuan Presiden.... Kepada Tuan Presiden....


Ibnu Katsir mengisahkan tentang keputusan yang diambil Umar bin Abdul Aziz ketika menjadi khalifah. Umar bin Abdul Aziz langsung mengadakan fit and proper test bagi para pejabatnya. “Wahai manusia, barangsiapa yang masih ingin menemani kami (menjadi pejabat pemerintah), maka hendaklah ia menemani kami dalam lima hal. Jika tidak, maka hendaklah ia menjauhi kami (melepaskan jabatan). Pertama, melaporkan kepada kami kebutuhan orang yang tidak bisa melaporkannya langsung kepada kamu. Kedua, membantu kami menjalani kebaikan dengan seluruh tenaga. Ketiga, menunjukkan kepada kami hal-hal baik yang tidak kami ketahui. Keempat, tidak menjelekkan seorang pun di hadapan kami. Kelima, tidak menunjukkan sesuatu yang tidak menjadi perhatian kami,” demikian Umar bin Abdul Aziz bertitah.

Lalu, reshuffle pertama yang ia lakukan adalah, menyingkirkan kumpulan para penyair dari kalangan pejabat pemerintah. Ahli pidato juga termasuk menjadi kelompok yang dieliminasi dari struktur abdi negara. Umar bin Abdul Aziz mempertahankan ahli fiqih dan pejabat-pejabat yang dikenal hidup zuhud selama ini. Kepada mereka Umar bin Abdul Aziz selalu meminta pertimbangan atas semua permasalahan yang akan diputuskan. Sang khalifah tidak pernah mengambil keputusan tanpa mengumpulkan ahli fiqih dan pejabat-pejabat zuhud yang diangkat menjadi teman dan pembantunya.

Kekuasaannya tak lama. Hanya sekitar dua tahun lima bulan saja. Tapi dalam waktu sesingkat itu, ia memerintah dengan sangat adil dan bijaksana, hingga kesejahteraan bukan saja menjadi milik penduduk yang dipimpinnya, tapi juga dirasakan oleh srigala-srigala di hutan yang tak pernah merasa kelaparan.

Dengan sangat tegas, saya ingin membandingkan kepemimpinan sang khalifah dengan kepemimpinan nasional hari ini di Indonesia. Dengan sangat tegas, saya meminta kita semua menarik garis lurus perbandingan tanpa harus membuat alasan pemakluman. Dengan sangat tegas, saya berharap kita semua kisah ini jangan dianggap dongeng semata dan berlalu tanpa hikmah.

Jika hendak mencari alasan pemakluman, sungguh kita akan mendapatkan selaksa alasan. Dan jika kita menolak untuk dibandingkan, kita juga akan menemukan sejuta kilah untuk memperkuat hujjah.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kini masuk pada lima tahun kedua masa pemerintahannya. Apa kenyataan yang kita dapatkan?

Kasus-kasus besar tentang pelanggaran hukum dan penyelewengan kekuasaan semakin gamblang dan terang. Korupsi bukan kepalang jumlahnya. Memang terungkap dan menjadi isu besar yang coba untuk ditangani. Tapi bukan itu saja masalahnya, para pembantu presiden sendiri yang terjerat isu sumir tentang ini. Seharusnya tidak terjadi.

Semua pembantu presiden, seolah berlomba-lomba membela dan menjelaskan kata demi kata ucapan yang didengar sendiri oleh rakyatnya. Seharusnya tanpa penerjamahan ulang dan juga tanpa jurubicara. Menkominfo berubah fungsi, juga menjelaskan persepsi presiden. Menpora juga demikian, mungkin masih belum bisa melepaskan kebiasaan jabatan sebelumnya. Bahkan setingkat Menko Polhukam juga melakukan hal yang sama.

Tentang gaya hidup, sudahlah, jangan dibahas dan ditanya. Tentang menyenangkan hati penguasa, juga jangan didibicarakan lagi, sudah sangat kasat mata.

Al Marwazi pernah menceritakan, ketika baru menjabat sebagai khalifah panglima dan pemimpin pasukannya menghadap Umar bin Abdul Aziz. Mereka menawarkan agar sang khalifah menggelar pawai pasukan di hadapannya lengkap dengan persenjataan mereka. “Tidak usah. Apa bedanya aku dengan kalian? Aku hanyalah seorang laki-laki dari kaum Muslimin!” tandas khalifah menolak usulan pamer kekuatan.

Tuan presiden, apa bedanya Anda dengan kami? Anda juga seorang warga negara Indonesia biasa, yang hari ini mendapat amanah berat melebihi warga yang lainnya. Terlebih lagi, Anda juga seorang laki-laki di antara kaum Muslimin yang kelak juga akan berdiri di depan Allah SWT untuk diadili seadil-adilnya.

Tidak perlu meminta semua yang istimewa, tapi lakukan semua dengan cara dan hasil istimewa. Ingatlah kisah tentang sang khalifah, yang tak punya anggaran untuk membeli anggur buat dirinya. Dan dengan ringan dia menjawab tentang hal ini, “Ini lebih ringan daripada harus menanggung rantai dan belenggu-belenggu berat kelak di neraka jahanam!”

Herry Nurdi
Sabili
 

Antara harapan dan kenyataan

Harapan adalah sesuatu yang sangat indah,sesuatu yang memiliki optimisme yang tangguh,sesuatu yang mampu membuat orang terhenyak kemudian mentertawakan sehingga teremehkan.

Karena harapan adalah sebuah racun atau virus yang akan menggoyahkan sebuah doktrin yang telah lama diagungkan oleh bangsa-bangsa bejat. Sebuah doktrin yang sebenarnya membekukan pikiran dan akhirnya jika kita akrab,maka ketahuilah kita akan terbawa oleh doktrin itu.
 

TV...Oh TV

Sejak kelahiran anak pertamaku-agar lebih fokus mengurusnya- maka aku merasa perlu memiliki pembantu. Nah, sejak anak pertama ku lahir, hingga kini, paling top pembantu bertahan di rumahku selama 6 bulan.

Setiap pembantu yang masuk rumah, pasti mereka berkomentar. Si A berkata,”Rumah kok nggak ada TV-nya.”

Si B berkata,”Bu, TVnya lagi rusak yaa?”

Si C celingak-celinguk sebelum akhirnya bertanya,”Bu, TVnya emang di taruh dimana?”

….

Baik orangtua maupun kerabat dan handai tolah memberiku wejangan, yang rata-rata ungkapannya seperti ini,…”Pembantu mana ada yang betah kalo di rumah nggak ada TV. Mereka kan bosan, seharian kerja nggak ada hiburan.”

Dilematis? sedikit. Pengen sih membuat pembantu merasa terhibur, tapi…haruskah dengan break our own rules? Harapannya sih dapat pembantu yang paham dan tidak bermasalah dengan tidak adanya TV di rumah.

Kalau kata abinya anak-anak sih,…”It’s not about TV. Sesungguhnya rezeki Allah yang mengatur. Jika Allah tetapkan seseorang mendapatkan rezeki lewat kita, maka Allah akan antarkan orang tersebut memasuki rumah ini. Kalau dia tidak lagi ingin bekerja di rumah ini, sesungguhnya Allah yang Maha Membolak-balikkan hati manusia dan sesungguhnya memang rezekinya Allah pindahkan lewat jalur lain.”

….

Kondisi tidak ada TV di rumah cukup memberi issue kontroversial, pada awalnya, di mata kerabat dan tetangga maupun teman-teman. Yang baru pertama kali datang, pasti bertanya,”Emang kenapa nggak ada TV?”

Susah-susah gampang ngejelasinya. Memang, TV tidak selalu berdampak negatif, walaupun mudharatnya lebih banyak. Jadi kami hanya menjawab bahwa tidak adanya TV di rumah lebih kepada kesadaran kami akan lemahnya iman kami. Wong nggak ada TV aza ibadah masih gitchu deh,…apalagi ada TV,…wuaah kosentrasi bisa kebagi-bagi. Dan agaknya TV bakalan menang. Makanya kami merasa lebih baik nggak ada TV.

Walaupun bisa diatur, nontonnya acara-acara yang manfaat aza, tapi lama kelamaan pasti, pas lagi BT, setel TV, pas lagi stress setel TV, pas lagi iseng setel TV. Walhasil pas lagi ngapain aza pengennya sambil nonton TV. Jadi, daripada dihadapkan pada “ujian” yang tak terhindarkan lebih baik cari jalan aman. No TV at home.

Syetan itukah da’wah mengajak pada keburukannya 24jam. Dan mereka(syetan-syetan) benar-benar sabar dan gigih dalam mengajak, tak akan bergeming sampai usahanya berhasil. Bisik-bisik syetan,”Dah liat aza TVnya, cuma berita kok.” Besoknya,”Liat tuh bagus, acara nyanyi-nyanyi doang.” bisik syetan lagi. Akhirnya tanpa sadar semua acara jadi bagus di mata kita. Hmm,…TV itu sihirnya memang luar biasa.

….

Pernah ibu dari teman sekolah Tk anak-ku Ali bertanya,”Memang anak-anak tidak pernah “ribut” nggak ada TV di rumah?”

Pernah juga sih, …tapi karena sejak mereka bisa melihat dan mendengar, sudah tidak ada TV di rumah, jadinya lebih mudah memberi mereka pengertian.

Tidak ada larangan bagi mereka untuk menonton TV (acara khusus untuk mereka tentunya)ketika berkunjung ke rumah Nyai, Mbah atau saudara. Hanya peraturan di rumah memang tidak ada TV.

Alhamdulillah,…so far kami baik-baik aza. Ada yang bilang nanti ketinggalan zaman donk,..ah.. zaman tidak akan meninggalkan kita, kitalah yang meninggalkannya dengan tutup usia. Lagipula, masih banyak media lain untuk menambah wawasan dan pengetahuan.

Alhamdulillah,…jadinya sebagian waktu mereka dihabiskan dengan mendengar aku membacakan buku-buku cerita. AKu juga, jadinya punya waktu untuk membacakan mereka cerita. Alhamdulillah lagi, anak-anak jadi bisa menikmati ketika diajak pergi ke toko buku.

Alhamdulillah,…pendengaran anak-anak jadi lebih terjaga.

Alhamdulillah,…pandangan anak-anak jadi lebih terjaga.

Alhamdulillah,…sikap anak-anak jadi lebih terjaga.

Alhamdulillah,…ucapan-ucapan anak-anak jadi lebih terjaga.

Manfaat lain, anak-anak tidak konsumtif. Mereka jarang melihat iklan-iklan di TV. Jadi, no TV lebih hemat. Hemat listriknya, hemat pengeluaran karena pengaruh iklan-iklan di TV.

Tulisan ini bukan propaganda untuk tidak menyediakan TV di rumah,…hanya curhatan manfaat yang bisa dipetik dengan tidak adanya TV di rumah.

Ummu Ali
 

Situs Islami

Berikut ini adalah situs-situs yang InsyaAllah akan bermanfaat bagi kita :
1. pesantrenvirtual
2. maqdis.s5
3. eramuslim
4. sabili
5. dell (maaf baru coba)
 

Mari Membaca Al-Quran

Kitab suci Al-Qur'an adalah petunjuk Allah bagi orang yang bertaqwa. Dengan membacanya dan memahami artinya kita akan mendapat petunjuk. Bagi yang belum memahami bahasa Arab, sebaiknya membaca terjemahannya atau tafsir Al-Qur'an, sehingga tetap dapat memahami fungsi Al-Qur'an sebagai petunjuk Allah.

Pada waktu pertama kali diturunkan, Al-Qur'an disampaikan Allah berupa wahyu kepada Nabi Muhammad SAW. Kemudian oleh Rasulullah Al-Qur'an itu disosialisasikan melaui ucapan atau gelombang suara kepada para Sahabat. Kemudian Al-Qur'an itu 'menjelma' menjadi memori yang bersemayam di dalam sel otak para Sahabat. Selanjutnya para Sahabat itu menuliskan ayat-ayat Al-Qur'an yang ada diingatannya itu ke atas pelepah daun kurma, kulit binatang, dan lain-lain. Belasan tahun kemudian, setelah ditemukan kertas, Al-Qur'an ditulis di atas kertas dengan menggunakan tinta. Perkembangan selanjutnya Al-Qur'an 'ditulis' di atas pita magnetis dan CD ROM.

Jika dahulu sumpah jabatan dengan kitab Al-Qur'an di atas kepala, maka seharusnya sekarang menggunakan CD ROM, sesuai dengan perkembangan zaman. Namun demikian, pelaksanaan sumpah (jabatan dll) yang sebenarnya tidaklah seperti itu, tidak meletakkan Al-Qur'an atau CD ROM di atas kepala.

Sebenarnya yang seharusnya kita hormati dari Al-Qur'an adalah isinya. Kertas dan tinta cuma sarana untuk menuliskan (membukukan) Al-Qur'an. Jadi jika kita ingin menghormati Al-Qur'an, maka bacalah isinya, pahami artinya, dan amalkan. Karena Al-Qur'an itu merupakan petunjuk untuk manusia di dunia ini. Di akherat nanti kita tidak membutuhkan Al-Qur'an.

Banyak anjuran, perintah, dan larangan di dalam Al-Qur'an yang berguna jika diterapkan baik oleh perorangan maupun secara sistem. Kebanyakan ummat Islam membaca/belajar Al-Qur'an di waktu kecil, setelah dewasa jarang membacanya lagi. Padahal akan lebih efektif jika setelah dewasa membaca Al-Qur'an dengan artinya. Kita boleh membaca Al-Qur'an tanpa berwudhu lebih dahulu, dan boleh saja membacanya sambil berdiri, duduk atau tiduran.

Dengan membaca Al-Qur'an kita bisa mengetahui banyak hal, antara lain: bahwa yang imannya tanggung akan diujui setahun sekali atau dua kali; bahwa ada larangan mengikuti kelompok/organisasi yang kita tidak tahu betul visi dan misinya; bahwa pembagian umur cuma ada anak-anak dan dewasa (tidak ada remaja); bahwa kita diharuskan aktif pada kegiatan sosial/politik; bahwa kita diharuskan melakukan penelitian lebih lanjut terhadap hal-hal yang berhubungan dengan tehnologi; dengan membaca Al-Qur'an kita mendapat pengetahuan tentang roh dan alam gaib. Ilmu dan teori yang ada di dalam Al-Qur'an pasti benar, karena Al-Qur'an diturunkan oleh yang Maha Mengetahui, yaitu Allah SWT.

Oleh :
Muhammad Umar Alkatiri & Bambang AS
 

Keutamaan Menghapal Al Quran

Banyak hadits Rasulullah SAW yang mendorong untuk menghapal Al Quran, atau membacanya di luar kepala, sehingga hati seorang individu Muslim tidak kosong dari sesuatu bagian dari kitab Allah SWT. Seperti dalam haditsyang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas secara marfu`: “Orang yang tidak mempunyai hapalan Al Quran sedikitpun adalah seperti rumah kumuh yang mauh runtuh “

Dan Rasulullah SAW. memberikan penghormatan kepada orang-orang yang mempunyai keahlian dalam membaca Al Quran dan menghapalnya, memberitahukan kedudukan mereka, serta mengedepankan mereka dibandingkan orang lain.

Dari Abi Hurarirah r.a. ia berkata: Rasulullah SAW. mengutus satu utusan yang terdiri dari beberapa orang. Kemudian Rasulullah SAW mengecek kemampuan membaca dan hapalan Al Quran mereka: setiap laki-laki dari mereka ditanyakan sejauh mana hapalan Al Quran-nya. Kemudian seseorang yang paling muda ditanya oleh Rasulullah SAW : “Berapa banyak Al Quran yang telah engkau hapal,hai pulan?” ia menjawab: aku telah hapal surah ini dan surah ini, serta surah Al Baqarah. Rasulullah SAW kembali bertanya: “Apakah engkau hapal surah Al Baqarah?” Iamenjawab: Betul. Rasulullah SAW bersabda: “Pergilah, dan engkau menjadi ketua rombongan itu!”. Salah seorang dari kalangan mereka yang terhormat berkata: Demi Allah, aku tidak mempelajari dan menghapal surah Al Baqarah semata karena aku takut tidak dapat menjalankan isinya.

Mendengar komentar itu, Rasulullah SAW bersabda: “Pelajarilah Al Quran dan bacalah, karena perumpamaan orang yang mempelajari Al Quran dan membacanya, adalah seperti tempat bekal perjalanan yang diisi dengan minyak misik, wanginya menyebar ke mana-mana. Sementara orang yang mempelajarinya kemudian ia tidur –dan dalam dirinya terdapat hapalan Al Quran— adalah seperti tempat bekal perjalanan yang disambungkan dengan minyak misik “

Jika tadi kedudukan pada saat hidup, maka saat mati-pun, Rasulullah SAW. mendahulukan orang yang menghapal lebih banyak dari yang lainnya dalam kuburnya, seperti terjadi dalam mengurus syuhada perang Uhud.

Rasulullah SAW mengutus kepada kabilah-kabilah para penghapal Al Quran darikalangan sahabat beliau, untuk mengajarkan mereka faridhah Islam dan akhlaknya, karena dengan hapalan mereka itu, mereka lebih mampu menjalankan tugas itu. Diantara sahabat itu adalah: tujuh puluh orang yang syahid dalam kejadian Bi`ru Ma`unah yang terkenal dalam sejarah. Mereka telah dikhianati oleh orang-orang musyrik.

Dari Abi Hurairah r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Penghapal Al Quran akan datang pada hari kiamat, kemudian Al Quran akan berkata: Wahai Tuhanku, bebaskanlah dia, kemudian orang itu dipakaikan mahkota karamah (kehormatan), Al Quran kembali meminta: Wahai Tuhanku tambahkanlah, maka orang itu dipakaikan jubah karamah. Kemudian Al Quran memohon lagi: Wahai Tuhanku, ridhailah dia, maka Allah SWT meridhainya. Dan diperintahkan kepada orang itu: bacalah dan teruslah naiki (derajat-derajat surga), dan Allah SWT menambahkan dari setiap ayat yang dibacanya tambahan ni`mat dan kebaikan “.

Balasan Allah SWT di akhirat tidak hanya bagi para penghapal dan ahli AlQuran saja, namun cahayanya juga menyentuh kedua orang tuanya, dan ia dapat memberikan sebagian cahaya itu kepadanya dengan berkah Al Quran.

Dari Buraidah ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Siapa yang membaca AlQuran, mempelajarinya dan mengamalkannya, maka dipakaikan mahkota dari cahaya pada hari Kiamat, cahayanya seperti cahaya matahari, kedua orang tuanya dipakaikan dua jubah (kemuliaan), yang tidak pernah didapatkan di dunia, keduanya bertanya: mengapa kami dipakaikan jubah ini: dijawab: “karena kalian berdua memerintahkan anak kalian untuk mempelajari Al Quran”.

Kedua orang itu mendapatkan kemuliaan Tuhan, karena keduanya berjasa mengarahkan anaknya untuk menghapal dan mempelajari AlQuran semenjak kecil. Dan dalam hadits terdapat dorongan bagi para bapak dan ibuuntuk mengarahkan anak-anak mereka untuk menghapal Al Quran semenjak kecil.

Ibnu Mas`ud berkata: “Rumah yang paling kosong dan lengang adalah rumah yang tidak mengandung sedikitpun bagian dari Kitab Allah SWT ”.

Dan pengertian kata “ashfaruha” adalah: yang paling kosong dari kebaikan dan berkah. Al Munziri meriwayatkan dalam kitab At Targhib wa AtTarhib dengan kata: “ashghar al buyut” dengan ghain bukan fa. Dan maknanya adalah: rumah yang paling hina kedudukannya, dan paling rendah nilainya.
 
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Refleksi Syah Dasrun - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger