Tidak Tartil dalam Membaca al-Quran. Bolehkah?


Semenjak mendekati bulan Ramadhan ini saya biasakan untuk mengaji sendiri di rumah. Saya sudah mengenali huruf dan tanda baca al-Qur'an. Tetapi saya mengajinya kurang fasih. Bagaimana hukumnya bila saya salah melafalkan ayat-ayat suci al-qur'an tanpa saya sengaja? mohon jawaban.

Kakung widada


Jawab:

Mas Kakung widada, saya ucapkan selamat atas keberhasilan mas Kakung yang sudah mengenali huruf dan tanda baca al-Qur'an.

Dalam membaca al-Qur'an disunnahkan membacanya dengan tartil, yaitu pelan dan membaguskan bacaannya (sesuai tuntunan tajwid) serta bertadabbur (mengangan-angan maknanya) dalam hati akan isi setiap ayat yang dibaca. Allah SWT berfirman. "Bacalah al-Qur'an itu dengan perlahan-lahan" (QS. Al-Muzammil:4) dan firman-Nya "Ini adalah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya". (QS. Shad:27)

Adapun apabila kurang fasih membacanya, atau sering salah melafalkan dengan tanpa sengaja, maka hukumnya tidak apa-apa. Namun bukan berarti boleh terus membaca apa adanya. Anda harus berlatih terus demi meningkatkan kemampuan membaca, sampai akhirnya bisa fasih sesuai dengan tuntunan tajwid. Karena kesalahan membaca (hurufnya dan panjang-pendeknya) tentu akan merubah makna dan tujuan yang tersirat. Juga hendaknya tidak melupakan hal lain yang paling urgen dalam membaca al-Qur'an yaitu bertadabbur (mengangan-angan) akan makna dan maksud setiap ayat.

Mutamakkin Billa


pesantrenvirtual.com


 

KAIFA NATA’AMALU MA’A AL QUR’ANI AL-AZHIM


Adab-adab seorang Muslim terhadap Al-Qur’an :
1.A. ADAB I : MEMBACANYA DAN MEMILIKI TILAWAH YAUMIYAH
Tilawatul Qur’an merupakan aktivitas ibadah yang sangat baik untuk memberi kedamaian dan ketenangan hati. Dengan memiliki tilawah harian yang rutin, baik dan stabil, maka akan membuat shahihul ibadah pada diri seseorang dan dimilikinya mutsaqqaful fikr.
Ibadah yang baik tidak hanya pada aspek kuantitatifnya, tapi keistiqamahan atau konsistensi seseorang melakukannya, meskipun sedikit.
“Beramal, berbuatlah semampu kalian! Sesungguhnya Allah tidak bosan sampai kalian sendiri yang bosan. Dan sesungguhnya amal perbuatan yang paling disukai Allah adalah amal perbuatan yang terus menerus walaupun sedikit” (HR. Bukhari dan Muslim)
1.a.i. Fadhail Membaca Al-Qur’an
Abu Umamah ra. berkata: Saya telah mendengar Rasulullah saw. bersabda: Bacalah Qur’an karena ia akan datang pada hari qiamat pembela pada orang yang mempelajari dan menta’atinya. (Muslim)
Usman bin Affan ra. berkata: Rasulullah saw. bersabda: Sebaik-baik kamu yaitu orang yang mempelajari Qur’an dan mengajarkannya. (Bukhari)
Aisyah ra. berkata: Rasulullah saw. bersabda: Orang yang mahir dalam membaca Qur’an akan berkumpul dengan para Malaikat yang mulia-mulia ta’at. Sedang orang yang megap-megap dan berat jika membaca Qur’an, mendapat pahala lipat dua kali. (Bukhari, Muslim)
Allah telah menghargai kerajinan dan kesungguhan orang yang bersungguh-sungguh untuk dapat membaca, karena itu diberinya pahala berlipat.



Abu Musa Al-Asy’ary ra. berkata: Rasulullah saw. bersabda: Perumpamaan orang mu’min yang membaca Qur’an bagaikan buah limau (jeruk) baunya harum dan rasanya lezat. Dan perumpamaan orang mu’min yang tidak dapat membaca Qur’an bagaikan kurma, rasanya lezat tetapi tidak berbau. Dan perumpamaan orang munafik yang membaca Qur’an bagaikan bunga, berbau harum tetapi rasanya pahit, dan perumpamaan orang munafiq yang tidak membaca Qur’an bagaikan buah handhol tidak berbau dan rasanya pahit. (Bukhari, Muslim)
Umar bin Alkhotthob ra. berkata: Bersabda Nabi saw.: Sesungguhnya Allah akan mengangkat derajat beberapa kaum dengan kitab Qur’an dan akan merendahkan kaum lain dengannya juga. (Muslim)
Kaum yang mengikuti dan mempercayai ajaran-ajarannya akan diangkat tingkat derajatnya, sebaliknya yang mengabaikan ajarannya akan dihinakan dan direndahkan-Nya.
Ibnu Mas’ud r.a. berkata: Rasulullah saw. bersabda: Siapa yang membaca satu huruf dari kitab Allah, maka mendapat hasanat dan tiap hasanat mempunyai pahala berlipat sepuluh kali. Saya tidak berkata: Alif lam mim itu satu huruf, tetapi Alif satu huruf, lam satu huruf dan mim satu huruf. (Attirmidzi)
Ibnu Abbas ra. berkata: Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya seseorang yang di dalam dadanya tiada Qur’an, maka ia bagaikan rumah yang rusak kosong. (Attirmidzi)
Mengenai pahala membaca Al Qur’an, Ali bin Abi Thalib mengatakan bahwa, tiap-tiap orang yang membaca Al Qur’an dalam sembahyang, akan mendapat pahala lima puluh kebajikan untuk tiap-tiap huruf yang diucapkannya, membaca Al Qur’an di luar sembahyang dengan berwudhu’, pahalanya dua puluh lima kebajikan bagi tiap-tiap huruf yang diucapkannya dan membaca Al Qur’an di luar sembahyang dengan tidak berwudhu’, pahalanya sepuluh kebajikan bagi tiap-tiap huruf yang diucapkannya.
Al-Qur’an adalah salah satu rahmat yang tak ada taranya bagi alam semesta.
Setiap orang yang mempercayai Al Qur’an akan cinta kepadanya, cinta untuk membacanya, cinta untuk mempelajari dan memahaminya serta pula untuk mengamalkan dan mengajarkannya sampai merata rahmatnya dirasa oleh penghuni alam semesta.
Membaca Al Qur’an (saja) sudah termasuk amal yang sangat mulia. Al Qur’an adalah sebaik-baik bacaan (baik dikala senang ataupun susah) dan membaca Al Qur’an juga dapat menjadi obat dan penawar kegelisahan.




Pada suatu ketika datanglah seseorang kepada sahabat Rasulullag yang bernama Ibnu Mas’ud r.a. meminta nasehat, katanya: “Wahai Ibnu Mas’ud, berilah nasehat yang dapat kujadikan obat bagi jiwaku yang sedang gelisah. Dalam beberapa hari ini aku merasa tidak tenteram, jiwaku gelisah dan fikiranku kusut; makan tidak enak, tidur tak nyenyak.”
Maka Ibnu Mas’ud menasehatinya, katanya: “Kalau penyakit itu yang menimpa-mu, maka bawalah hatimu mengunjungi tiga tempat, yaitu ke tempat orang membaca Al Qur’an, engkau baca Al Qur’an atau engkau dengar baik-baik orang yang membacanya; atau engkau pergi ke Majlis Pengajian yang mengingatkan hati kepada Allah; atau engkau cari waktu dan tempat yang sunyi, di sana engkau berkhalwat menyembah Allah, umpama di waktu tengah malam buta, di saat orang sedang tidur nyenyak, engkau bangun mengerjakan shalat malam, meminta dan memohon kepada Allah ketenangan jiwa, ketentraman fikiran dan kemurnian hati. Seandainya jiwamu belum juga terobat dengan cara ini, engkau minta kepada Allah, agar diberi-Nya hati yang lain, sebab hati yang kamu pakai itu, bukan lagi hatimu.”
Setelah orang itu kembali ke rumahnya, diamalkannya nasihat Ibnu Mas’ud ra. itu. Dia pergi mengambil wudhu kemudian diambilnya Al Qur’an, terus dia baca dengan hati yang khusyu’. Setelah membaca Al Qur’an, berobahlah kembali jiwanya, menjadi jiwa yang aman dan tenteram, fikirannya tenang, kegelisahannya hilang sama sekali.
• Sunnat Berkumpul Untuk Mempelajari Qur’an
Abu Hurairah ra. berkata: Rasulullah saw. bersabda: Dan apabila berkumpul suatu kaum dalam majlis untuk membaca kitab Allah dan mempelajari, maka pasti turun pada mereka ketenangan dan diliputi oleh rahmat dan dikerumuni oleh Malaikat dan diingati oleh Allah di depan para Malaikat yang ada pada-Nya. (Muslim)
Membaca Al Qur’an, baik mengetahui artinya ataupun tidak, adalah termasuk ibadah, amal shaleh dan memberi rahmat serta manfaat bagi yang melakukannya; memberi cahaya ke dalam hati yang membacanya sehingga terang benderang, juga memberi cahaya kepada keluarga rumah tangga tempat Al Qur’an itu dibaca.
• Membaca Al Qur’an Sampai Khatam
Bagi seorang Mu’min, membaca Al Qur’an telah menjadi kecintaannya.
Tiada suatu kebahagiaan di dalam hati seseorang Mu’min melainkan bila dia dapat membaca Al Qur’an sampai khatam. Bila sudah khatam, itulah puncak dari segala kebahagiaan hatinya.
Dalam kitab Ihya ‘Ulumuddin, Imam Al Ghazali menggambarkan bagaimana para sahabat, dengan keimanan dan keikhlasan hati, berlomba-lomba membaca Al Qur’an sampai khatam.



1.a.ii. Adab membaca Al-Qur’an

Al-Qur’an sebagai Kalamullah, mempunyai adab-adab tersendiri bagi orang-orang yang membacanya. Adab-adab itu sudah diatur dengan sangat baik, untuk penghor-matan dan keagungan Al Qur’an.
Diantara adab-adab membaca Al Qur’an yang terpenting ialah :
1. Disunatkan membaca Al Qur’an sesudah berwudhu, dalam keadaan suci
2. Disunatkan membaca Al Qur’an di tempat yang bersih. Tetapi yang paling utama ialah di mesjid
3. Disunatkan membaca Al Qur’an menghadap ke qiblat
4. Sebelum membaca Al-Qur’an, disunatkan membaca ta’awwudz (QS. An Nahl 16:98)
5. Disunatkan membaca Al-Qur’an dengan tartil (QS. Al Muzzammil 73:4)
6. Disunatkan membacanya dengan penuh perhatian dan pemikiran tentang ayat-ayat yang dibacanya itu dan maksudnya (QS. An Nisaa’ 4:82)
7. Sedapat-dapatnya membaca Al Qur’an janganlah diputuskan hanya karena hendak berbicara dengan orang lain. Hendaknya pembacaan diteruskan sampai ke batas yang telah ditentukan, barulah disudahi
Imam Al Ghazali telah memperinci dengan sejelas-jelasnya bagaimana adab-adab membaca Al Qur’an itu. Malahan Imam Al Ghazali telah membagi adab-adab membaca Al Qur’an menjadi adab yang mengenal batin, dan adab yang mengenal lahir. Adab yang mengenal batin itu, diperinci lagi menjadi arti memahami asal kalimat, cara hati membesarkan kalimat Allah, menghadirkan hati di kala membaca sampai ke tingkat memperluas, memperhalus perasaan dan membersihkan jiwa. Dengan demikian kandungan Al Qur’an yang dibaca dengan perantaraan lidah, dapat bersemi dalam jiwa dan meresap ke dalam hati sanubarinya. Kesemuanya ini adalah adab yang berhubungan dengan batin, yaitu dengan hati dan jiwa.
• Mendengar Bacaan Al Qur’an
“Dan apabila dibacakan Al Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik dan perhati-kanlah dengan tenang, agar kamu mendapat rahmat” (QS. Al A’raaf 7:204)
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu, hanyalah mereka yang apabila disebut (nama) Allah, gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka karenanya dan kepada Tuhanlah mereka bertawakal.” (QS. Al Anfaal 8:2)
Mendengar bacaan Al Qur’an dengan baik, dapat menghibur perasaan sedih, menenangkan jiwa yang gelisah dan melunakkan hati yang keras, serta mendatangkan petunjuk.
Demikian besar mu’jizat Al Qur’an sebagai wahyu Ilahi, yang tak bosan-bosan orang membaca dan mendengarkannya, semakin terpikat hatinya kepada Al Qur’an itu.





1.a.iii. Kiat Praktis Tilawah Yaumiyah
Pembagian wirid Al-Qur’an sebagaimana dilakukan oleh generasi salaf :
1. Waktu tercepat mengkhatamkan Al-Qur’an adalah tiga hari. Para ulama menganggap makruh apabila seseorang mengkhatamkan Al-Qur’an dalam waktu kurang dari tiga hari.
2. Batas pertengahan, jika memungkinkan hendaklah seorang da’i mengkhatamkan Al-Qur’an dalam waktu satu pekan.
3. Seandainya tidak mampu mengkhatamkan Al-Qur’an dalam waktu satu pekan karena banyaknya aktifitas yang harus diselesaikan, hendaklah membacanya sesuai dengan kemampuan. Dengan catatan jangan biarkan satu haripun berlalu tanpa membaca Al-Qur’an.
Kebiasaan sahabat “yang paling malas” adalah menghatamkan Al-Qur’an setiap sebulan sekali – yang berarti membaca Al-Qur’an setiap hari satu juz. Hal ini sebenarnya mudah kita lakukan jika kita memiliki motivasinya : cukup sediakan waktu untuk tilawah Al-Qur’an 2 lembar setiap sehabis shalat fardhu. Maka sehari kita telah membaca 10 lembar yang berarti satu juz.
1.B. ADAB II : MEMPELAJARINYA
1.b.i. Urgensi tadabbur Qur’an
Al-Qur’an sebagai kitab petunjuk tidak hanya wajib dibaca tapi diikuti isinya. Maka, mengetahui isi dan menggali makna ayat-ayat Al-Qur’an menjadi kewajiban yang harus dilakukan setiap muslim. Saat ini sudah banyak beredar terjemahan tafsir Al-Qur’an dengan bahasa Indonesia. Ada pula tafsir AL-Qur’an karya ulama Indonesia. Seorang muslim harus senantiasa melakukan pendalaman terhadap Al-Qur’an sehingga ia memiliki bashirah dalam memandang berbagai masalah.
1.b.ii. Amalan dalam tadabbur Al-Qur’an
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu, hanyalah mereka yang apabila disebut (nama) Allah, gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka karenanya dan kepada Tuhanlah mereka bertawakal.” (Al Anfaal 8:2)
1. Mutakallim (Mengagungkan Allah)
Seorang pembaca harus menghadirkan dihatinya keagungan Allah dan mengetahui bahwa apa yang dibacanya bukanlah pembicaraan manusia dan membaca kalam Allah sangat penting.
“Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan.” (al-Waqi’ah:79)
2. Kehadiran hati dan meninggalkan bisikan jiwa
“Wahai Yahya, ambillah al-Kitab dengan kekuatan.” (Maryam:12)
Yakni dengan serius dan sungguh-sungguh yaitu dengan berkonsentrasi penuh dalam membacanya, dan mengarahkan perhatian hanya kepadanya.



3. Tadabbur
Tujuan membaca adalah tadabbur, oleh karena itu disunnahkan membaca dengan tartil sedab di dalam tartil secara zhahir memungkinkan tadabbur.
Jika tidak bisa melakukan tadabbur kecuali dengan mengulang-ulang (bacaan) maka hendaklah ia melakukannya kecuali di belakang imam.
4. Tafahhum (memahami secara mendalam)
Yaitu mencari kejelasan dari setiap ayat secara tepat, karena al-Qur’an meliputi berbagai masalah tentang sifat-sifat Allah, perbuatan-perbuatan-Nya, ihwal para Nabi, ihwal para pendusta dan bagaimana mereka dihancurkan, perintah-perintah-Nya, larangan-larangan-Nya, sorga dan neraka.
5. Meninggalkan hal-hal yang dapat menghalangi pemahaman :
1. Taqlid kepada madzhab tertentu saja
2. Berterus menerus dalam dosa
3. Berpegang pada tafsir zhahir saja dan meyakini tidak ada makna lain bagi kalimat-kalimat al-Qur’an
6. Takhshish (menyadari bahwa dirinya merupakan sasaran yang dituju oleh setiap nash)
Jika mendengar suatu perintah atau larangan maka ia memahami bahwa perintah atau larangan itu ditujukan kepada dirinya.
7. Ta’atstsur (mengimbas ke dalam hati)
Hatinya terimbas dengan berbagai imbasan yang berbeda sesuai dengan beragamnya ayat yang dihayatinya – rasa sedih, takut, harap dsb.
8. Taraqqi (meningkatkan penghayatan sampai ke tingkat mendengarkan kalam dari Allah bukan dari dirinya sendiri)
9. Tabarriy (melepaskan diri dari daya dan kekuatannya)
Apabila membaca ayat-ayat janji dan sanjungan kepada orang-orang shalih maka ia tidak menyaksikan dirinya pada hal tersebut, tetapi menyaksikan orang-orang shiddiqin berada di dalamnya kemudian ia merindukan untuk disusulkan Allah kepada mereka. Apabila membaca ayat-ayat kecaman dan celaan kepada orang-orang yang bermaksiat dan orang-orang yang lali, ia menyaksikan dirinya berada di sana dan merasakan bahwa dirinyalah yang dimaksudkan oleh ayat-ayat tersebut.
1.C. ADAB III : MENGAMALKANNYA
Bila setiap kali membaca ayat-ayat Al-Qur’an yang diawali dengan seruan yang simpatik, “Hai orang-orang beriman!”, maka hendaknya seorang muslim betul-betul memperhatikan apa yang disebutkan setelah seruan ini untuk kemudian diaplikasikan seraya mengatakan, “Kami mendengar dan kami taat, kami mengharap ampunan-Mu ya Allah, kepada-Mu lah kami akan kembali”.
Mengamalkan Al-Qur’an didasari mentalitas jiddiyyah (kesungguhan)
Jiddiyyah adalah lawan dari main-main, menyepelekan, lemah dan santai.
Jiddiyyah adalah pelaksanaan perintah syariat dan dakwah secara langsung disertai dengan ketekunan dan kegigihan, mengeluarkan segala kemampuan maksimal untuk mensukseskannya dan mengatasi segala hambatan dan rintangan yang menghadangnya.


Definisi ini meliputi lima syarat, yaitu :
1. Cepat dalam melaksanakan tugas
2. Kuat dan teguh hati
3. Tahan dan gigih
4. Mengerahkan segala kemampuan
5. Mengatasi rintangan
Generasi sahabat telah banyak memberikan keteladanan mengenai mentalitas jiddiyyah dalam mengamalkan perintah ini.
1.c.i. Kecepatan melaksanakan tugas
Ketika Allah swt. menurunkan ayat, “Hai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya arak, judi, berhala dan undian adalah kotor dari perbuatan syaitan. Oleh karena itu jauhilah dia supaya kamu bahagia. Syaitan hanya bermaksud untuk mendatangkan permusuhan dan kebencian di antara kamu sebab khamar dan judi, serta menghalang kamu daripada ingat kepada Allah dan sembahyang. Apakah kamu tidak mau berhenti?” (al-Ma’idah:90-91)
Ketika ayat itu turun dan kabar itu dibawa oleh sahabat sementara mereka sedang minum, saat itu juga mereka menghentikannya dan tunduk pada perintah Allah lalu berkata, “Kami telah berhenti kami telah berhenti.”
Contoh lain adalah sikap wanita Anshar ketika turun tentang ayat-ayat kerudung. Ketika itu para suami pulang ke rumah untuk memberitahukan tentang ayat tersebut, “… dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya”, mereka langsung merobek pakaian mereka dan menjahitnya untuk dijadikan kain kerudung. Sehingga ketika mereka melaksanakan shalat Shubuh, terlihat seakan ada yang aneh di atas kepala mereka. Tidak seorang pun tertinggal dalam melaksanakan perintah itu.
1.c.ii. Kekuatan dan Keteguhan
Adalah Ja’far bin Abi Thalib ra. dalam perang Mu’tah. Ketika tangan kanannya yang membawa bendera terpotong, ia pindahkan bendera itu ke tangan kirinya. Musuh memotong tangan kirinya, lalu ia memeluk bendera itu dengan kedua tangannya yang terputus. Dan bendera itu tetap kokoh berkibar hingga ia syahid.
Ada pula sahabat yang berjuang dengan berani dalam perang Hamra’ul Asad. Walaupun mereka terluka dan baru kembali dari perang Uhud, namun mereka tidak merasa lemah dengan apa yang menipa mereka dalam berjuang di jalan Allah. Mereka bangkit dengan kekuatan dan kegigihan para pejuang dan tekad para pemuda untuk mengejar orang-orang musyrik, meski mereka yang menderita luka ringan harus memikul saudaranya yang terluka parah.
1.c.iii. Ketahanan dan Kegigihan
Para sahabat ra terus mempertahankan kebenaran dengan kegigihan dan ketahanan, kepribadian dan kesungguhan yang tinggi, mereka meninggalkan tanah, rumah, keluarga, anak dan harta mereka. Mereka berjihad untuk mendapatkan nilai yang mahal dan murni dari Allah SWT. Mereka menghadapi kesulitan dan rintangan hingga Allah swt mengokohkan agama-Nya dan mengibarkan bendera Islam di setiap pelosok, memperbesar kekuasaannya dan memperluas wibawanya di hadapan raja-raja zaman itu.
1.c.iv. Mencurahkan Segenap Kemampuan
Yang dimaksud dengan kemampuan adalah jiwa, anak, harta, keluarga dan apa saja yang dimiliki manusia.
Inilah Ash Shiddiq ra. yang datang dengan seluruh hartanya untuk diinfaqkan dalam berjihad dan berkata, “Aku telah tinggalkan untuk mereka, keluargaku, Allah dan rasul-Nya”.
Utsman ra mempersiapkan tentara yang sempurna dalam perang Tabuk.
Dan Mush’ab ra. meninggalkan seluruh kehidupan mewahnya. Ia ridha dengan yang sedikit, bahkan dapat dikatakan ‘lebih sedikit dari yang sedikit’… dan dia berhijrah. Ia adalah duta besar dakwah. Dia berjihad dan akhirnya menemui Allah sebagai syahid, dalam keadaan yang membuat Rasulullah dan para sahabat begitu trenyuh hingga menangis.
1.c.v. Mengatasi Rintangan
Ada sahabat bernama ‘Amru bin Al-Jamuh ra. Ia ingin berjihad, namun dilarang oleh anak-anaknya karena ia pincang, namun ia tetap bersikeras. Maka Rasulullah saw memberitahu tentang rukhshah untuknya. Sahabat itu berkata, “Semoga aku masuk surga dengan kepincanganku.” Dan itulah yang terjadi.

Itulah lima rukun jiddiyyah dalam mengamalkan Al-Qur’an. Saat kita gagal menghadirkan kelima rukun jiddiyah dalam usaha kita mengamalkan Al-Qur’an maka kita belum terlepas dari kewajiban untuk mengamalkan Al-Qur’an tersebut.
1.D. ADAB IV : MENGHAFALKANNYA
1.d.i. Ahamiyah (urgensi) Hifzhul Qur’an
1. Menjaga kemutawatiran Al-Qur’an
Sehingga Al-Qur’an teriwayatkan secara mutawatir dan tidak mudah bahkan tidak mungkin diubah atau dipalsukan oleh tangan-tangan kotor, sebagaimana kitab-kitab suci sebelumnya.
Para ulama menetapkan bahwa hifzhul Qur’an hukumnya Fardhu Kifayah.
(Kifayah artinya cukup. Masuk akalkah kaum muslimin di Indonesia, misalnya, yang jumlahnya lebih dari 200 juta, namun yang hafal Al-Qur’an tidak ada satu persen pun? Sehingga andaikata para penghafal Al-Qur’an yang ada sekarang menangani pembinaan umat tertentu tidak akan memadai jumlahnya. Karena itu, pelaksanaan fardhu kifayah dalam hifzhul Qur’an perlu digalakkan.
2. Meningkatkan kualitas umat
Umat Islam telah dibekali Allah SWT, suatu mukjizat yang sangat besar, yaitu Al-Qur’an. Tidak terangkat umat ini kecuali dengan Al-Qur’an (QS. 21:10)
3. Menjaga terlaksananya sunnah-sunnah Rasulullah SAW
Sebagian ibadah yang dilakukan Rasulullah SAW., ada yang sangat terkait dengan hifzhul Qur’an dalam pelaksanaannya. Hafalan yang terbatas pada surat-surat pendek dalam juz 30 akan membatasi kita dalam mentauladani ibadah beliau secara sempurna.

• Shalat Jum’at yang ideal adalah yang dilakukan dengan memendekkan khutbah dan memanjangkan shalat. Rasulullah SAW., selain membaca surat Al A’la dan Al Ghasiyah, beliau sering juga membaca surat Al Jumu’ah dan Al Munafiqun
“Sesungguhnya panjang shalat seseorang dan pendek khutbahnya merupakan tanda kefahaman diennya.” (HR. Muslim)
• Pada hari Jum’ar Subuh dua surat yang dibaca adalah surat As Sajdah dan surat Al Insan
• Pada shalat Iedain (dua hari raya) selain membaca surat Al A’la dan Al Ghasiyah, beliau sering juga membaca surat Qaf dan Al Qamar.
• Dalam qiyamullail, beliau pernah membaca surat Al Baqarah, Ali Imran dan An Nisaa’.
Hal ini seakan memberi teguran kepada kita, betapa umat ini sangat kurang akrab dengan Al Qur’an. Surat-surat yang dibaca oleh para imam di masjid atau mushalla terbatas pada surat-surat di juz amma, sehingga surat lain menjadi asing di telinga kita. Kondisi ini telah berjalan bertahun-tahun tanpa ada usaha peningkatan.
Wajarlah jika generasi sekarang yang ingin menghafal Al-Qur’an harus berjuang ekstra keras, karena sang telinga tidak biasa dan terlatih sebelumnya mendengarkan ayat-ayat panjang.
Metode tarbiyah Rasulullah lebih banyak mengajak sahabat untuk langsung berinteraksi terhadap ayat-ayat Allah dengan frekuensi waktu yang cukup lama, dari pada mengajak mereka mendengarkan uraian-uraian yang panjang bertele-tele.
4. Menjauhkan mu’min dari aktivitas laghwu (tidak ada nilainya di sisi Allah)
Kembali kepada Al Qur’an adalah salah satu di antaranya. Dengan selalu membacanya apalagi menghafalnya, secara otomatis akan mendindingi kita dari perbuatan laghwu dan membuang-buang waktu. Seorang penghafal Al Qur’an dituntut untuk memiliki keterikatan yang tinggi dengan Al Qur’an, baik ketika ia dalam proses menghafal maupun ketika selesai menghafal.
5. Melestarikan budaya Salafus Shalih
Mereka memberikan perhatian dalam menghafal dan memahami Al-Qur’an. Proses mentahfizhkan anak-anak, mereka lakukan sejak dini. (Imam Syafi’i pd usia 10 th)
1.d.ii. Fadhail (keutamaan) Hifzhul Qur’an
1. Al-Qu’an menjanjikan kebaikan, berkah dan kenikmatan bagi penghafalnya
“Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari dan mengajarkan Al Qur’an.” (HR. Bukhari dan Muslim)
“Sesungguhnya orang yang di dalam dadanya tidak terdapat Al Qur’an bagaikan rumah yang rusak dan yang berpenghuni.” (HR. Atturmudzi)


2. Seorang hafizh Al Qur’an adalah orang yang mendapat Tasyrif nabawi (penghargaan khusus dari Nabi Saw.)
Rasulullah menimbang kepribadian seseorang tergantung kuantitas hafalan Qur’annya.
Diantaranya adalah perhatian yang khusus kepada para syuhada Uhud yang hafizh Al Qur’an Rasul mendahulukan pemakamannya.
“Adalah nabi mengumpulkan diantara dua orang syuhada’ Uhud kemudian beliau bersabda, “Manakah diantara keduanya yang lebih banyak hafal Al Qur’an, ketika ditunjuk kepada salah satunya, maka beliau mendahulukan pemakamannya di liang lahat.” (HR. Bukhari)
Pada kesempatan lain Nabi SAW., memberikan amanat pada para hafizh dengan mengangkatnya sebagai pemimpin delegasi.
“Telah mengutus Rasulullah SAW., sebuah delegasi yang banyak jumlahnya, kemudian Rasul mengetes hafalan mereka, kemudian satu per satu disuruh membaca apa yang sudah dihafal, maka sampailah pada Shahabi yang paling muda usianya, beliau bertanya, “Surat apa yang kau hafal? Ia menjawab, “Aku hafal surat ini … surat ini … dan surat Al Baqarah.” Benarkah kamu hafal surat Al Baqarah?” Tanya Nabii lagi. Shahabi menjawab, “Benar.” Nabi bersabda, “Berangkatlah kamu dan kamulah pimpinan delegasi.” (HR. Atturmudzi dan An Nasa’i)
Kepada hafizh Al Qur’an, Rasul SAW., menetapkan berhak menjadi imam shalat berjama’ah.
“Yang menjadi imam suatu kaum adalah yang paling banyak hafalannya.” (HR. Muslim)
3. Hifzhul Qur’an merupakan ciri orang yang diberi ilmu (QS> 29:49)
4. Hafizh Al Qur’an adalah keluarga Allah yang berada di atas bumi
“Sesungguhnya Allah mempunyai keluarga diantara manusia, para sahabat bertanya, “Siapakah mereka ya Rasulullah?” Rasul menjawab, “Para ahli Al Qur’an merekalah keluarga Allah dan pilihan-pilihan-Nya.” (HR Ahmad)
5. Menghormati seorang hafizh Al Qur’an berarti mengagungkan Allah
“Sesungguhnya termasuk mengagungkan Allah menghormati orang tua yang muslim, penghafal Al Qur’an yang tidak melampaui batas (di dalam mengamalkannya dan memahaminya) dan tidak menjauhinya (enggan membaca dan mengamalkannya) dan Penguasa yang adil.” (HR. Abu Daud)
6. Al-Qur’an akan menjadi penolong (syafa’at) bagi para penghafal
“Bacalah olehmu Al Qur’an, sesungguhnya ia akan menjadi pemberi syafa’at pada hari kiamat bagi para pembacanya (penghafalnya).” (HR. Muslim)
“Puasa dan Al Qur’an akan memberi syafa’at kepada seorang hamba pada hari kiamat, ibadah puasa itu akan berkata, “Ya Allah aku telah mencegahnya dari syahwat pada siang hari, maka izinkan aku memberi syafa’at kepadanya.” Dan akan berkata Al Qur’an, “Aku telah mencegahnya tidur pada malam hari, maka izinkan aku memberinya syafa’at.” (HR. Ahmad)
7. Hifzhul Qur’an akan meninggikan derajat manusia di Surga
“Akan dikatakan kepada shahib Al Qur’an, “bacalah dan naiklah serta tartilkan sebagaimana engkau dulu mentartilkan Al Qur’an di dunia, sesungguhnya kedudukanmu di akhir ayat yang kau baca.” (HR. Abu Daud dan Turmudzi)
8. Para penghafal Al Qur’an bersama para Malaikat yang mulia dan taat
“Orang yang membaca Al Qur’an sedangkan ia mahir bersama para malaikat yang mulia dan taat, dan orang yang membaca Al Qur’an sedangkan ia terbata-bata dan merasakan kesulitan, ia mendapat dua pahala.” (Mutafaqun ‘Alaih)
9. Bagi para penghafal kehormatan berupa tajul karamah (mahkota kemuliaan)
“Mereka akan dipanggil, “Dimana orang-orang yang tidak terlena oleh menggembala kambing dari membaca kitabku? Maka berdirilah mereka dan dipakaikan kepada salah seorang mereka mahkota kemuliaan, diberikan kepadanya kesuksesan dengan tangan kanan dan kekekalan dengan tangan kirinya. Jika kedua orang tuanya seorang muslim, maka keduanya akan diberi pakaian yang lebih bagus dari dunia dan seisinya, kedua orang tuanya akan mengatakan, “Bagaimana kami bisa mendapatkan ini? “Maka akan dijawab, “Ini karena anakmu berdua membaca Al Qur’an.” (HR. Attobarani)
10. Penghafal Al Qur’an adalah orang yang paling banyak mendapatkan pahala dari Al Quran
Untuk sampai tingkat hafal terus menerus tanpa ada yang lupa, seseorang memerlukan pengulangan yang banyak, baik ketika sedang atau selesai menghafal. Dan begitu sepanjang hayatnya sampai bertemu dengan Allah. Sedangkan pahala yang dijanjikan Allah adalah dari setiap hurufnya.
“Barangsiapa yang membaca satu huruf dari kitab Allah, maka mendapat hasanat dan tiap hasanat mempunyai pahala berlipat sepuluh kali. Saya tidak berkata: Alif lam mim itu satu huruf, tetapi Alif satu huruf, lam satu huruf dan mim satu huruf. (Attirmidzi)



1.d.iii. Persiapan dan cara menghafal Al-Qur’an
1. Merasakan keagungan Al Qur’an dan memiliki ihtimam (perhatian) terhadap Al Qur’an.
Mental ini sebagai penguat saat anda menghafal. Yakinkan diri bahwa anda sedang melakukan sesuatu yang sangat agung dan mulia, sesuai dengan keagungan Al Qur’an itu sendiri dan sanjungan Allah dan Rasul-Nya bagi orang yang menghafal Al Qur’an. Dengan mental ini anda akan merasakan tidak ada keterpaksaan ketika melakukan hifzhul Al Qur’an.
2. Pandai mengatur waktu
Kalau anda adalah calon hafizh Al Qur’an yang berjiwa da’i, tentunya anda memiliki banyak aktivitas. Namun kesungguhan anda dalam mengatur waktu insya Allah membuat anda mampu meluangkan waktu untuk hifzhul Al Qur’an. Anda harus siap untuk bekerja keras di tengah-tengah kesibukan yang selalu mendera. Kurangi waktu tidur atau waktu bersantai, bahkan bila perlu hiburan anda terdapat dalam hifzhul Qur’an.
Abdullah bin Mas’ud ra. : “Seyogyanya bagi seorang penghafal Al Qur’an dapat diketahui pada waktu malamnya, apabila manusia sedang tidur. (Ia berjaga untuk qiyamul lail dan tilawah Al Qur’an)”
Al Fudhail bin ‘Iyadh ra. : “Penghafal Al Qur’an adalah pembawa panji Islam, tidak pantas baginya bermain-main bersama orang-orang yang suka bermain, tidak lupa diri bersama orang yang lupa diri, tidak berkata yang laghwu (tidak ada nilainya) bersama orang-orang yang suka berkata laghwu. Itu semua perlu dilakukan untuk menjaga keagungan haq Al Qur’an.”
3. Tabah menghadapi masyaqat (kesulitan) menghafal
Perjalanan menuju cita-cita tersebut tidak semudah dan seindah yang anda bayangkan. Anda perlu bermental baja, tidak lekas futur apalagi putus asa.
Tabah dan sabar merupakan kunci sukses sebagian manusia untuk mencapai cita-cita yang sangat berat dilakukan oleh kebanyakan manusia, walaupun sesungguhnya pekerjaan itu tidak ada nilainya di sisi Allah. Kalau mereka bersabar dan tabah untuk aktivitas yang tidak ada nilainya, tentunya seorang penghafal Qur’an harus lebih sabar dari mereka mengingat Al Qur’an menjanjikan kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
1.d.iv. Teknik Menghafal
1. Teknik memahami ayat-ayat yang akan dihafal
2. Teknik mengulang-ulang sebelum menghafal
3. Teknik mendengarkan sebelum menghafal
4. Teknik menulis sebelum menghafal

Teknik apapun yang dilakukan tidak akan terlepas dari pembacaan yang berulang-ulang sampai anda dapat mengucapkannya tanpa melihat mushaf sedikitpun.

Teknik-teknik diatas hanyalah langkah awal yang sering dilakukan para penghafal Al Qur’an ketika memulai menghafal agar mendapat kemudahan. Sedangkan cara mana yang paling ideal tergantung dengan selera penghafal itu sendiri. Yang paling baik adalah yang membuat kita betah dan merasakan kenikmatan ketika menghafal.
1.d.v. Kegiatan Penunjang Menghafal Al-Qur’an
1. Bergaul dengan orang yang sedang/sudah hafal Al Qur’an
Suatu saat kondisi futur alias kelesuan ketika menghafal akan datang. Faktor penyebabnya dapat hadir dari dalam atau dari luar diri.
Dengan bergaul dengan orang-orang yang sedang atau yang sudah hafal Al Qur’an, akan membantu anda konsisten dalam program menghafal Qur’an. Anda bertanya, mengapa dia mampu sementara saya tidak? Selain itu mereka juga berfungsi sebagai pemberi motivasi saat kelesuan menghafal datang menghampiri.
2. Mendengarkan bacaan hafizh Qur’an
Hal ini sangat berpengaruh pada anda untuk tetap bersemangat dalam menghafal Al-Qur’an. Perhatikan bacaan sang hafizh, sejauh mana ia menerapkan hukum-hukum tilawah dengan baik, ghunnah-ghunnahnya, panjang pendeknya, dan lain sebagainya. Perhatikan irama bacaan yang dikumandangkan, bagaimanapun masalah irama sangat berpengaruh untuk menghasilkan tilawah dapat yang menarik orang lain agar tertarik dengan Al Qur’an. Irama yang bagus yang dikumandangkan oleh seorang pembaca yang ikhlas dan taqwa kepada Allah SWT., akan mempunyai dampak yang sangat besar bagi para pendengarnya. Kemampuan menguasai suatu irama dapat anda capai setelah anda mendengarnya berpuluh-puluh kali. Perhatikan juga kekhusyu’an sang hafizh dalam membacakan ayat-ayat Allah, ketika merasakan sedih, usahakan anda juga merasakan kesedihan yang sama, karena hal ini akan membekas saat anda membaca ayat yang telah didengar tadi. Perhatian anda yang besar untuk melakukan hal ini sangat membantu tercapainya kesuksesan menghafal Al Qur’an.
3. Mengulang hafalan bersama orang lain
Ketika anda tidak lancar dalam membaca hafalan, sementara teman anda lancar, anda akan segera mengetahui kualitas bacaan anda selama ini, atau bahkan terjadi sebaliknya anda akan lebih bersemangat lagi untuk melanjutkan program tahfizh ini.
4. Selalu membacanya dalam shalat
Membaca Al Qur’an pada waktu shalat, suasananya lain dibandingkan dengan ketika anda membacanya di luar shalat. Suasananya lebih menuntut keseriusan dan konsentrasi penuh, terutama ketika anda menjadi imam suatu shalat berjama’ah. Membaca hafalan dalam shalat, merupakan tujuan hifzhul Qur’an itu sendiri.
1.d.vi. Problematika Menghafal Al-Qur’an
1. Cinta dunia dan selalu sibuk dengannya
Orang yang terlalu asyik dengan kesibukan dunia, biasanya tidak akan siap untuk berkorban, baik waktu maupun tenaga, untuk mendalami Al Qur’an. Semakin sibuk dengan dunia, anda akan semakin penasaran untuk meraihnya lebih banyak lagi. Dan sebaliknya, semakin lama bersama Al Qur’an, anda akan semakin merasakan kenikmatan yang sulit digambarkan.
2. Tidak dapat merasakan kenikmatan Al Qur’an
Besar kecilnya kenikmatan membaca Al Qur’an sangat tergantung kepada kualitas keimanan dan ketaqwaan pembacanya kepada Allah SWT.
Orang yang tidak beriman kepada Allah, mereka tidak akan merasakan nikmatnya ayat-ayat Allah SWT., jangankan disuruh membaca, mendengarkannya saja tidak akan mau, bahkan mereka bersikap kecut serta menjauhkan diri. (QS. 17:45, 46)
3. Hati yang kotor dan terlalu banyak maksiat
Menghafal Al Qur’an tidak mungkin dilakukan oleh orang yang berhati kotor. Rasulullah SAW., menjelaskan bahwa maksiat dan dosa sangat mempengaruhi hati manusia sehingga tercemar.
Jika hati sudah kotor, maka cahay kebenaran iman, Al Qur’an dan hidayah tidak mampu menembus kegelapan hati. Demikian pula, kekufuran dan maksiat yang telah mendarah daging, tidak lagi mampu keluar dari sarangnya.
Imam Ad Dhahak mengatakan : “Tidaklah seseorang itu mempelajari Al Qur’an kemudian ia lupa, kecuali disebabkan oleh dosa yang telah diperbuatnya.”
Agar hati tetap bersih dan suci (saliim), sangat perlu bagi penghafal Al Qur’an untuk memperbanyak amal-amal shalih dan istighfar kepada Allah. Selain itu, banyak-banyaklah berdo’a kepada Allah SWT.
4. Tidak sabar, malas dan berputus asa
Kerja keras dan kesabaran sesungguhnya telah menjadi karakteristik Al Qur’an itu sendiri. Isi Al Qur’an mengajak anda untuk menjadi orang yang aktif dalam hidup di dunia ini.
Karena itu sebelum menghafal anda harus meyakini benar-benar tujuan dan fadhilah menghafal. Apalagi jika anda seorang da’iyah, ini amat berpengaruh terhadap perkembangan dakwah.
5. Niat yang tidak ikhlas
6. Lupa
Seharusnya anda tidak menjadikan masalah ini masalah besar, yang penting bagi anda adalah ber-istiqamah. Suatu saat anda akan merasakan bahwa setelah anda hafal beberapa ayat/surat anda akan lupa, kemudian diulang lagi. Suatu saat, anda pun akan merasakan bahwa frekuensi lupa akan berkurang. Untuk sampai pada kondisi ini memerlukan proses, waktu dan istiqomah.
Lupa dalam menghafal dapat dibagi menjadi lupa manusiawi atau alami dan lupa karena keteledoran. Lupa yang alami adalah lupa yang biasa dialami ketika hafalannya berproses sampai menjadi hafalan. Sedangkan lupa karena keteledoran bersumber dari penghafal sendiri. Pada hakikatnya tidak akan terjadi lupa, kecuali karena tidak mau membaca lagi hafalannya, sesuai dengan frekuensi bacaannya.
7. Pengulangan yang sedikit
Terkadang ketika menghafalkan, anda merasa kesusahan dalam merekam ayat-ayat yang sedang dihafal. Sebenarnya, hal itu merupakan masalah yang sangat kecil. Ketahuilah bahwa frekuensi waktu dan pengulangan ayat-ayat yang anda lakukan masih sangat sedikit.


8. Tidak ada Muwajjih (pembimbing)
Muwajjih dalam dunia hifzhul Qur’an keberadaannya akan selalu memberi semangat kepada anda. Penghafal yang tanpa pembimbing dapat dipastikan banyak jatuh kesalahan dalam menghafal, dan biasanya kalau sudah salah akan susah diluruskan.
1.d.vii. Adab bagi Penghafal Al-Qur’an
Agar Al Qur’an ini mewarnai kehidupan anda, dan tidak mencelakakan anda pada hari kiamat, ikutilah beberapa adab bagi hafizh Al Qur’an berikut ini :
1. Selalu menjaga keikhlasan karena Allah dan menjaga diri dari riya’
2. Menjaga diri dari laghwu dan selalu bersegera melakukan ketaatan kepada Allah
3. Tawadhu’, jangan merasa dirinya lebih baik dari orang lain
“Diantara kalian nanti akan muncul sekelompok orang yang memandang rendah shalat kalian bersama shalat mereka, puasa kalian bersama puasa mereka, dan amal kalian bersama amal mereka. Mereka membaca Al Qur’an tetapi Al Qur’an itu tidak sampai melewati tenggorokan mereka, mereka keluar dari Islam, seperti keluarnya anak panah dari busurnya.” (HR. Bukhari)
4. Berhati-hati dari tergelincir kepada maksiat
5. Banyak berdo’a kepada Allah agar Al Qur’an menuntunnya ke Jannah
Mengingat sangat mungkin justru Al Qur’an itu akan mengantarkan kita ke neraka
“Al Qur’an itu merupakan buki menguntungkan kamu (sehingga mengawalmu ke surga) atau bukti yang mencelakakan kamu (sehingga menyeretmu ke neraka).” (HR. Muslim, Ahmad dan Abu Majah)
6. Selalu bersama Al Qur’an sampai dia menghadap Allah
Sehingga hafalannya terjaga dari lupa. Dikhawatirkan orang yang melupakan Al Qur’an termasuk orang yang berpaling dari Al Qur’an. (QS. 20:124)

Maraji’
Imam Nawawi, Tarjamah Riadhus Shalihin II
Sa’id Hawwa, Tazkiyatun Nafs
Muhammad Abdul Halim Mahmud, Karakteristik dan Perilaku Tarbiyah
Abdul Aziz Abdul Rauf, Al Hafizh (Kiat Hafidz Qur’an Da’iyah)


 

Gerak


Jika dalam posisi itu,kelemahan n ketidakberdayaan menghantui anda.Maka anda harus bergerak menjauh.Jika mungkin,larilah! Setidaknya anda berusaha untuk tidak membiarkan kedua penyakit itu akan menjadi parasit bagi anda.
ketahuilah,setiap gerak itu ada perubahan.Ada kekuatan dan pengharapan.Dan terkadang gerak itu akan menjelma menjadi sebuah keharusan.Seperti geraknya islam dari mekkah ke madinh!!

 

Coccyx (tulang Sulbi / Tungging)






Senin, 11/05/2009 11:12 WIB Cetak | Kirim | RSS

Oleh Dr. Mohamad Daudah


Coccyx (tulang sulbi) adalah tulang terbawah dari vertebral column (tulang punggung). Disebutkan dalam banyak hadits bahwa tulang ini adalah asal mula manusia, bahwa dari tulang inilah mereka akan dibangkitkan pada hari Kiamat, dan bahwa tulang ini tidak hancur di dalam tanah.

Hadits-Hadits Nabi Saw:

1. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasul saw bersabda, ‘Semua bagian tubuh anak Adam akan dimakan tanah kecuali tulang sulbi yang darinya ia mulai diciptakan dan darinya dia akan dibangkitkan.’ (HR Bukhari, Nasa’i, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad in Musnad-nya, dan Malik in kitab al-Muwaththa’).

2. Diriwayatkan Abu Hurairah bahwa Rasul saw bersabda, ’Ada satu tulang pada anak Adam yang tidak dimakan tanah.’ Mereka bertanya, ‘Apa itu, ya Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Tulang sulbi.’ (HR Bukhari, Nasa’i, Abu Daud, Ibnu Majah, Ahmad dalam kitabnya al-Musnad, and Malik dalam kitabnya al-Muwaththa’).

Jadi, hadits-hadits tersebut jelas dan memuat fakta-fakta sebagai berikut:
1. Manusia diciptakan mulai dari tulang sulbi.
2. Tulang sulbi tidak hancur.
3. Pada hari Kiamat, kebangkitan manusia bermula dari tulang sulbi.

Tahap-Tahap Pembentukan Janin

Ketika sperma membuahi ovum, maka pembentukan janin dimulai. Ovum yang telah terbuahi atau disebut zigot itu terbelah menjadi dua sel, dan masing-masing sel itu membelah menjadi dua sel lagi. Pembelahan dan perkembangan sel itu berlangsung hingga terbentuknya embryonic disk (lempengan embrio) yang memiliki dua lapisan.

Tulang Punggung dan Tulang Sulbi:

• External Epiblast yang terdiri dari cytotrophoblasts yang menyuplai makanan embrio pada dinding uterus, dan menyalurkan nutrisi dari darah dan cairan kelenjar pada dinding uterus.

• Internal Hypoblast: Dimulai sejak janin terbentuk dengan ijin Allah. Pada hari ke-15, lapisan sederhana muncul pada bagian belakang embrio dengan bagian belakang yang tirus, dan disebut primitive node (gumpalan sederhana).

Sisi unsur primitif yang muncul itu diketahui sebagai bagian belakang dari embrio. Dari unsur primitif dan gumpalan sederhana ini seluruh jaringan dan organ janin terbentuk sebagai berikut:

• Ectoderm, membentuk kulit dan sistem syaraf pusat.

• Mesoderm, membentuk otok halus sistim digestive (pencernaan), otot skeletal (kerangka), sistem sirkulasi, jantung, tulang pada bagian kelamin, dan sistem urine (selain kandung kemih), jaringan subcutaneous, the sistem limpa, limpa, dan kulit luar.

• Endoderm membentuk lapisan pada sistim digestive, sistem pernafasan, organ-organ yang berhubungan dengan sistim digestive (seperti liver and pankreas), kandung kemih, kelenjar thyroid (gondok), dan saluran pendengaran.

Jadi, lapisan dan gumpalan sederhana itu merupakan tulang sulbi yang dijelaskan Nabi saw kepada kita. Cacat pada janin merupakan bukti bahwa tulang sulbi itu mengandung sel-sel induk bagi seluruh jaringan manusia.

Kesimpulannya, tulang sulbi itu merupakan gumpalan sederhana, dan ia bisa berkembang dengan menghasilkan tiga lapisan yang membentuk janin: ectoderm, mesoderm and endoderm. Ia juga membentuk seluruh organ tubuh..



Tulang Sulbi tidak Bisa Hancur:

Berbagai riset menemukan bahwa pembentukan dan pengorganisasian sel-sel janin itu ditopang sepenuhnya oleh lapisan dan gumpalan sederhana, dan sebelum pembentukannya tidak ada diferensiasi sel-sel. Salah seorang peneliti terkemuka yang membuktikan hal ini adalah ilmuwan Jerman yang bernama Hans Spemann.

Setelah melakukan eksperimen-eksperimen terhadap lapisan dan gumpalan sederhana yang mengatur penciptaan janin, dan karena itu ia menyebutnya ‘primary organizer’, maka ia memotong bagian ini dari satu janin dan mengimplantasinya (cangkok) pada janin lain pada tahapan permulaan embrio (minggu ketiga dan keempat). Upaya ini membawa kepada pembentukan janin skunder pada guest body (organ tamu) segera sesudah pencampuran dan pembentukan yang ditopang oleh sel-sel tamu pada implantasi itu.

Ilmuwan Jerman tersebut memulai eksperimennya pada ampibi dengan melakukan implantasi primary organiser pada janin kedua, yang mengakibatkan perkembangan embrio skunder.

Pada tahun 1931, ketika Spemann memotong ‘primary organiser’ dan mengimplantasinya, maka potongan itu tidak memengaruhi eksperiman lagi, sementara embrio skunder itu tetap berkembang.
Pada tahun 1933, Spemann dan ilmuwan lain mengadakan eksperimen yang sama, tetapi kali ini primary organiser itu dipanaskan. Embrio sekunder itu tetap berkembang meskipun primary organiser itu dipanaskan, dan itu menunjukkan bawha sel-sel tersebut tidak terpengaruh. Pada tahun 1935, Spemann dianugerahi Nobel atas penemuannya tentang Primary Organiser tersebut.


Dr Othman Al Djilani dan Syaikh Abdul Majid melakukan beberapa eksperimen terhadap tulang sulbi pada bulan Ramadhan 1423 di Rumah Sheikh Abdul Majid Azzandani, di Sanaa, Yaman.

Keduanya memanggang tulang punggung berikut tulang sulbi dengan gas selama sepuluh menit hingga benar-benar terbakar (tulang-tulang berubah merah lalu hitam). Kemudian keduanya meletakkan potongan-potongan yang telah gosong itu pada kotak steril, dan membawanya ke laboratorim analisa terkenal di Sanaa (Al Olaki Laboratory). Dr al Olaki, the professor bidang histologi dan pathologi di Sanaa University, menganalisa potongan-potongan tersebut dan menemukan bahwa sel-sel pada jaringan tulang coccyx tidak terpengaruh, dan ia dapat bertahan terhadap pembakaran (hanya otot, jaringan lemak, dan sel-sel sumsum tulang saja yang terbakar, sementara sel-sel tulang tidak terpengaruh).
 

Rahasia Ubun-ubun dalam Alquran

Rahasia Ubun-ubun dalam Alquran
Rabu, 09/12/2009 10:12 WIB Cetak | Kirim | RSS

Oleh Syaikh Zindani

Gambar otak manusia bagian depan yang disebut Allah dalam Al Qur’an Al Karim dengan kata nashiyah (ubun-ubun).

Al-Qur’an menyifati kata nashiyah dengan kata kadzibah khathi’ah (berdusta lagi durhaka). Allah berfirman, “(Yaitu) ubun-ubun yang mendustakan lagi durhaka.” (Al-‘Alaq: 16)

Bagaimana mungkin ubun-ubun disebut berdusta sedangkan ia tidak berbicara? Dan bagaimana mungkin ia disebut durhaka sedangkan ia tidak berbuat salah?

Prof. Muhammad Yusuf Sakr memaparkan bahwa tugas bagian otak yang ada di ubun-ubun manusia adalah mengarahkan perilaku seseorang. “Kalau orang mau berbohong, maka keputusan diambil di frontal lobe yang bertepatan dengan dahi dan ubun-ubunnya. Begitu juga, kalau ia mau berbuat salah, maka keputusan juga terjadi di ubun-ubun.”

Kemudian ia memaparkan masalah ini menurut beberapa pakar ahli. Di antaranya adalah Prof. Keith L More yang menegaskan bahwa ubun-ubun merupakan penanggungjawab atas pertimbangan-pertimbangan tertinggi dan pengarah perilaku manusia. Sementara organ tubuh hanyalah prajurit yang melaksanakan keputusan-keputusan yang diambil di ubun-ubun.

Karena itu, undang-undang di sebagian negara bagian Amerika Serikat menetapkan sanksi gembong penjahat yang merepotkan kepolisian dengan mengangkat bagian depan dari otak (ubun-ubun) karena merupakan pusat kendali dan instruksi, agar penjahat tersebut menjadi seperti anak kecil penurut yang menerima perintah dari siapa saja.

Dengan mempelajari susunan organ bagian atas dahi, maka ditemukan bahwa ia terdiri dari salah satu tulang tengkorak yang disebut frontal bone. Tugas tulang ini adalah melindungi salah satu cuping otak yang disebut frontal lobe. Di dalamnya terdapat sejumlah pusat neorotis yang berbeda dari segi tempat dan fungsinya.

Lapisan depan merupakan bagian terbesar dari frontal lobe, dan tugasnya terkait dengan pembentukan kepribadian individu. Ia dianggap sebagai pusat tertinggi di antara pusat-pusat konsentrasi, berpikir, dan memori. Ia memainkan peran yang terstruktur bagi kedalaman sensasi individu, dan ia memiliki pengaruh dalam menentukan inisiasi dan kognisi.

Lapisan ini berada tepat di belakang dahi. Maksudnya, ia bersembunyi di dalam ubun-ubun. Dengan demikian, lapisan depan itulah yang mengarahkan sebagian tindakan manusia yang menunjukkan kepribadiannya seperti kejujuran dan kebohongan, kebenaran dan kesalahan, dan seterusnya. Bagian inilah yang membedakan di antara sifat-sifat tersebut, dan juga memotivasi seseorang untuk bernisiatif melakukan kebaikan atau kejahatan.

صورة للبروفسور كيث ال مور عالم الأجنة الكندي

Ketika Prof. Keith L Moore melansir penelitian bersama kami seputar mukjizat ilmiah dalam ubun-ubun pada semintar internasional di Kairo, ia tidak hanya berbicara tentang fungsi frontal lobe dalam otak (ubun-ubun) manusia. Bahkan, pembicaraan merembet kepada fungsi ubun-ubun pada otak hewan dengan berbagai jenis. Ia menunjukkan beberapa gambar frontal lobe sejumlah hewan seraya menyatakan, “Penelitian komparatif terhadap anatomi manusia dan hewan menunjukkan kesamaan fungsi ubun-ubun.

Ternyata, ubun-ubun merupakan pusat kontrol dan pengarauh pada manusia, sekaligus pada hewan yang memiliki otak. Seketika itu, pernyataan Prof. Keith mengingatkan saya tentang firman Allah, “Tidak ada suatu binatang melata pun melainkan Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus.” (Hud: 56)

Beberapa hadits Nabi SAW yang bericara tentang ubun-ubun, seperti doa Nabi SAW, “Ya Allah, sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, anak hamba laki-laki-Mu dan anak hamba perempuan-Mu, ubun-ubunku ada di tangan-Mu…”

Juga seperti doa Nabi SAW, “Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan setiap sesuatu yang Engkau pegang ubun-ubunnya…”

Juga seperti sabda Nabi SAW, “Kuda itu diikatkan kebaikan pada ubun-ubunnya hingga hari Kiamat.”

Apabila kita menyandingkan makna nash-nash di atas, maka kita menyimpulkan bahwa ubun-ubun merupakan pusat kontrol dan pengendali perilaku manusia, dan juga perilaku hewan.

Makna Bahasa dan Pendapat Para Mufasir:

Allah berfirman,


كَلَّا لَئِنْ لَمْ يَنْتَهِ لَنَسْفَعَ بِالنَّاصِيَةِ(15)نَاصِيَةٍ كَاذِبَةٍ خَاطِئَةٍ(16)

“Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya Kami tarik ubun-ubunnya, (yaitu) ubun-ubun orang yang berdusta lagi durhaka.” (Al-‘Alaq: 15-16)

Kata nasfa’ berarti memegang dan menarik. Sebuah pendapat mengatakan bahwa kata ini terambil dari kalimat safa’at asy-syamsu yang berarti matahari mengubah wajahnya menjadi hitam. Sementara kata nashiyah berarti bagian depan kepala atau ubun-ubun.

Mayoritas mufasir menakwili ayat bahwa sifat bohong dan durhaka itu bukan untuk ubun-ubun, melainkan untuk empunya. Sementara ulama selebihnya membiarkannya tanpa takwil, seperti al-Hafizh Ibnu Katsir.
Dari pendapat para mufasir tersebut, jelas bahwa mereka tidak tahu ubun-ubun sebagai pusat pengambilan keputusan untuk berbuat bohong dan durhaka. Hal itu yang mendorong mereka untuk menakwilinya secara jauh dari makna tekstual. Jadi, mereka menakwili shifat dan maushuf (yang disifati) dalam firman Allah, “Ubun-ubun yang dusta lagi durhaka” itu sebagai mudhaf dan mudhaf ilaih. Padahal perbedaan dari segi segi bahasa antara shifat dan maushuf dengan mudhaf dan mudhaf ilaih itu sangat jelas.

Sementara mufasir lain membiarka nash tersebut tanpa memaksakan diri untuk memasuki hal-hal yang belum terjangkau oleh pengetahuan mereka pada waktu itu.

Sisi-Sisi Mukjizat Ilmiah:

Prof. Keith L Moore mengajukan argumen atas mukjizat ilmiah ini dengan mengatakan, “Informasi-informasi yang kita ketahui tentang fungsi otak itu sebelum pernah disebutkan sepanjang sejarah, dan kita tidak menemukannya sama sekali dalam buku-buku kedokteran. Seandainya kita mengumpulkan semua buku pengobatan di masa Nabi SAW dan beberapa abad sesudahnya, maka kita tidak menemukan keterangan apapun tentang fungsi frontal lobe atau ubun-ubun. Pembicaraan tentangnya tidak ada kecuali dalam kitab ini (al-Qur’an al-Karim). Hal itu menunjukkan bahwa ini adalah ilmu Allah yang pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu, dan membuktikan bahwa Muhammad adalah Utusan Allah.

Pengetahuan tentang fungsi frontal lobe dimulai pada tahun 1842, yaitu ketika salah seorang pekerja di Amerika tertusuk ubun-ubunnya stik, lalu hal tersebut memengaruhi perilakunya, tetapi tidak membahayakan fungsi tubuh yang lain. Dari sini para dokter mulai mengetahui fungsi frontal lobe dan hubungannya dengan perilaku seseorang.

Para dokter sebelum itu meyakini bahwa bagian dari otak manusia ini adalah area bisu yang tidak memiliki fungsi. Lalu, siapa yang Muhammad SAW bahwa bagian dari otak ini merupakan pusat kontrol manusia dan hewan, dan bahwa ia adalah sumber kebohongan dan kesalahan.

Para mufasir besar terpaksa menakwili nash yang jelas bagi mereka ini karena mereka belum memahami rahasianya, dengan tujuan untuk melindungi Al Qur’an dari pendustaan manusia yang jahil terhadap hakikat ini di sepanjang zaman yang lalu. Sementara kita melihat masalah ini sangat jelas di dalam Kita Allah dan Sunnah Rasulullah SAW, bahwa ubun-ubun merupakan pusat kontrol dan pengarah dalam diri orang dan hewan.

Jadi, siapa yang memberitahu Muhammad SAW di antara seluruh umat di bumi ini tentang rahasia dan hakikat tersebut? Itulah pengetahuan Allah yang tidak datang kepadanya kebatilan dari arah depan dan belakangnya, dan itu merupakan bukti dari Allah bahwa Al Qur’an itu berasal dari sisi-Nya, karena ia diturunkan dengan pengetahuan-Nya.
 

TAFAKUR menjadi ULIL ALBAB

Pada suatu hari, Bilal r.a mendapati Rasulullah sedang menangis tersedu-sedu diakhir malam. Tangisannya begitu meledak, begitu menghawatirkan seseorang yang mendengarnya, begitu membuat hati ini terkejut dan membuat penasaran ada apa gerangan terjadi. Adalah sama seperti yang dialami oleh Bilal bin Rabah, sahabat yang menjadi mulia setelah datang cahaya Islam. Bilal sungguh mencintai beliau dengan segenap perasaan, sepenuh cinta itu tidak mungkin tega melihat kekasihnya berada dalm keadaan kondisi seperti itu.
Kemudian memberanikan diri lalu bertanya dengan suara yang lembut,”Wahai Rasululloh, gerangan apakah yang membuat engkau menangis seperti ini? kemudian Rasulullah menjawab,”Baru saja jibril datang kepadaku dengan membawa wahyu dari Allah. Ternyata wahyu itu membuat Rasulullah menangis tidak seperti sebelumnya.
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi(lalu berdoa), ‘Ya Tuhan Kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari azab api neraka.’ (Ali Imran 3:190-191)

Begitu menghantam hati ini jika kita memahami ayat itu, begitu membuat hati bergetar…menyempit, nafas terasa sesak tidak karuan. Apalagi pemahaman Rasulullah tentu jauh melampau demensi keimanan itu yang kita terima
Kenapa Rasulullah terkesima dengan ayat itu?
Ada sebagian orang yang begitu dekat dengan agama, tekun membaca kitab-kitab gundul, mengahfal al-Qur’an dan hadist, tapi terkadang mereka lupa hakikat sebenarnya apa makna tersirat yang dimaksudkan Allah dalam semua perintah itu…
Ada pula sebagian orang yang mereka tidak sebegitu dekat seperti tipe pertama, tapi mereka memahami dengan jauh maksud Allah yang tersurat maupun tersirat yang Allah tunjukan…
Ada sebagian orang yang merasa puas dengan kondisi seprti tipe pertama, sehingga mereka mengacuhkan dan terus mencurahkan pikirannya dan terkadang mereka lupa bahawa Allah terkadang memahamkan seseorang itu melalui ayat kauniah…
Ada pula sebagian orang yang merasa puas tipe kedua sehingga mereka mengabaikan Al-Qur’an dan sunnah sehingga mereka berpikiran terlalu menghabiskan waktu untuk seperti itu…
Subhanallah….
Ya tafakkur…
Ilmu Allah adalah tidak ganjil,seimbang. Itu bisa mempertajam bidang yang lainnya, ia bisa menjadi hujjah antara ilmu satu dengan yan lainnya. Terkadang kita merasa puas dengan keadaan kita sekarang, puas dengan nikmat Allah yang telah diberikan, merasa puas dan kita sering berfikir salah terhadap sykukur itu. dan tentunya kita akan menjadi sholeh yang tidak sebatas diri sendiri, tapi juga membentuk keshalihan umat yang tentunya ilmu itu berguna bagi orang lain.
Aktivitas berpikir manusia mengarahkan perilaku dan tindakan luarnya. Apa yang dipikirkan, dirasakan, direspon dan diketahui manusia pada tingkat perasaanlah yang membentuk gambarannya terhadap kehidupan, mewarnai keyakinan dan nilai-nilai hidupnya dan mengarahkan perilaku-perilaku luarnya. Tiap sifat yang ada dalam hati akan menampakkan pengaruhnya pada anggota tubuh.
Jika kita menggabungkan semua unsur dalam bertafakur, maka terciptalah di mind kita sebuah gambaran yang menuntut suatu gerak, karena sebuah pikiran tidak sukses jika kita hanya megumpulkan tidak menyebarkan,…mejadi insane luar bisa.
Maksud inilah mungkin yang Allah inginkan pada hambanya, (Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi(lalu berdoa), ‘Ya Tuhan Kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari azab api neraka.
Orang yang beriman itu adalah selalu berpikir dalam tiap langkah kehidupannya, tiap detik, tiap helaan nafas, tiap kedipan mata tentang semua penciptaan langit dan bumi. Ketika mereka lihat ciptaan Allah, merenung mengapa ini diciptakan?mengapa ini ada? Semuanya itu akan berakhir dengan ucapan penghancur kesombongan, pengsadar akan hakikat jiwa bahwa,” Ya Tuhan Kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari azab api neraka.
Mereka tersungkur tunduk pasrah,basah janggut dan jubah-jubah mereka, lidah mereka kelu, dan sungguh semakin tersadar bahwa penciptaan ini tidak sia-sia….
Saudaraku…
Jika kita mau belajar bertafakur, ada point-point yang tidak boleh dihilangkan untuk menjadi ulil albab. Begitulah Al-qur’an mengajarkan.
 Sisi pemikiran (fikri)
 Sisi perasaan (‘athifi)
 Sisi emosi (infi’ali)
 Sisi pengetahuan (idraki)

Keempat point diatas, mengantarkan dan menghasilkan sebuah pemahaman bagaimana langkah-langkah kita dalam berafakur, diantaranya:

 Tahap pertama : As-Syuhud (penyaksian)
Tafakur berawal dengan pengetahuan-pengetahuan yang diperoleh melalui persepsi langsung, dengan panca indra. Juga dengan cara tidak langsung (seperti fenomena berkhayal)
Umumnya pengetahuan-pengetahuan ini tidak memiliki keterkaitan dengan segi-segi perasaan dan emosi.

 Tahap kedua : Tadzawwuq (merasakan, menikmati)
Yaitu bila manusia mencoba mengamati objek tafakurnya lebih jauh dengan memperhatikan keindahan karakternya, keapikan pen-ciptaannya, maupun kekuatan & keagungannya. Kadang hati berge-tar karenanya, tak peduli apakah itu hati orang mukmin atau kafir.
Rasa takjub akan keindahan dan keagungan ciptaan Allah maupun perasaan akan kelemahan fisik dan jiwa yang ada dalam diri manusia, adalah satu fitrah yang telah ditanamkan Allah dalam diri manusia agar ia mau memperhatikan langit dan bumi.
Tetapi kadang pula tadzawwuq itu bersifat emosional dan negatif sehingga tafakur terhadap hikmah dari pemandangan-pemandangan negatif tersebut justru membuat orang yang bertafakur ingin menjauhinya, merasa takut atau merasa jijik dengannya.
Pemandangan-pemandangan seperti itu mengajak manusia untuk bertafakur dan i’tibar (mengambil pelajaran) dengan cara yang berbeda dengan tafakur yang biasa menggunakan metode tadzawwuq yang penuh kedamaian. Dan bisa jadi pemandangan tersebut memberikan pengaruh yang jauh lebih besar dibandingkan dengan metode tadzawwuq yang penuh kedamaian.
 Tahap ketiga
Yaitu apabila dengan perasaan diatas, manusia berpindah menuju Sang Khaliq, maka ia mendapat tambahan kekhusyukan mengenal Allah beserta seluruh sifat-Nya yang agung.
Pada umumnya, orang mukmin yang telah sampai kepada tahapan kedua, pasti akan bergerak – dengan segala perasaannya yang bergelora itu – menuju Sang Pencipta dan Pengatur Yang Mahasuci. Ia juga akan merasakan bahwa disinya hina dan kekuatannya begitu lemah di hadapan ayat-ayat kauni (alam) yang disaksikannya di langit dan di bumi.
 Tahap keempat
Yaitu dimana tafakur telah menjadi kebiasaan yang mengakar dalam dirinya. Sebelumnya, perenungan semacam ini hanya dapat ia peroleh karena adanya pengalaman-pengalaman yang berkesan dan kejadian-kejadian unik dari lingkungannya. Secara bertahap, seiring dengan makin banyaknya waktu yang ia habiskan dalam merenung, aktivitasnya ini akan makin menguat. Segala sesuatu yang dulunya tampak biasa, kini berubah menjadi sumber kekayaan baginya dalam berpikir, menghadirkan rasa khusyuk dan perenungan terhadap berbagai nikmat Allah.
Saat itu, bila pandangannya jatuh pada satu makhluk, maka makhluk itu menjadi petunjuk baginya untuk mengenal Penciptanya beserta seluruh sifat-Nya yang sempurna dan agung.





 

ANTARA KENANGAN DAN RASA

ANTARA KENANGAN DAN RASA
Jika kita mempunyai pengalaman,suatu peristiwa, suatu kenangan masa kemarin, selalu saja menimbulkan ruangan tersendiri. Dengan mudah kita memaksakan diri untuk sekedar merenung (walau hanya sebentar) untuk mengenang kenangan itu. Dan ini tidak berlaku yang terbaik saja, bahkan kenangan-kenanagan yang buruk pun terkadang kita rindukan.
Dan tentunya ada sesuatu disana. Ada energi disana. Ada ketenangan disana. Ada obat disana. Berharap akan mendapatkan “sesuatu disana”. Berharap akan pengulangan kenangan itu dengan berhias dan bersolek yang lebih indah dan menawan. Masa lalu itu membawaku pikirank terjun dan bahkan melayang dengan membawa segudang isyarat,”Carilah Ibrah disana”.
Ia sudah terjadi, teringat perkataan Imam Ghazali,”…hal yang paling jauh adalah waktu yang lalu! Ataupun dr Aidh Al-Qarni mewanti-wantikan supaya hati-hati dalam pengenangan masa lalu. Disana pula ada racun, disana pula ada perangsang pesimis juga pembuat futur.
Saudaraku….
Terkadang kita lalai dalam kehidupan ini, terkadang pula stigma yang kita paparkan dalam kenangan itu terlalu memaksa, terlalu mengkebiri, terlalu tergesa-tergesa. Padahal ada rahasia didalamnya, ada mutiara dan cahaya didalamnya. Rahasia itu telah tersusun diantara jarak dan waktu. Sedikit saja melenceng dari sana, ia akan menemukan pandangan-pandangan negative. Karena mutiara itu berada diantara sampah-sampah yang mengandung berbagai macam virus yag siap menghantam.
Ambilah dan kenanglah kenangan itu, perasaan itu, yang tidak terikat oleh ruang dan waktu. Bawalah kenangan itu supaya meresap dengan kenangan yang ada sekarang. Jangan buang kenangan itu dikarenakan ada kenangan lain, tapi simpanlah dan kenanglah ia. Karena boleh jadi, kenangan yang baru itu akan mengusik yang lama, sedang yang lama akan iri dan dengki dengan yang baru.
Jikalau bisa, satukanlah. Lihatlah bagaimana Rasulullah menyatukan kenangan - kenangan istri-istri beliau. Bagi Rasulullah rasa cemburu itu bukan penyakit, tapi sumber cinta. Kecewa yang akan terjadi, bahkan ada semacam sedih yang berkepanjangan bila membuang kenangan dulu dengan kenangan sekarang. Karena Ternyata kenangan sekarang itu perlahan-lahan hilang karena semboyan yang mereka acungkan,”Rasa ada karena sebab, dan akan hilang bersama hilangnya sebab itu.” . jauh dan sangat jauh. Seketika itu pula kita akan berlari ke kenangan yang dulu. Sungguh ianya juga telah hilang bersama lenyapnya kenangan sekarang.
Seperti itu keadaannya. Bila itu terjadi pada kita, semboyan yang paling tepat kita bawa adalah Rasa ada karena sebab, dan akan hilang bersama hilangnya sebab itu.
Berpikir yang mendalam, pahami semboyan itu, maka kelak kita akan kembali menyucikan diri dengan tema “rasa/ kenangan”. Dan yakinlah ada satu kesimpulan paling agung yang jika ingin mencari solusinya, jangan membawa kenangan itu karena sebab. Dan tentunya itu tidak akan pernah terjadi kecuali engkau berkenangan bersama Allah.



 
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Refleksi Syah Dasrun - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger