kehidupan adalah perjuangan

Kehidupan adalah perjuangan. Ya, saya, anda dan mereka pun paham dengan falsafah ini. Perjuangan itu adalah berkorban. Berkorban adalah terkorban. Belumlah dapat dikatakan perjuangan jikalau tidak ada Tadhhiyah (pengorbanan), dan seperti itulah sejarah mengatakan. Dalam Al-Qur’an sendiripun banyak tempat yang menjadi rukun berjihad, yaitu dengan harta dan jiwa kamu!!!
Berputar terus, terkadang diatas, terkadang dibawah. Seperti itulah kehidupan. Tetapi terkadang kita sendirilah yang membuat terpuruk dalam kehidupan. Yang semestinya naik keatas, ternyata masih saja dibawah padahal yang sebagaimana kaidah kehidupan setelah kesukaran akan dating kemudahan…!!! Ya Kita sendiri yang mempererat dan mengumpulkan kebusukan-kebusukan kejahatan kita, kegiatan-kegiatan kita hingga berlaku dzalimlah manusia yang bejat. Dan itu semua yang membuat kita terpuruh dihinakan oleh Allah SWT.
Yang merindukan kebaikan, kedamaian, ketentraman, ingin masuk surga, dijauhkan dari neraka dan mengharapkan pertemuan yang paling nikmat ketika bertemu dengan Allah, pasti mengharapkan Kebangkitan. Kebangkitan yang tidak sebatas ikatan geografis kenegaraan atau kedaerahan, akan tetapi kebangkitan berlandaskan ikatan Aqidah, kebangkitan Islam!!! Inilah yang mereka rindukan, ketika fenomena yang demikian menyesakkan dada, ketika islam dihina, diejek, dipanggil dengan panggilan terburuk, difitnah dengan fitnah yang telah terkonpirasi adalah hal yang membuat mereka demikian panas terbakar. Mereka ingin memastikan dan menyerukan kebenaran bahwa Islam jauh dengan itu, islam adalah rahmat bagi semesta Alam. Tidak tahukah mereka atau mereka pura-pura melupakan sejarah ketika Umar bin khattab menaklukan palestina, nashrani tidak diusir dari tanah yang dijanjikan itu, walau rasa sakit islam atas nurani begitu dalam dan bisa dijadikan hujjah untuk mengiusirnya. Atau Lihatlah shalahudin al ayyubi ketika menaklukan al-quds, rahib-rahib menggambarkan mereka akan dibantai ataupun diusir. Tetapi mereka salah!!! Mereka diberi pilihan, silahkan hidup disana, atau keluar dari daerah itu!!!




Merindukan Kebangkitan adalah keniscayaan. Ia terlahir dari kecemasan-kecemasan yang terkumpul antara idealisme dengan realitas. Idealisme keislaman yang amat tinggi yang terpusat pada rahmat bagi semesta Alam. Tetapi kenyataan yang ada sekarang adalah realita yang sebaliknya. Kecemasan yang muncul ketika itu adalah seperti inilah Islam, bukan seperti itu. Kecemasan itupun terlahir dari kenyataan antara harapan dan kenyataan. Harapan untuk bangkit sedang nyata sekali fenomena kehidupan terburuk sepanjang sejarah.
Namun, tidak semua orang merasakan kecemasan itu, bahkan hanya sedikit orang yang merasakan kecemasan itu. Yang sedikit merasakan kecemasan itu, hanya sedikit orang yang bangkit dari kecemasan itu…
Bagi orang yang ingin bangkit, rasa Cemas akan terurai ketika rasa sadar muncul dari hatinya. Sadar akan tugas dari-Nya sebagai khalifah, sadar akan kenyataan islam terpuruk, sadar akan pahala-pahala yang dijanjikan dan sadar ketika keharusan untuk bergerak dan bangkit dari keterpurukan menuju Cahaya Islam…
Atas kesadaran itu, tiada hal lain untuk menuntaskan perasaan positif itu kecuali dengan sikap bergerak!!! Yap, bergerak. Bergerak untuk mencari kedamaian, ketenangan dan keindahan. Bergeraklah, karena sumber itu begitu jauh darimu, kita tidak bisa hanya bermimpi untuk mendapatkannya hanya dengan diam.
Namun perjalanan untuk mencari itu tidaklah mudah, bahkan acapkali tidak nikmat. Rasa sakit, lelah, lemah, putus asa selalu menjadi rukun-rukun perjalanan itu. Tidak nikmat sekali, karena perjalanan menjemput surga itu selalu dikelilingi oleh sesuatu yang tidak nikmat. Penderitaan selalu terjadi disini.
Tetapi, tuntutan itu bagi orang ikhlas akan sampai kepada tahap selanjutnya. Yaitu ternama sebagai mujahid. Orang yang berjuang di jalan Allah. Tidak ada kelelahan yang berkepanjangan setelah itu, sebab perjalanan itu akan segera berakhir dengan sangat memuaskan. Tetapi bagi orang-orang yang


Meyingkir dari jalan ini adalah Orang-orang yang tidak mentajdid niat, tidak membulatkan tekad ,dengan sendirinya akan kalah bahkan berhenti dari perjalanan ini. Merekalah orang-orang yang tidak merasa ikhlas, ada niatan lain selian Allah, opportunis. Yang mendominasi mereka adalah orang-orang munafik.
Maka rukun-rukun yang saya sebutkan diatas adalah unsur-unsur yang membentuk sebuah gambaran AKTIFIS DAKWAH, seorang MUJAHID yang berjuang demi Al-Islam. Mereka ingin menegakkan kalimat Allah di muka bumi, dimana saja mereka berada. Menegakkan symbol-simbol islampun turut meruntuhkan symbol-simbol syetan. Maka dengan sendirinya, satanis akan terpuruk dan kebatilan akan lenyap senada dengan al-haq akan berkibar. Inilah yang mereka impikan. Inilah yang Allah, Rasul, dan orang mukmin rindukan semuanya. Inilah harapan terbesar mereka, saya, anda, dan mereka!!!
 

Simbol


Simbol

Terkadang symbol itu menjadi pusaran perpecahan. Tak ayal lagi, memang kenyataannya seperti itu. Padahal, symbol itu suatu keniscayaan untuk dikenal, agar diketahui, agar dinilai dengan obyektifitas dibalik symbol itu. Eksistensi kelompok itu menjadi ada karena symbol itu, tanpa symbol sulit bagi mereka untuk sekedar mengejawantahkan kelompok itu.
Namun, terjadilah hal-hal yang selalu membuatku mengerutkan dahi, symbol itu berubah menjadi ajang perpecahan! Betapa banyak orang malah berbangga dengan itu, padahal itu adalah tidak bernilai tanpa hakikat dibalik itu semua. Mengalami pergeseran makna dan wilayah, mengikat, memaksakan doktrin, dan sangat erat dengan fanatisme yang terlahir dari simbolo itu. Karena symbol akn terlahir dari keadaan nurani yang menciptakannya, sesuai dengan niatnya, dan sesuai dengan ego yang direalisasikan dengan visi dan misinya.
Bagaimanakah pendapat jika ternyata symbol dijadikan bahan perpecahan, merasa lebih benar, dan sombong terhadap yang lainnya??? Symbol yang sepeti apakah itu yang terlahir karena ketakutan akan terusikannya cengkraman mereka, hingga ketakutan terambilnya massa oleh yang lain sanggup menjadikan symbol lain menjadi musuhnya??? Lalu, setelah itu masanya bagi mereka untuk membenrangus symbol lain yang tidak sejalan dengannya, tidak sefikrah dengannya dan tidak sejalan dengan visi misnya???
Mereka takut terhadap symbol yang baru terlahir, dengan alasan mereka sering menyalahkan mereka, mengatakