Kalah

Banyak orang merasa berat ketika diawal untuk melangkah,untuk memulai,untuk mencoba. Sebenarnya,itu wajar dan tidak usah terlalu dipermasalahkan. Tapi sejarahpun membuktikan, masalah itu beralih dari ketidak wajaran menjadi penentu kehidupan n kemajuan baik individu maupun kelompok. Inilah pandangan anis mata yg berujar,"Banyak orang yg memiliki harapan n ide,tapi mereka kalah dengan awal melangkah...
to be contin
 

Hadirkan hati saat membaca kitab Rabb-Mu

Hadirkan Hatimu, Saat Membaca Kitab Rabbmu

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu 'anhu seorang shahabat yang mulia, berkisah: “Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepadaku: ‘Bacakanlah Al-Qur`an untukku.’ Aku bertanya heran: ‘Wahai Rasulullah, apakah aku membacakan untukmu sementara Al-Qur`an itu diturunkan kepadamu?’ Beliau menjawab: ‘Iya, bacalah.’ Aku pun membaca surat An-Nisa` hingga sampai pada ayat:

فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيْدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلىَ هَؤُلاَءِ شَهِيْدًا

“Maka bagaimanakah jika Kami mendatangkan seorang saksi bagi setiap umat dan Kami mendatangkanmu sebagai saksi atas mereka itu.” (An-Nisa’: 41)
Beliau bersabda: ‘Cukuplah.’ Aku menengok ke arah beliau, ternyata aku dapati kedua mata beliau basah berlinang air mata.”1
Saudariku muslimah, semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala merahmatimu! Demikianlah keadaan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika membaca Al-Qur`an dan mendengarkannya. Sementara beliau adalah orang yang paling tahu kandungan Al-Qur`an serta paling paham maknanya. Beliau juga adalah orang yang telah diampuni dosa-dosanya. Namun bersamaan dengan itu, beliau tetap tersentuh hatinya kala mendengarkan bacaan Al-Qur`an. Bahkan, beliau pernah shalat dalam keadaan dada beliau bergemuruh karena isak tangis saat membaca surat Al-Qur`an2.
Allah Subhanahu wa Ta'ala memang telah menyebutkan kandungan Al-Qur`an berupa janji dan ancaman, kisah surga dan kenikmatannya berikut neraka dengan azabnya. Yang kesemua itu mestinya menggugah ambisi untuk menggapai surga-Nya dan menangis karena takut akan neraka beserta azabnya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

اللهُ نَزَّلَ أَحْسَنَ الْحَدِيْثِ كِتَابًا مُتَشَابِهًا مَثَانِيَ تَقْشَعِرُّ مِنْهُ جُلُوْدُ الَّذِيْنَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ ثُمَّ تَلِيْنُ جُلُوْدُهُمْ وَقُلُوْبُهُمْ إِلَى ذِكْرِ اللهِ ذلِكَ هُدَى اللهِ يَهْدِي بِهِ مَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُضْلِلِ اللهُ فَمَا لَهُ مِنْ هَادٍ

“Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik yaitu Al-Qur`an yang serupa ayat-ayatnya lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Rabb mereka, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu berzikir (mengingat) Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu, Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada seorang pun pemberi petunjuk baginya.” (Az-Zumar: 23)
Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memuji suatu kaum dalam firman-Nya:

قُلْ آمِنُوا بِهِ أَوْ لاَ تُؤْمِنُوا إِنَّ الَّذِيْنَ أُوتُوا الْعِلْمَ مِنْ قَبْلِهِ إِذَا يُتْلَى عَلَيْهِمْ يَخِرُّوْنَ لِلأَذْقَانِ سُجَّدًا. وَيَقُوْلُوْنَ سُبْحَانَ رَبِّنَا إِنْ كَانَ وَعْدُ رَبِّنَا لَمَفْعُوْلاً. وَيَخِرُّوْنَ لِلأَذْقَانِ يَبْكُوْنَ وَيَزِيْدُهُمْ خُشُوْعًا

“Katakanlah (wahai Muhammad): ‘Berimanlah kalian kepadanya atau tidak usah beriman. Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya, apabila Al-Qur`an dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur di atas wajah mereka sujud kepada Allah, seraya berkata: ‘Maha suci Rabb kami, sesungguhnya janji Rabb kami pasti dipenuhi.’ Dan mereka menyungkur di atas wajah mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu.” (Al-Isra`: 107-109)
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri telah menganjurkan umatnya untuk khusyuk, menghinakan diri, dan menangis saat membaca Al-Qur`an karena takut kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Beliau bersabda:

عَيْنَانِ لاَ تَمُسُّهُمَا النَّارُ: عَيْنٌ بَكَتْ مِنْ خَشْيَةِ اللهِ وَعَيْنٌ بَاتَتْ تَحْرُسُ فِي سَبِيْلِ اللهِ

“Dua mata yang tidak akan disentuh oleh api neraka: (pertama) mata yang menangis karena takut kepada Allah, (kedua) mata yang bermalam dalam keadaan berjaga di jalan Allah.”3
Bahkan beliau menerangkan, seseorang yang menangis karena takut kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala akan masuk ke dalam surga-Nya:

لاَ يَلِجُ النَّارَ رَجُلٌ بَكَى مِنْ خَشْيَةِ اللهِ حَتَّى يَعُوْدَ اللَّبَنُ فِي الضَّرْعِ ...

“Tidak akan masuk neraka seseorang yang menangis karena takut kepada Allah sampai susu (yang diperah) bisa kembali ke kantung susu (kambing) ….”4
Para shahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam membaca Al-Qur`an dengan menghadirkan hati, merenungi dan mengambil pelajaran dari ayat-ayatnya, hingga mengalirlah air mata mereka dan khusyuk hati mereka. Mereka mengangkat tangan mereka kepada Rabb mereka dengan menghinakan diri memohon kepada-Nya agar amal-amal mereka diterima dan berharap ampunan dari ketergelinciran mereka. Mereka merindukan kenikmatan nan abadi yang ada di sisi-Nya. Diriwayatkan bahwasanya Abu Bakr Ash-Shiddiq radhiyallahu 'anhu ketika masih di Makkah, membangun tempat shalat di halaman rumahnya. Beliau shalat di tempat tersebut dan membaca Al-Qur`an, hingga membuat wanita-wanita musyrikin dan anak-anak mereka berkumpul di sekitarnya karena heran dan takjub melihat apa yang dilakukan Abu Bakr. Sementara Abu Bakr radhiyallahu 'anhu adalah sosok insan yang sering menangis, tidak dapat menahan air matanya saat membaca Al-Qur`an5.
‘Umar ibnul Khaththab radhiyallahu 'anhu pun punya kisah. Beliau shalat mengimami manusia dan menangis saat membaca Al-Qur`an dalam shalatnya, hingga bacaannya terhenti dan isaknya terdengar sampai shaf ketiga di belakangnya. Beliau membaca ayat:

وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِيْنَ

“Celakalah orang-orang yang berbuat curang.”
Ketika sampai pada ayat:

يَوْمَ يَقُوْمُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعَالَمِيْنَ

“Pada hari manusia berdiri di hadapan Rabb semesta alam.”
Beliau menangis hingga terhenti bacaannya.
Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah berkata: “Allah Subhanahu wa Ta'ala memuji orang-orang yang menangis karena membaca/mendengar bacaan Al-Qur`an ketika mengabarkan tentang para nabi dan para wali-Nya:

إِنَّ الَّذِيْنَ أُوتُوا الْعِلْمَ مِنْ قَبْلِهِ إِذَا يُتْلَى عَلَيْهِمْ يَخِرُّوْنَ لِلأَذْقَانِ سُجَّدًا. وَيَقُولُوْنَ سُبْحَانَ رَبِّنَا إِنْ كَانَ وَعْدُ رَبِّنَا لَمَفْعُوْلاً

“Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya, apabila Al-Qur`an dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur di atas wajah mereka sujud kepada Allah, seraya berkata: ‘Maha suci Rabb kami, sesungguhnya janji Rabb kami pasti dipenuhi’.” (Al-Isra`: 107-108)

إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ آيَاتُ الرَّحْمنِ خَرُّوا سُجَّدًا وَبُكِيًّا

“Apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Ar-Rahman, mereka tersungkur dalam keadaan sujud dan menangis.” (Maryam: 58)

وَيَخِرُّوْنَ لِلأَذْقَانِ يَبْكُوْنَ وَيَزِيْدُهُمْ خُشُوْعًا

“Dan mereka menyungkur di atas wajah mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyuk.” (Al-Isra`: 109)
Allah Subhanahu wa Ta'ala mengabarkan bahwa tangisan karena takut kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala itu menambah kekhusyukan mereka. Sementara hanya orang-orang berilmulah yang memiliki rasa takut kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala sebagaimana dalam firman-Nya:

إِنَّمَا يَخْشَى اللهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ

“Hanyalah yang takut kepada Allah dari kalangan hamba-hamba-Nya adalah para ulama.” (Fathir: 28)
Dengan demikian orang yang paling kenal dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala, dialah yang paling takut kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Karena itulah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

أَمَا وَاللهِ، إِنِّي لأَخْشَاكُمْ لِلّهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ

“Demi Allah, aku adalah orang yang paling takut kepada Allah di antara kalian dan paling bertakwa kepada-Nya….” 6
Abu Raja` berkata: “Aku pernah melihat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu 'anhuma, di bawah kedua matanya ada garis semisal tali sandal yang usang karena sering dialiri air mata.”7
Saudariku… Demikianlah keadaan salaful ummah, orang-orang shalih dan orang-orang terbaik dari kalangan umat ini. Bila salah seorang mereka melewati penyebutan tentang neraka, terasa lepas hatinya karena takut dari neraka dan ngeri akan siksanya. Bila melewatinya sebutan surga dan kenikmatannya, serasa gemetar persendian mereka karena khawatir diharamkan dari merasakan kenikmatannya yang kekal. Dua keadaan ini demikian memberi pengaruh, hingga meneteslah air matanya dan khusyuk hatinya. Ia pun berusaha menyembunyikan tangisan itu dari orang-orang di sekitarnya. Namun tak jarang tangis itu terdengar dan mereka pun tahu keadaannya. Demikianlah tangis karena takut kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan amal yang ikhlas karena mengharap wajah-Nya.
Apa yang dilakukan orang-orang belakangan dengan mengeraskan suara dan isakan ketika menangis dalam shalat bukanlah kebiasaan salaf. Karena hal itu justru akan mengganggu orang-orang yang shalat di sekitarnya, dan dikhawatirkan akan jatuh ke dalam perbuatan riya‘ serta menyelisihi petunjuk Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Semestinya seseorang menyembunyikannya dari manusia semampunya, karena hal itu lebih baik dan lebih utama.
Termasuk perkara yang perlu menjadi perhatian sehubungan dengan pembacaan Al-Qur`an adalah beradab terhadap Al-Qur`an dengan diam mendengarkannya, dalam rangka mengamalkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ

“Apabila dibacakan Al-Qur`an maka dengarkanlah dan diamlah, mudah-mudahan kalian dirahmati.” (Al-A’raf: 204)
Sepantasnya bagi seorang muslim untuk menjaga apa yang telah dihapalnya dari Al-Qur`an dan terus menerus membacanya agar tetap tersimpan di dadanya. Karena Al-Qur`an begitu cepat lepasnya (hilang dari ingatan) apabila tidak dijaga. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

تَعَاهَدُوْا هَذَا الْقُرْآنَ فَوَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَهُوَ أَشَدُّ تَفَلُّتًا مِنَ اْلإِبِلِ فِي عُقُلِهَا

“Biasakanlah untuk terus menerus membaca Al-Qur`an karena demi Zat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya sungguh dia (bacaan/hafalan Al-Qur`an) itu lebih cepat lepas/hilangnya daripada unta dari tali pengikat kakinya.”8
Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah pernah berkata: “Orang-orang sebelum kalian memandang Al-Qur`an sebagai surat-surat dari Rabb mereka. Mereka pun mentadabburinya pada waktu malam dan merealisasikannya di waktu siang.”
Al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata: “Pembawa Al-Qur`an adalah pembawa bendera Islam. Tidak pantas baginya bermain-main bersama orang yang main-main, dan tidak pula lalai bersama orang yang lalai, tidak berbuat laghwi (sia-sia) bersama orang yang berbuat laghwi, dalam rangka mengagungkan hak Al-Qur`an.” (At-Tibyan fi Adabi Hamalatil Qur`an, hal. 44)
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.
(Diringkas dengan sedikit tambahan oleh Ummu Ishaq Al-Atsariyyah dari kitab Al-Mukhtar lil Hadits fi Syahri Ramadhan Yastafidu Minhul Wa’izh wal Khathib, hal. 118-125)

1 HR. Al-Bukhari no. 5050
2 Sebagaimana dalam hadits dari Mutharrif dari ayahnya Abdullah bin Asy-Syikhir bin ‘Auf radhiyallahu 'anhu, ia berkata:

رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي وَفِي صَدْرِهِ أَزِيْزٌ كَأَزِيْزِ الرَّحَى مِنَ الْبُكَاءِ

“Aku melihat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam shalat dalam keadaan dada beliau berbunyi keras seperti suara periuk yang mendidih karena tangisan beliau.” (HR. Abu Dawud no. 904, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani t dalam Shahih Abi Dawud)
3 HR. At-Tirmidzi no. 1639, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Tirmidzi dan Al-Misykat no. 3829
4 HR. At-Tirmidzi no. 1633, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Tirmidzi dan Al-Misykat no. 3828
5 HR. Al-Bukhari no. 3905
6 HR. Al-Bukhari no. 5063
7 Siyar A’lamin Nubala`, 3/352
8 HR. Al-Bukhari dan Muslim

 

Dakwah itu akhi..

قُلْ إِن كَانَ ءَابَآؤُكُمْ وَأَبْنَآؤُكُمْ وَإِخْوَ‌ٰنُكُمْ وَأَزْوَ‌ٰجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَ‌ٰلٌ ٱقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَـٰرَةٌۭ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَـٰكِنُ تَرْضَوْنَهَآ أَحَبَّ إِلَيْكُم مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ وَجِهَادٍۢ فِى سَبِيلِهِۦ فَتَرَبَّصُوا۟ حَتَّىٰ يَأْتِىَ ٱللَّهُ بِأَمْرِهِۦ ۗ وَٱللَّهُ لَا يَهْدِى ٱلْقَوْمَ ٱلْفَـٰسِقِينَ ﴿٢٤﴾24. Katakanlah: "Jika bapa-bapa , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan Keputusan NYA". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.

Lelaki itu datang menelepon saya. Ada rasa rindu kepadanya, kangen bercampur ingin bertemu setelah sekian lama tidak besua. Sapaannya (walaupun suaranya tidak begitu bagus) mengingatkan saya kepada perjuangannya dahulu sebagai ketua sebuah komunitas di Kuningan. Masih teringat sekali betapa payah dan menguras tenaga amanah yang dibebankan kepadanya. Namun dia begitu tegar dengan kesabaran yang sangat. Namanya begitu akrab sekali dikalangan anggotanya, sebab setiap kajian pekanan selalu dia jadi MC (karena tidak ada ikhwan yang bisa diandalkan saat itu).
Ada perasaan dan suasana yang sebenarnya ingin saya katakan kepadanya, tentang dakwahnya, tentang tahajudnya, dan tentang segala aktifitasnya itu. Dan Alhamdulillah dia ingin silaturahmi kepada saya, lalu saya bersedia menunggu.
Dia tak kunjung datang, ternyata dia mengkorfirmasi tentang ketidakbisaan dia silaturahmi sekarang ini. Hari itu sebenarnya saya ingin menjadi pendengar tentang ketabahaannya, kesabarannya, berpikirnya untuk komunitas ini. Saya ingin menjadi teman curhat dia (walaupun tidak ada solusi yang saya paparkan).
Untuk kemudian besoknya, saya ditelepon olehnya. Sapaan pertama kita berbincang-bincang. Setelah itu saya merasa tertekan dan merasa kecewa. Karena dia sekarang tidak berbicara sesuai harapan saya, dia tidak berbicara tentang pengalaman dan kepahitan mendapatkan amanah itu. Bahkan ketika saya singgung masalah itu, dia berkata,” Urusan itu saya tidak ambil pusing, saya cape. Hal itu membuat saya tidak berpenghasilan, karena mulai saat ini saya dah berkeluarga, saya mulai menjelaskan bisnin baru, antum mau gabung????”””
Astagfirullah…Sesak hati saya ketika mendengar itu. Ada sesuatu yang aneh disana, ada bisikan syahwat disana. Ada kekuatan aneh yang seolah-olah dia berkata dengan sungguh-sungguh….
Padahal ingin kutakan kepadanya,”akhi…antum salah dalam memahami itu. Dakwah adalah kewajiban bagi setiap muslim. Dan Allah berjanji dalam Qur’an,;” Jika kaum menolong agama Allah, niscaya Allah akan menolongmu…”. Itulah janji Allah akhi,,, jika antum me;aksanakan dengan sebuah kenyakinan, insya Allah antum akan mendapat pahala yang sangat besar. Bahkan antum akan mendapatkan rezeki yang tidak disangka-sangka sesuai dalam firman-Nya,: “barang siapa yang bertakwa kepaada Allah, maka Allah akan memberikan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka…”.
Akhi, rugi dan kehinaan akan diberikan oleh Allah kepada manusia yang melarikan diri dari dakwahnya. Apalagi lebih memetingkan kehidupan dunia daripada kehidupan akhirat. Engkau akan rugi. Tapi jika engkau mengambil sikap dua-duannya antum akan jalani, maka pahala akan berlipat ganda. Akhi,,,Allah tidak akan pernah melanggar janji-Nya. Sungguh kita adalah hambanya dan kepada-Nyalah kita dikembalikan…”
Tapi, perkataan itu hanya terbesit dalam diri. Dengan sesuatu yang membuat malas adalah dia mengajak bergabung kepada, Bisnis itu menjanjikan katanya. Maka kukatakan kepadanya,” akhi, apakah antum juga mau diajak untuk bergabung dengan saya, bahkan itupun lebih menjanjikan. Bahkan bisa juga menyelematkan dari api neraka???. “memang apa, ana ikut dong? Tanya dia. Maka saya membaca firman Allah, “jika kamu beriman kepada Allah, rasul-Nya, dan berjihadlah di jalan Allah dengan harta kamu dan jiwa kamu. Itu lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui. Kemudian dia diam membisu.
Saudaraku…
Mau tidak mau, enggan ataupun tepaksa, kita harus tetap untuk mengutamakan Dakwah. Sekali-kali tidak diperbolehkan untuk mengutamakan yang lainnya dari pada Allah dan rasul-Nya. Jika kita salah langkah, maka kita akan mendapati bahwa kita akan celaka dan menjadi orang yang rugi,,,bahakn Allah dengan (membuat kita terhenyak) kalimatnya, Allah mengatakan,” Tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya…!!!!
Ada semacam energy yang sangat kuat dalam kalimat itu. Dan bagi orang yang beriman, ketakutan dan kekhawatiran menjalar dalam aliran darahnya, sampai air matanya mengalir dan tersungkur sujud dengan berlinang air mata. Keputusan-Nya itu sangat berat, berkonotasi negative, membuat kita benar-benar terancam sangat dan tujuan akhir sebenarnya adalah bahwa Allah ingin memberikan adzab/ sanski kepada kita karena kesalahan kita dan Allah ingin mengembalikan kepada fitrah semula, mementingkan Allah dan rasun-Nya.
Ya,,,,tentunya masalah dunia jangan diliupakan. Kita punya hak atas dunia,,,, akan tetapi Allah ingin menyakinkan kepada kita bahwa jika kita membantu membuat orang merasakan indahnya dan kasih sayang kita terhadap mereka (dengan dakwah), maka Allah tidak akan menyia-nyiakan kita. Bahkan Allah akan bantu kita lebih dan bantuannya itu tidak pernah terpikirkan oleh kita.
Saudaraku,,,camkanlah dalil itu, dan kita harus benar-benar mentadaburi itu. Karena ada kekuatan besar dalam kalimat itu. Ada sesuatu yang jika kita menyakini dan melaksanakannya, maka arah tujuan kita benar dan tidak pernah salah. Dan Allah mencintai ornag yang beriman….tapi kebanyakan manusia membuat parameter/tolak ukurnya dengan ukuran DUNIA, Bukan UKURAN AKHIRAT, sehingga jika mereka rugi (dalam Hal dunia) maka mereka akan mencari DUNIA itu, walaupun Meninggalkan AKHIRAT itu.
Mari kita beristigfar kepada Allah, karena kita hanya manusia yang lemah dan tidak berdaya. Tidak luput dari alpa maupun silap salah. Sebaik-baik kita adalah orang yang selalu bertobat.
Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada Rasulullah SAW
….(waktu dluha, satu hari ketika dia menelepon)
 

Dakwah itu akhi..

قُلْ إِن كَانَ ءَابَآؤُكُمْ وَأَبْنَآؤُكُمْ وَإِخْوَ‌ٰنُكُمْ وَأَزْوَ‌ٰجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَ‌ٰلٌ ٱقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَـٰرَةٌۭ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَـٰكِنُ تَرْضَوْنَهَآ أَحَبَّ إِلَيْكُم مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ وَجِهَادٍۢ فِى سَبِيلِهِۦ فَتَرَبَّصُوا۟ حَتَّىٰ يَأْتِىَ ٱللَّهُ بِأَمْرِهِۦ ۗ وَٱللَّهُ لَا يَهْدِى ٱلْقَوْمَ ٱلْفَـٰسِقِينَ ﴿٢٤﴾24. Katakanlah: "Jika bapa-bapa , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan Keputusan NYA". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.

Lelaki itu datang menelepon saya. Ada rasa rindu kepadanya, kangen bercampur ingin bertemu setelah sekian lama tidak besua. Sapaannya (walaupun suaranya tidak begitu bagus) mengingatkan saya kepada perjuangannya dahulu sebagai ketua sebuah komunitas di Kuningan. Masih teringat sekali betapa payah dan menguras tenaga amanah yang dibebankan kepadanya. Namun dia begitu tegar dengan kesabaran yang sangat. Namanya begitu akrab sekali dikalangan anggotanya, sebab setiap kajian pekanan selalu dia jadi MC (karena tidak ada ikhwan yang bisa diandalkan saat itu).
Ada perasaan dan suasana yang sebenarnya ingin saya katakan kepadanya, tentang dakwahnya, tentang tahajudnya, dan tentang segala aktifitasnya itu. Dan Alhamdulillah dia ingin silaturahmi kepada saya, lalu saya bersedia menunggu.
Dia tak kunjung datang, ternyata dia mengkorfirmasi tentang ketidakbisaan dia silaturahmi sekarang ini. Hari itu sebenarnya saya ingin menjadi pendengar tentang ketabahaannya, kesabarannya, berpikirnya untuk komunitas ini. Saya ingin menjadi teman curhat dia (walaupun tidak ada solusi yang saya paparkan).
Untuk kemudian besoknya, saya ditelepon olehnya. Sapaan pertama kita berbincang-bincang. Setelah itu saya merasa tertekan dan merasa kecewa. Karena dia sekarang tidak berbicara sesuai harapan saya, dia tidak berbicara tentang pengalaman dan kepahitan mendapatkan amanah itu. Bahkan ketika saya singgung masalah itu, dia berkata,” Urusan itu saya tidak ambil pusing, saya cape. Hal itu membuat saya tidak berpenghasilan, karena mulai saat ini saya dah berkeluarga, saya mulai menjelaskan bisnin baru, antum mau gabung????”””
Astagfirullah…Sesak hati saya ketika mendengar itu. Ada sesuatu yang aneh disana, ada bisikan syahwat disana. Ada kekuatan aneh yang seolah-olah dia berkata dengan sungguh-sungguh….
Padahal ingin kutakan kepadanya,”akhi…antum salah dalam memahami itu. Dakwah adalah kewajiban bagi setiap muslim. Dan Allah berjanji dalam Qur’an,;” Jika kaum menolong agama Allah, niscaya Allah akan menolongmu…”. Itulah janji Allah akhi,,, jika antum me;aksanakan dengan sebuah kenyakinan, insya Allah antum akan mendapat pahala yang sangat besar. Bahkan antum akan mendapatkan rezeki yang tidak disangka-sangka sesuai dalam firman-Nya,: “barang siapa yang bertakwa kepaada Allah, maka Allah akan memberikan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka…”.
Akhi, rugi dan kehinaan akan diberikan oleh Allah kepada manusia yang melarikan diri dari dakwahnya. Apalagi lebih memetingkan kehidupan dunia daripada kehidupan akhirat. Engkau akan rugi. Tapi jika engkau mengambil sikap dua-duannya antum akan jalani, maka pahala akan berlipat ganda. Akhi,,,Allah tidak akan pernah melanggar janji-Nya. Sungguh kita adalah hambanya dan kepada-Nyalah kita dikembalikan…”
Tapi, perkataan itu hanya terbesit dalam diri. Dengan sesuatu yang membuat malas adalah dia mengajak bergabung kepada, Bisnis itu menjanjikan katanya. Maka kukatakan kepadanya,” akhi, apakah antum juga mau diajak untuk bergabung dengan saya, bahkan itupun lebih menjanjikan. Bahkan bisa juga menyelematkan dari api neraka???. “memang apa, ana ikut dong? Tanya dia. Maka saya membaca firman Allah, “jika kamu beriman kepada Allah, rasul-Nya, dan berjihadlah di jalan Allah dengan harta kamu dan jiwa kamu. Itu lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui. Kemudian dia diam membisu.
Saudaraku…
Mau tidak mau, enggan ataupun tepaksa, kita harus tetap untuk mengutamakan Dakwah. Sekali-kali tidak diperbolehkan untuk mengutamakan yang lainnya dari pada Allah dan rasul-Nya. Jika kita salah langkah, maka kita akan mendapati bahwa kita akan celaka dan menjadi orang yang rugi,,,bahakn Allah dengan (membuat kita terhenyak) kalimatnya, Allah mengatakan,” Tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya…!!!!
Ada semacam energy yang sangat kuat dalam kalimat itu. Dan bagi orang yang beriman, ketakutan dan kekhawatiran menjalar dalam aliran darahnya, sampai air matanya mengalir dan tersungkur sujud dengan berlinang air mata. Keputusan-Nya itu sangat berat, berkonotasi negative, membuat kita benar-benar terancam sangat dan tujuan akhir sebenarnya adalah bahwa Allah ingin memberikan adzab/ sanski kepada kita karena kesalahan kita dan Allah ingin mengembalikan kepada fitrah semula, mementingkan Allah dan rasun-Nya.
Ya,,,,tentunya masalah dunia jangan diliupakan. Kita punya hak atas dunia,,,, akan tetapi Allah ingin menyakinkan kepada kita bahwa jika kita membantu membuat orang merasakan indahnya dan kasih sayang kita terhadap mereka (dengan dakwah), maka Allah tidak akan menyia-nyiakan kita. Bahkan Allah akan bantu kita lebih dan bantuannya itu tidak pernah terpikirkan oleh kita.
Saudaraku,,,camkanlah dalil itu, dan kita harus benar-benar mentadaburi itu. Karena ada kekuatan besar dalam kalimat itu. Ada sesuatu yang jika kita menyakini dan melaksanakannya, maka arah tujuan kita benar dan tidak pernah salah. Dan Allah mencintai ornag yang beriman….tapi kebanyakan manusia membuat parameter/tolak ukurnya dengan ukuran DUNIA, Bukan UKURAN AKHIRAT, sehingga jika mereka rugi (dalam Hal dunia) maka mereka akan mencari DUNIA itu, walaupun Meninggalkan AKHIRAT itu.
Mari kita beristigfar kepada Allah, karena kita hanya manusia yang lemah dan tidak berdaya. Tidak luput dari alpa maupun silap salah. Sebaik-baik kita adalah orang yang selalu bertobat.
Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada Rasulullah SAW
….(waktu dluha, satu hari ketika dia menelepon)
 

Tekad yang membaja


Betapa banyak kemauan seseorang itu hancur berkeping-keping. Keinginan mereka jauh melampui perjalanan sampai akhir dalam muatan maksimal. Keinginan itu muncul bersama peresapan oleh panca indra kita, dengan ukuran realita dan kenyataan yang ada. Relita itu pasti berpengaruh dan menyisakan ruang hampa yang harus mereka kejar. Jika ternyata keinginan mereka sama dengan kenyataan yang ada didepan mereka, maka jalan untuk merealisasikannya adalah pergerakan itu.
Tipe yang selalu dibawa manusia bermuara dalam dua hal, keinginan baik dan keinginan buruk. Penilaian baik dan buruknya tergantung kepada bagaimana kondisi hatinya saat itu. Dan hati sangat tergantung terhadap muatan-muatan isi hati itu. Hanya keimananlah yang sanggup menyaring pikiran-pikiran yang nantinya akan masuk ke hati yang berakhir dengan penilaian terhadap baik dan buruknya.
Saya rasa dan menuntut kepastian, semua orang menginginkan kebaikan. Tidak ada satu pun menginginkan keburukan kecuali syetan dan bala tentaranya. Tapi saya meragukan tentang tahap selanjutnya dari keinginan itu. Semua orang ternyata tidak paham dan tahu bagaimana proses mendapatkan kebaikan itu. Bagaimana karakteristiknya, jalan-jalannya, hambatan-hambatannya, dan perjuangannya.
Syukur kita kepada Allah SWT yang senantiasa menjaga kita di dalam area ini…..
Memang keinginan itu adalah syarat mutlak dari kesuksesan. Karena tidak mungkin kita sukses dalam suatu hal tanpa didasari oleh keinginan. Keinginan dikatakan niat dalam lingkupan kehidupan. Manusia mencukupkan dirinya dengan modal keinginan itu seraya berlepas tangan menunggu keajaiban-keajaiban datang setelah itu. Tapi keajaiban itu datang ketika manusia itu berproses, manusia itu berjuang, manusia itu menciptakan karya yang nyata untuk kehidupan.
Namun, keinginan itu satu dari satuan rukun-rukun kesuksesan. Sebuah keharusan dalam perjalanan. Tidak banyak manusia yang menyadarinya atau banyak dari kita yang tidak sadar disini. Sesungguhnya keinginan itu energy yang menyimpan kekuatan yang dahsyat yang tersimpan dalam hati. Jika yang dikatakan energy itu ketika ia memaksa keluar, maka keinginan itu harus menjelma menjadi sebuah rukun yang terjadi selanjutnya. Karena keinginan itu masih berupa sifat informasi yang manusia terima, maka diperlukan instrument yang menghantarkan ia kedalam hati. Ketika ia menyusup dan bernaung diwilayah hati, maka menjelma menjadi TEKAD.
Jika keinginan hanya bisa menasehati untuk bergerak yang itupun tergantung dengan bagaimana kemauan fisiknya, tapi tekad bisa memaksa fisik itu sehingga terciptalah jiwa-jiwa yang berkarya luar biasa. Anda lihat betapa banyak orang-orang yang secara fisik tidak kuat, malah mereka menciptakan sejarah-sejarah kecemerlangan mereka. Itulah energy yang ada pada TEKAD itu. Bahkan tekad bisa merubah situasi lingkungan yang tidak mendukung menjadi sebaliknya. Walaupun tidak, setidaknya lingkungan itu hanya bisa melihat dengan pahit karya-karya yang dihasilkan oleh tekad itu.
Inilah yang sebenarnya yang saya ingin utarakan kepada keluarga Allah, Para penghafal Qur’an…
Memang manajemen, keadaan lingkungan yang seolah-olah membuat pesimis kita, seolah-olah membuat kenyakinan bahwa kita memang harus kalah. Tapi ketahuilah, itu hanya akan MENGHANCURKAN KEINGINAN saja!!! Namun jika ternyata kita benar-benar kalah disini, maka dapat disimpulkan bahwa kita keinginan kita belum membuahkan azzam/tekad. Walaupun engkau sering mendengar, mengkaji tentang al-Qur’an, keutamaannya, manfaatnya, tapi jika tidak dibarengi dengan tekad, maka betapa tentang al-quran itu hanya sebagai dongeng untuk tidur, habis itu lupa dengan semuanya yang akhirnya kita berhenti melangkah.
Berapa banyak orang yang lebih memilih tidak meneruskan hafalan hanya beralasan ingin muroja’ah yang sudah hafal???
Berapa banyak orang yang mengurung diri di suatu lingkungan karena ketakutan mereka terhadap kemaksiatan yang berdampak Quran itu lari darinya??? Padahal banyak sekali dari luar ingin merasaakn kenikmatan itu.
Sesungguhnya manusia memang memiliki alasan-alasan yang mereka buat. Alasan-alasan itu tidak perlu dijawab dan waktu sendiri yang menjawabnya. Karena lihatlah, penghafal yang menolak kedua opini itu adalah mereka yang berhasil dibandingkan mereka yang ngotot mendukung opini itu!!! Dan menurut saya, itu hanya alasan untuk tidak berdakwah. Na’udzubillah!!!
Kenyataan yang terjadi saat ini adalah dengan keadaan lingkungan yang tidak mendukung, malah mempertanyakan tentang keutamaan qur’an itu, malah timbul keragu-raguan yang ditimbuilkan oleh syetan dan berakhir dengan berguguran dijalan itu. Mereka hanya berkomentar tentang masalah itu, berkata buruk terhadap itu, dan menggunjingnya. Dalam kelarutan itu, mereka malah melupakan setoran dan murojaah, melupakan tadabburnya, dan melupakan amalnya. Dan itu Nampak ketika mereka malah enggan untuk berbicara seputar tahfidz, seputar quran, karena mereka berpendapat bahwa ketika mereka ingat itu, mereka ingat pula hal lainnya….
Menjauh dari seputar itu, malah enak dan nyaman berbicara tentang cinta, memilih untuk mengenal lebih dalam, senang ketika mereka sedih, dan memilih untuk terkuras energy demi itu. Pelarian yang lain adalah mereka bercanda, tertawa yang terlalu berlebihan dalam ukuran syariat. Mereka menjauh dengan orang-orang yang khusyu dengan Al-quran, menjauhinya, dan lebih akrab sekali dengan orang biasa.
Itulah penyakit yang terjadi saat ini, jangan terlalu menyalahkan ornag lain. Manajemen, lingkungan dari luar…tetapi evaluadi diri tentang diri kita. Apakah kita terkena penyakit itu. Dan berusahalah untuk mengobatinya,karena banyak sekali mereka berdiam diatas penyakit itu tanpa berusaha untuk melawan. Dan yang paling fundamental adalah kita lemah dalam tekad.
Saudaraku….
Perjalanan ini terlalu mulia sekali untuk berniat untuk berhenti, berhenti untuk melangkah…
Perjalanan ini terlalu berharga untuk kita tinggalkan…
Peerjalana ini bersyarat gudang keemasan untuk tidak kita warisi.
Rubahlah keinginan untuk menjadi hafidz dengan TEKAD MENJADI HAFIDZ. Jika perkataan ini benar adanya, maka kita akan lihat betapa hal-hal apapun yang memberatkan kita tidak berpengaruh apa-apa. Hal-hal itu akan lemah dengan sendirinya dan akhirnya mereka menjauhkan diri.
Saudaraku…
Penghafal hebat dan sukses itu tidak diukur dengan cepat dan lancarnya suatu proses penghafalannya. Tetapi ditentukan dengan sejauh mana kita tetap istiqamah berinteraksi denganya. Jika kita dihadapkan dengan kenyataan pahit, lebih baik seseorang yang lamban dan tidak lancer dalam hafalannya tetapi berusaha untuk memperbaikinya, berusaha untuk menghafal ulang yang lupa. Daripada pengahafal yang lancar, sehabis itu mereka jauh dari quran, jarang tilawah dan sedikit sekali berusaha untuk memahami ayat-Nya.
Kuatkanlah tekad dan bertawakallah….!!!
Semoga Allah merahmati ,tetap memberikan kekuatan dan menjaga keistiqomahan kita dalam berkarnya.
Semangat…Allahu Akbar!!!


(ditulis ketika mengingati teman-teman penghafal…19 mei 2010)
 

surat tempo dulu


Kini asa dan motivasiki bersurut kembali. Entah karena apa. Sejenak kupikirkan, ternyata aku tidak istiqomah. Ingin sekali kiranya diriku hafidz qur’an, bersenandung dalam setiap dekapan jantung, niscaya pada detik itu aku pasti mati. Sungguh Allah mengetahui apa yang kau perbuat.
Indah dan bahagia rasanya disaat orang lain berpaling dari al-Qur’an, aku mendekatinnya. Diasaat mereka melecehkan, aku menghormati dan mengagungkannya. Disaat mereka membaca yang terbatas dalam tulisan,aku menyimpannya dalam hati.
Ah…rasanya tidak ada keerikatan yang sangat dan sangat bermaksa, kecuali berinteraksi dengan Al-qur’an. Seperti sabda rasulullah yang sampai sekarang aku berusaha untuk melakukan dengan hal yang terbaik. “Hiasilah Al-Qur’an dengan suara kamu”.
Demi Allah, bagaimana Rasulullah SAW meminta Abdullah Bin Mas’ud untuk membaca Al-Quran dihadapan beliau, sampai=sampai Rasulullah sangat terharu dan menangis dengan suaranya yang sangat lembut, merdu, indah, mempesona dan mengikat, yang sanggup membuat orang lain berhenti melangkah, berhenti berbincang, berhenti seketika seolah-olah itu sihir, tapi sungguh itu bukan sihir. Bukankah itu firman Allah yang Agung? Lalu bagaiman dengan suara nabi daud a.s yang dengan suara bacaan Al-Qur’annya sanggup mematikan seluruh makhluk hidup disekitarnya? Dengan suaranya, sanggup menumbuhkan tumbuhan dengan dahsyat.
Ah…rasanya seperti dirasakan sekarang. Ada sahabat aku, kalau bertemu dengannya, tidak ada ketidakkaguman terhadapnya. Selalu menjadi orang yang paling bersyukur menjadi sahabatnya. Rasanya tidak ada hal sia-sia dalam dirinya. Bagaimana tidak, dia hafal Qur’an. Bagaimana aku tidak kuasa air mata ini mengalir, sedang bacaaannya…oh sungguh mengagumkan. Dia bernama Khanova. Satu orang yang mungkin aku ingin seperti dia.
Mungkin itulah petunjuk hidayah Allah kepada aku, sehingga dia membuat contoh dalam dirinya yang sangat mengagumkan.
Ya Rabb, sungguh jadikanlah Al-Qur’an sebagai petunjuk dan penyubur serta penghilang gundah gulana aku. Amin….
 

Seperti Inilah seharusnya


Seperti inilah seharusnya….

Ibnu abbas pernah memegang tali kekang hewan tunggangan Zaid bin Tsabit.
“Beginilah yang kami lakukan terhadap orang-orang yang berilmu.” (minhajul Qashidin).

Terkadang sedih itu selalu menurunkan energiku, membuat aku lemah semangat, menguras daya pikirku. Betapa keherananku sanggup membuat pandangan yang berbeda dan bahkan sempat menilai dari ukuran bagaimana kita bersikap. Entah apa yang mencokol dipikiran kita, sejauh mana pemahaman kita terhadap ilmu itu, tentang perjuangan, tentang keutamaan, dan tentang efek yang ditimbulkan.
Entah bagaimana bersikap, karena mungkin saja ternyata jalan baginya terasa mudah dan harganya terjangkau atau bahkan gratis, ternyata malah membuat kita merasa surut dalam pencapaiannya.proses sangat mudah itu ternyata tidak membuat kita semakin giat belajar…kita malas tak bertepi.
Seperti apakah kita menyikapi ilmu itu???
Kita yang membutuhkan atau guru yang membutuhkan? Kenapa kita tidak menghargai ilmu itu…
Kecewa pasti terjadi bagi orang yang mempunyai ilmu. Mereka rajin dan berharap segera menyampaikan, tapi beribu=ribu kali mereka terkecewakan karena sikap kita. Sikap yang seolah kita tidak perlu, tidak membutuhkan.
Wahai Murabbi,,,
Aku tahu air matamu, ketika engkau berangkat dari rumah dengan perasaan senang, gembira, dan harapan besar kepada bina-binaanmu itu…
Tidak pernah terpikirkan berapa uang yang terkeluarkan, berapa keringat yang terkucur, berapa banyak siang dan malam memikirnya, berapa banyak dan berpak banyak semuanya…
Tapi engkau melihat, betapa mereka tidak seperti perasaan kita, datang dengan wajah terpaksa, datang telat tanpa rasa bersalah, dan yang paling tidak mengenakan adalah ada salah seorang yang tidak belajar, kemudian melewati didepan kita, jangankan meminta izin, menoleh sedikitpun tidak pernah…
Berapa banyak murobbi tersakiti oleh kita???
Siapakah yang sebenarnya membutuhkan ilmu itu???
Jika murabbi mau, beliau tidak akan mungkin mengingatkan kepada kalian tentang jadwal belajar,,,
Beliaupun tidak akan menanyakan kapan hari mereka belajar,,,jika beliaupun egois dank eras kepala, niscaya bagi orang yang belajar itu dikenakan terif dan pergi ketempat beliau…
Tapi lihatlah….
Adakah murobbi yang seperti itu???
Beliau selalu mengingatkan, menanyakan, dan pergi ketempat kalian. Walau sebenarnya ilmu itu tidak mendekati, tapi didekati.
Perasaan murobbi itu dimanipulasi bahwa Allahlah yang akan membalas segala perbuataanya, pahala baik perasaan hanya mereka harapkan dari Allah SWT.
Saudaraku….
Belajarlah menjadi binaan yang terbaik, terdepan, termulia. Muliakanlah murabbi kita, bukan memuliakan beliaunya tapi ilmunya. Karena Allah selalu memberikan ilmu itu kepada orang yang memuliakan pemberi ilmu itu. Belajarlah seperti Ibnu Abbas yang selalu memegang tali kekang hewan Zaid bin Tsabit. Padahal Ibnu Abbas adalah paman Nabi yang tertua, terhormat, bahkan Rasulullah pernah berkata,”Siapa yang mencintai pamanku, niscaya aku mencintainya. Tp barang siapa yang membenci pamanku, pastilah aku membencinya!”.
Derajat seseorang ditentukan oleh keilmuanya. Ibnu abbas tak segan dan malu untuk memegang tali hewannya itu, karena beliau tahu dengan sangat seperti apa seharusnya yang dia lakukan…
“Beginilah yang kami lakukan terhadap orang-orang yang berilmu!”….
Ah,,,perkataan itu yang jarang sekali terdapatkan….
Aku, kamu dan kita pun ingin merasakan kondisi seperti itu…
Tidak dapat dibanyangkan apa yang terjadi jika orang-orang seperti Ibnu Abbas hadir di jaman ini.
Beginilah seharusnya kita memuliakan ilmu itu…
Beginilah seharusnya sikap pencari ilmu itu…
Beginilah Rasulullah mengajarkan tentang memuliakan ilmu itu…

Ya Rabb, maafkanlah kami selama ini…
 

Seperti Inilah seharusnya


Seperti inilah seharusnya….

Ibnu abbas pernah memegang tali kekang hewan tunggangan Zaid bin Tsabit.
“Beginilah yang kami lakukan terhadap orang-orang yang berilmu.” (minhajul Qashidin).

Terkadang sedih itu selalu menurunkan energiku, membuat aku lemah semangat, menguras daya pikirku. Betapa keherananku sanggup membuat pandangan yang berbeda dan bahkan sempat menilai dari ukuran bagaimana kita bersikap. Entah apa yang mencokol dipikiran kita, sejauh mana pemahaman kita terhadap ilmu itu, tentang perjuangan, tentang keutamaan, dan tentang efek yang ditimbulkan.
Entah bagaimana bersikap, karena mungkin saja ternyata jalan baginya terasa mudah dan harganya terjangkau atau bahkan gratis, ternyata malah membuat kita merasa surut dalam pencapaiannya.proses sangat mudah itu ternyata tidak membuat kita semakin giat belajar…kita malas tak bertepi.
Seperti apakah kita menyikapi ilmu itu???
Kita yang membutuhkan atau guru yang membutuhkan? Kenapa kita tidak menghargai ilmu itu…
Kecewa pasti terjadi bagi orang yang mempunyai ilmu. Mereka rajin dan berharap segera menyampaikan, tapi beribu=ribu kali mereka terkecewakan karena sikap kita. Sikap yang seolah kita tidak perlu, tidak membutuhkan.
Wahai Murabbi,,,
Aku tahu air matamu, ketika engkau berangkat dari rumah dengan perasaan senang, gembira, dan harapan besar kepada bina-binaanmu itu…
Tidak pernah terpikirkan berapa uang yang terkeluarkan, berapa keringat yang terkucur, berapa banyak siang dan malam memikirnya, berapa banyak dan berpak banyak semuanya…
Tapi engkau melihat, betapa mereka tidak seperti perasaan kita, datang dengan wajah terpaksa, datang telat tanpa rasa bersalah, dan yang paling tidak mengenakan adalah ada salah seorang yang tidak belajar, kemudian melewati didepan kita, jangankan meminta izin, menoleh sedikitpun tidak pernah…
Berapa banyak murobbi tersakiti oleh kita???
Siapakah yang sebenarnya membutuhkan ilmu itu???
Jika murabbi mau, beliau tidak akan mungkin mengingatkan kepada kalian tentang jadwal belajar,,,
Beliaupun tidak akan menanyakan kapan hari mereka belajar,,,jika beliaupun egois dank eras kepala, niscaya bagi orang yang belajar itu dikenakan terif dan pergi ketempat beliau…
Tapi lihatlah….
Adakah murobbi yang seperti itu???
Beliau selalu mengingatkan, menanyakan, dan pergi ketempat kalian. Walau sebenarnya ilmu itu tidak mendekati, tapi didekati.
Perasaan murobbi itu dimanipulasi bahwa Allahlah yang akan membalas segala perbuataanya, pahala baik perasaan hanya mereka harapkan dari Allah SWT.
Saudaraku….
Belajarlah menjadi binaan yang terbaik, terdepan, termulia. Muliakanlah murabbi kita, bukan memuliakan beliaunya tapi ilmunya. Karena Allah selalu memberikan ilmu itu kepada orang yang memuliakan pemberi ilmu itu. Belajarlah seperti Ibnu Abbas yang selalu memegang tali kekang hewan Zaid bin Tsabit. Padahal Ibnu Abbas adalah paman Nabi yang tertua, terhormat, bahkan Rasulullah pernah berkata,”Siapa yang mencintai pamanku, niscaya aku mencintainya. Tp barang siapa yang membenci pamanku, pastilah aku membencinya!”.
Derajat seseorang ditentukan oleh keilmuanya. Ibnu abbas tak segan dan malu untuk memegang tali hewannya itu, karena beliau tahu dengan sangat seperti apa seharusnya yang dia lakukan…
“Beginilah yang kami lakukan terhadap orang-orang yang berilmu!”….
Ah,,,perkataan itu yang jarang sekali terdapatkan….
Aku, kamu dan kita pun ingin merasakan kondisi seperti itu…
Tidak dapat dibanyangkan apa yang terjadi jika orang-orang seperti Ibnu Abbas hadir di jaman ini.
Beginilah seharusnya kita memuliakan ilmu itu…
Beginilah seharusnya sikap pencari ilmu itu…
Beginilah Rasulullah mengajarkan tentang memuliakan ilmu itu…

Ya Rabb, maafkanlah kami selama ini…
 

Perubahan Kondisi


Perubahan kondisi tekadang melupakan khittah awak mula berdiri, penerimaan yang over melalaikan hati, kelebihan semangat terkadang membuat kita lemah, dan kesigapan kita terkadang membuka kita untuk tetap berdiam diatas kehinaan ini.
Harga yang kita bangun hari ini, kualitas yang kita urutkan hari ini, hanyalah harapan-harapan dasar kita melangkah. Ghayyah kita tertuju kepada Allah Rabbul Izzati, haddad kita sebagai wajihah penyebaran Islam. Tidak ada yang menyangkal hari ini, dan saya kira mereka semua menyatukan hati, dan janji dan komitmen diatas kepala mereka bertengger.
Jalinan yang buat pada hari itu, asa yang buat, sedikit demi sedikit mulai goyah. Syarat-syarat itu begitu mudah terlupakan dikarenakan masa-masa sulit ini. Masa-masa kita membutuhkan untuk hidup sebenarnya. Sampul- sampul yang telah terikat kini dengan sendirinya lapuk oleh hujan. Dan akhirnya muncul perntanyaan,”Siapakah yang bertanggung jawab???”
Kelemahan yang kita buat sebenarnya bukan karena permasalahan yang banyak, tetapi saking jauhnya kita dengan Allah. Semakin jauh, semakin lupa terhadap-Nya, dan secara tidak sadar permasalahan yang kita terima, diadukan kepada manusia bukan kepada Allah.
Siapakah yang tergiur oleh seseorang yang menggembor-gemborkan symbol, mendeskripsikan gambarannya, rancangannya, tujuan akhirnya ternyata ada titik yang dengan itu malah membuat kita terhenyak???
Saudaraku…
Keterhenyakan itu beralasan dan jiwa itu sesuaio dengan fitrah.
Beranikah kita dengan janji-jani dan satuan agenda yang telah kita buat, ternyata kita lipat dan digulung dengan tanpa rasa bersalah??? Diganti sesuatu yang kelihatannya mendesak padahal yang mendesak itu hanya nafsu kita???
Tidakkah kita malu dengan Allah…
Satuan jan ji itu sebenranya jelas sekali harus tertunaikan dan harus terlaksana. Jika tidak, sebenarnya ia akan menyakiti bukan hanya satu hal, tapi hal-hal yang lain.
Mengganti sesuatu dengan yang lain sebenarnya dibolehkan dengan ukuran-ukuran tertentu. Ada skala prioritas memenuhi ruang gerak dimenisi itu. Cacat jika ternyata kita merasa paham dengan itu, yapi kenyataannya jauh dari itu.
Memang seperti itu, nasihat itu akan mental, manakala kita tidak menerimanya, atau manakala hati terlalu cinta, karena cinta itu membutakan. Mereka akan merasa nyaman jika mereka melempar dan merenovasi tuduhan-tuduhan itu dengan sebaik-baiknya. Senang sekali rasanya. Perasaan kemenangan itu akan disimpan dan mereka siapkan jika ternya ada yang menyerang lagi. Padahal modusnya tidak jauh dari itu, ada tambahan-tambahan senjatanya. Jangan pernah tanyakan materi penyerangan mereka dengan yang lain, sebab kesusahan dan kepayahan dan berpikir yang tidak ada membuat mereka tidak mau mengulangi kembali maker mereka. Kenyamana itu akan terlihat denagn hanya satu materi yang saya katakana ditambah-tambah sedikit.
Jika ternyata ada yang datang terhadap mereka lagi, lalu keluarlah senjata materi itu karena mereka tahu yang dating itu sejenis. Poin-poin untuk merendahkan segera meluncur dan malah membuat mereka merasa sedih terhadap apa yang mereka perbuat.
Akhirnya….
Segala apa yang ada dipenasihat, dimata-matai dengan serapih mungkin. Kesalahan sedikit apapun ditulis dan akan dipersiapkan sebagi bumbu.
(bersambung….putus koneksi pikirannya,he)
 

Itsar itu...


Seri Ke-2

Begitulah ketetapan hati ini. Begitulah kokohnya azzam ini. Keharusan yang melanda sebuah hati yang sebenarnya menyimpanan ketakutan dan kekhawatiran yang mendalam atas hati-hati luar itu. Mendesak, terlalu letih menghiasi dan mengerucutkan perasaan.
Dicurigai, dikhianati, ditusuk dari belakang adalah hal-hal yang sedikit banyak menggoncangkan perasaan. Keanehan perasaan itu melambangkan bahwa itu tidak baik,tidak berperasaan, tidak sesuai dengan fitrah jiwa itu. Terbaik bagi orang lain adalah impianku, biarlah lelah dalam menyikapi mereka, cape dalam suudzon mereka. Asalkan mereka mendapatkan kehidupan, karena aku berharap ada sesuatu yang beda dari mereka. Itu saja cukup!!!! Ketergoresan hati yang selama ini terpendam dibiarkan begitu saja, itupun cukup untuk membayar sakitnya hati ini, jika perjuangan selama ini Allah mengabulkannya.
Kesedihan hati jika ketika kita dan aku mendapatkan peluang kehidupan, ternyata yang mendapatkan peluang itu adalah aku, tanpa atau tidak mereka. Bukannya tidak bersukur, tapi sungguh mereka lebih aku cintai daripada peluang kehidupan itu. Pilihan-pilihan itu sebetulnya akan kujalani dengan diriku, tidak aku sertakan mereka. Tapi setiap kali aku tidak menyertakan mereka, hati ini teringan kepada mereka. Entahlah…semakin aku pergi meninggalkan, semakin itu pula ingatan mereka begitu kuat.
Dan akhirnya peluang kehidupan itu aku berikan kepada mereka, dengan tidak ragu-ragu. Bukan berarti aku tidak bersyukur, buka aku tidak mempedulikan peuang itu, bukan aku tidak segera menjawab panggilan Allah,,,,tapi ini berbicara tentang Itsar (mementingkan orang lain) aku jauh terlempar dalam dimensi untuk orang lain, bukan hanya dimensi diri sendiri.
Tapi ternyata, diri ni terkadang begitu lemah dan tidak berdaya ketika tiba-tiba mereka menyerangku. Mencurigai aku, menyakiti aku. Aku seolah-olah tidak bisa begitu kuat menghadapinya. Begitu tidak terkontrol hatiku yang bergetar hebat, begitupun detak jantungku. Jika saja aku mengharapkan materi atau pujian dari mereka atas batu loncatan mereka melalui aku, maka aku segera membantah mereka. Akupun segera menghardik mereka, dan akupun segera menceritakan itu semua
Tapi tidak…..
Aku biarkan itu terjadi, walau setiap saat sebenarnya aku sudah tidak kuat. Aku biarkan mereka dengan wajah seolah-olah tidak tahu terima kasih dengan balasa senyum aku yang khas. Itu sudah terlalu cukup untuk mengahadang mereka ataupun sikap aku yang hanya tampak lahiriah saja. Sumpah serapah, kata-kata kotor atau sikap menyakiti sebenanrnya bukan ideologiku.
Berjalanlah sesuai denga petunjuk…berjalannlah sesuai dengan waktu. Sampai sahabat-shabat itu mempunyai kehidupan itu. Walaupun aku belum mendapatkannya. Kiranya aku ingin mereka sukses di kehidupannya dan suatu saat mereka menyadari bahwa aku tidak terlepas dari urusan kehidupan mereka. Kemudian menyesal dan akhirnya aku berharap banyak dari sesuatu yang terakhir bagi mereka. Berdo’a untukku…. Ya hanya itu. Doakanlah aku supaya terlihat secercah cahaya kehidupannku yang terhampar pelbagai kenikmatan yang membuat jiwa ini begitu tenang. Doakanlah aku menjadi hamba Allah, tentara Allah, yang siap kapan saja Allah membutuhkan aku.
Aku berharap supaya mereka berdo’a untukku, dengan sebenar=benar do’a

Ya Rabb, sungguh jiwa ini terlalu kerdil untuk berharap banyak kepada-Mu
Sungguh jiwa ini terlalu lemah untuk menginginkan sesuatu dari-Mu
Siramkanlah rasa ridho dalm diri hamba untuk menikamati perjalanan ini
Kuatkanlah hamba ketika hamba goyah dan lemah
Hamba ingin merasakan indahnya memberi kepada orang lain
Kokohkanlah jiwa hamba yang terlalu banyak cercaan, hinaan, celaan yang datang bertubi-tubi
Dan berilah jalan bagi hamba untuk terus membantu, terus menasehati orang lain
Karena, aku begitu mengaharapkan-Mu. Janji-Mu begitu membuat aku semangat dengan semuanya.
Kasih sayang-Mu begitu mengcengkram hati hamba sehingga hamba selalu merasaknnya
Karena, hamba sangat takut dengan keadaan suatu hari, suatu proses dan suatu jalan akhir bagi setiap makhluk hidup.
Hamba tidak tahu, apakah surga ataukah neraka yang pertama mencicipi tubuh munafik ini…
Sehingga….
Ini tawasul ibadah hamba yang teharapkan
Mudah-mudahan atas ini, banyak menolong hamba di hari keadaan itu.
Ya Rabb, ampunilah aku ini…!!!
 

Itsar itu...


Seri Ke-2

Begitulah ketetapan hati ini. Begitulah kokohnya azzam ini. Keharusan yang melanda sebuah hati yang sebenarnya menyimpanan ketakutan dan kekhawatiran yang mendalam atas hati-hati luar itu. Mendesak, terlalu letih menghiasi dan mengerucutkan perasaan.
Dicurigai, dikhianati, ditusuk dari belakang adalah hal-hal yang sedikit banyak menggoncangkan perasaan. Keanehan perasaan itu melambangkan bahwa itu tidak baik,tidak berperasaan, tidak sesuai dengan fitrah jiwa itu. Terbaik bagi orang lain adalah impianku, biarlah lelah dalam menyikapi mereka, cape dalam suudzon mereka. Asalkan mereka mendapatkan kehidupan, karena aku berharap ada sesuatu yang beda dari mereka. Itu saja cukup!!!! Ketergoresan hati yang selama ini terpendam dibiarkan begitu saja, itupun cukup untuk membayar sakitnya hati ini, jika perjuangan selama ini Allah mengabulkannya.
Kesedihan hati jika ketika kita dan aku mendapatkan peluang kehidupan, ternyata yang mendapatkan peluang itu adalah aku, tanpa atau tidak mereka. Bukannya tidak bersukur, tapi sungguh mereka lebih aku cintai daripada peluang kehidupan itu. Pilihan-pilihan itu sebetulnya akan kujalani dengan diriku, tidak aku sertakan mereka. Tapi setiap kali aku tidak menyertakan mereka, hati ini teringan kepada mereka. Entahlah…semakin aku pergi meninggalkan, semakin itu pula ingatan mereka begitu kuat.
Dan akhirnya peluang kehidupan itu aku berikan kepada mereka, dengan tidak ragu-ragu. Bukan berarti aku tidak bersyukur, buka aku tidak mempedulikan peuang itu, bukan aku tidak segera menjawab panggilan Allah,,,,tapi ini berbicara tentang Itsar (mementingkan orang lain) aku jauh terlempar dalam dimensi untuk orang lain, bukan hanya dimensi diri sendiri.
Tapi ternyata, diri ni terkadang begitu lemah dan tidak berdaya ketika tiba-tiba mereka menyerangku. Mencurigai aku, menyakiti aku. Aku seolah-olah tidak bisa begitu kuat menghadapinya. Begitu tidak terkontrol hatiku yang bergetar hebat, begitupun detak jantungku. Jika saja aku mengharapkan materi atau pujian dari mereka atas batu loncatan mereka melalui aku, maka aku segera membantah mereka. Akupun segera menghardik mereka, dan akupun segera menceritakan itu semua
Tapi tidak…..
Aku biarkan itu terjadi, walau setiap saat sebenarnya aku sudah tidak kuat. Aku biarkan mereka dengan wajah seolah-olah tidak tahu terima kasih dengan balasa senyum aku yang khas. Itu sudah terlalu cukup untuk mengahadang mereka ataupun sikap aku yang hanya tampak lahiriah saja. Sumpah serapah, kata-kata kotor atau sikap menyakiti sebenanrnya bukan ideologiku.
Berjalanlah sesuai denga petunjuk…berjalannlah sesuai dengan waktu. Sampai sahabat-shabat itu mempunyai kehidupan itu. Walaupun aku belum mendapatkannya. Kiranya aku ingin mereka sukses di kehidupannya dan suatu saat mereka menyadari bahwa aku tidak terlepas dari urusan kehidupan mereka. Kemudian menyesal dan akhirnya aku berharap banyak dari sesuatu yang terakhir bagi mereka. Berdo’a untukku…. Ya hanya itu. Doakanlah aku supaya terlihat secercah cahaya kehidupannku yang terhampar pelbagai kenikmatan yang membuat jiwa ini begitu tenang. Doakanlah aku menjadi hamba Allah, tentara Allah, yang siap kapan saja Allah membutuhkan aku.
Aku berharap supaya mereka berdo’a untukku, dengan sebenar=benar do’a

Ya Rabb, sungguh jiwa ini terlalu kerdil untuk berharap banyak kepada-Mu
Sungguh jiwa ini terlalu lemah untuk menginginkan sesuatu dari-Mu
Siramkanlah rasa ridho dalm diri hamba untuk menikamati perjalanan ini
Kuatkanlah hamba ketika hamba goyah dan lemah
Hamba ingin merasakan indahnya memberi kepada orang lain
Kokohkanlah jiwa hamba yang terlalu banyak cercaan, hinaan, celaan yang datang bertubi-tubi
Dan berilah jalan bagi hamba untuk terus membantu, terus menasehati orang lain
Karena, aku begitu mengaharapkan-Mu. Janji-Mu begitu membuat aku semangat dengan semuanya.
Kasih sayang-Mu begitu mengcengkram hati hamba sehingga hamba selalu merasaknnya
Karena, hamba sangat takut dengan keadaan suatu hari, suatu proses dan suatu jalan akhir bagi setiap makhluk hidup.
Hamba tidak tahu, apakah surga ataukah neraka yang pertama mencicipi tubuh munafik ini…
Sehingga….
Ini tawasul ibadah hamba yang teharapkan
Mudah-mudahan atas ini, banyak menolong hamba di hari keadaan itu.
Ya Rabb, ampunilah aku ini…!!!
 

Guncangan Su'udzon


Adakalanya hati ini akan tergoncang seakan diguncang-guncangkan dengan terus menerus. Tentu hati ini akan kuat jika sekali atau dua goncangan, tetapi hati siAapakah yang kuat kokohnya terhadap guncangan yuang keseratus kalinya atau lebih???
“Adakah engkau tidak merindukan surge lagi?”. Kemana perginya ibadah salat berjamaah kita?Kemana perginya tilawah-tilawah kita?kemana pula tahajud kita, Dhuha kita, Infak kita???kemana pula ibadah-ibadah yang lainnya??? Dikemanakan puasa sunnah kita dan seberapa lamakah kita untuk tidak meneteskan air mata keinsyafan kita???
Jika mereka semua telah pergi, menghilang tanpa jejak, bersiap=siaplah menerima kekosongan hati, kehausan ruh dan akhirnya hilang dan reduplah kosakata-kosakata kita. Seperti itulah…seperti itulah…Anjing yang melonglong menjulurkan lidah kep[ada makhluk yang lain karena ketekutannya. Ketekutan dia duluan, ketakutan berbuntut gerakan dengan harapan supaya meredam gerakan orang yang ditakuti itu.
Jika terkuasai oleh sikap dan sifat su’udzon, niscaya kebenaran dan kebaikan-kebaikan yang ditimbulkan itu akan lenyap. Kemudian muncul keburukan-keburukan yang ditimbulkan yang dikemas apik dan penuh hiasan yang indah. Lengkap sudah ternyata jika penuntutan pembalasan itu bersama dengan oranh-oramg ynag dibenci. Jangan harap segala tingkah tanduk, perbuatan orang itu akan mendapatkan cela yang bersumber dari mereka. Mengipas-ngipas baunya kesegala penjuru.
Ya rabb, betapa jiwa ini fitrah. Mereka tidak tahu bahwa jika mereka meraung-raung dan merintih menolak memakan daging bangkai manusia yang mati dan busuk??? Betapa hati mereka tergiurkan oleh syetan yang berkata,”Tenang saja, mereka lebih buruk dari kita!!!”
Ketakutan, su’udzon, bersama ketidak percayaan mereka, sebenarnya mencerminkan bahwa mereka seperti itu. Bukankah engakau pernah tahu jika seorang yang suka iseng dan jahil, ia selalu takut orang llain iseng dan jail terhadap dirinya??? Bukankah orang-orang uang selalu meracuni makanan suka takut dan was-was terhadap apa-apa yang ia makan???
Cinta seperti apa yang engkau bangun sehingga menyakiti orag yang engkau cintai dan orang-orang yang didekatinya???
Pantaskah disebut cinta??? Kini air mata cinta itu hanya tinggal sejarah dan dongeng belaka seperti dongeng anak-anak kecil . tangis yang menghanyutkan dan kelemahan azzam. Ternyta mereka lebih sering mengingkari daripada menahan.
Saudaraku…
Ketahuilah, lidahmu adalah harimaumu. Setiap lidah yang bergerak, hati yang dipaksa menguatkan dan sifat yang dikeraskan itu, segalanya terlihat oleh Allah SWT.
Tahan lidahmu, buang rasa su’udzon itu dan kembalilah!!! Jangan engkau tambahkan dosa-dosamu setelah engkau tidak menyadari kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat dengan melemparka tuduhan yang lebih hina dari itu. Tuduhan-tuduhan itu tidak pernah terlepas dari tuduhan yang mereka terima. Walaupun itu kenyataan,bukan sekedar gossip, dan hamper tidak ada tuduhan lemparan itu melainkan lebih sedikit…TIDAK… tapi lebih banyak dari itu, bervariasi dan aroma bangkai itu tetap ada, mewarnai kehidupan mereka.
 

Puzzle Kehidupan


Allah memberikan kekutan kepada kita untuk menyusun puzzle kehidupan ini. Allah yang memberikan energy pada kekuatan itu sehingga kita bisa melalui rintangan dengan mudah. Allah yang telah member ruh kehidupan itu agar kita bisa menjaga dan menyerahkan kembali kepada-Nya.
Keadaan hati membuat seseorang kehilangan arah tujuan, lupa tentang keberadaan dirinya, luap dengan symbol-simbol yang ia kenakan dan lupa dengan amanah-amanah dari Allah yang harus ia syiarkan. Keadaan seperti itu sangat rawan, bisa mengeluarkan kekuatan yang dahsyat untuk menghancurkan, membakar amalan yang sudah ia ia tumpuk untuk modal kedepan. Sunguh rugi dan menyesal jika keadaan itu menjangkit sebagian diantara kita.
Syetan begitu girang, gembira yang berapi-api jika mereka berhasil mengontrol keadaan hati seseorang. Karena jika sukses, hati bukan lagi ukuran untuk menentukan nilai kebenaran seperti slogan,”IKUTI KATA HATI NURANIMU”. Slogan itu berguna jika syetan tidak bisa menguasainya. Namaun bila syetan menguasainya, dia bisa membulak-balikan sesuatu yang haram menjadi halal dan sesuatu yang halal menjadi haram. Maka tidak aneh jika fenomena sekarang ini seperi itu, mereka menganggap itu benar padahal salah, menganggap itu salah padahal benar.
Namun kondisi hati itu akan tunduk jika ia bersedia berazzam untuk memperbaikinya dan menerima nasehat dari orang lain. Jika tidak, maka ia tidak bisa konsisten, tapi malah terpuruk dan tambah terpuruk dlam ketersesatan hidup.
Itulah yang sebenarnya a ingin ungkapakan kepada kalian tentang pentingnya nasihat. Nasihat dari hati dan buka dari diri. Karena nasehat dari diri sama artinya dengan ianya mengatakan bahwa aku tidak seperti dia, aku lebih baik dari dia. Sebailknya jika nasehat dari hati sama artinya berkata bahwa aku juga sama dengan dia tapi aku berusaha untuk menjadi lebih baik…
Menasehati itu penting, tapi jika menasehati setidaknya ia harus kuat dan tangguh. Karena nasehat itu memiliki senjata bermata dua, untuk yang menerima naseha dan untuk pemberi nasehat itu. Harus benar-benar kebal ketika malah yang menasehati itu diserang kembali oleh menerima nasehat. Entahlah apa mungkin ia merasa terancam dengan nasehatnya. Tapi yang sebenarnya bukan ia yang merasa terancam, tapi syetanlah yang merasa terancam.
 

Akhi...


Akhi, Keshalihan pribadi itu biasa, tapi keshalhan umat itu luar biasa. Apakah antum merasa nyaman hidup dalam keshalihan sendiri, sedang disisi kita, disekitar kita banyak orang yang tidak merasakannya? Apakah antum meras lega dengan kondisi antum, sedangkan diluar sana sangat dibutuhkan orang yang nau membimbing mereka???
Akhi,,,,
Andai kita hidup di jaman Rasulullah, generasi sahabat, tabiin, dan salafushaleh, mungkin kita akan malu denagn kondisi kita sendiri. Betapa tidak setiap kali mereka bertemu, mereka akan menanyakan,”bagaimana tahajud antum”,BAgaimana keimanan antum,”sejauh mana tilawah antum”dll. Seperti itulah “saling mensehati” mereka gulirkan. Lalu seperti apa kita jika bertemu???
Akhi,,,
Perlu kiranya ada suatu hentakan dalam hidup ini, agar kita terkontrol keimanan kita, agar terjaga, dan agar ruh keimanan kita tetap terupdate sehingga kita termasuk kaum Rabbaniyyin. Carilah sebisa mungkin wasilah-wasilah seperti itu. Niscaya engaku hanya akan mendapatkan dalam suatu jam’aah, bukan sendiri.
Akhi,,,
Apakah kita bisa dikatakan terlalu berlebihan jika kita benar-benar menginginkan suasana seperti dulu yang walaupun itu sangat jauh? Apakah kita tidak merasakan suasana halaqoh kita begitu ruhnya mengalir???apakah kita mengatakan ketika disodorkan mutabaah kita berkata bahwa ini ria, masalaha amal itu hanya kita yang tahu???jika seperti itu, riakah orang-orang dulu??? Tidak akhi,,itu jauh sekali dengan kenyataan seeprti itu. Mereka hanya ingin supaya mereka termotivasi dengan yang lain. Muncul rasa malu, dan kemudian mereka berusaha untuk mengusir rasa malunya engan melakukan amal=amal yang minimal tlah disandarkan??? Andai mereka tahu, hanya halaqohlah satu-satunya yang bisa men chas keimanan kita. Sungguh tidak sebatas materi yang disampaikan. Kalo dalam segi materi, tentunya banyak sekali wasilah-wasilah yang ada. Tapi dlam segi Qodhoya, memecahkan masalah, manajemen curhat, info keislama terkini.
Akhi,,,
Jika antum mengatakan, kita mengajak ke satu bendera,,,kita katakana, apakah aa cela dalam hal itu???bukankah ketika kita merasa ada lebih baik kita cenderung tetap disana dan fitrah kita selalu member tahu kepada masyakarat seolah-olah kita ingin mereka bersama kita??? Dalam hal ini, sayyid qutb pernah berkomentar bahwa islam ini sekarang begitu asing dan berbagai macam kelompok dan golongan-golongan. Kita akan lihat pergerakan-pergerakan negatife bertebaran dimana-mana. Maka dengan itu, kita perlu membuat suatu gerakan, suatu organisasi untuk mengcounter pergerakan mereka dan harapan kita adalah fikrah kita tersebar, mewarnai kehidupan mereka dan akhirnya banyak yang bergabung dalam barisan kami. Jauh dari obsesi dunia, tapi da’wah ilallah. Apakah itu tidak boleh???
Akhi,,,
Suadah saya katakan jika kita ternyata antipati terhadap suatu organisasi, berarti ada alas an. Tolong bersihkan niat atum ketika hanya gara-gara perkataan kita tidak direspon oleh ustdz padahal kita membutuhkannya. Antum tahu apa alas an ustdz itu??? Satu hal sepele, tapi itu membuat kita jatuh dijalan dakwah. Merasa telah berjasa, sehingga mereka punya hak untuk dibalas, sehingga ketika tidak dibalas, mereka antipati.
Picik sekali akh,,,berarti itu semua ada kesalahan dalam niat antum pertamanya.
 
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Refleksi Syah Dasrun - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger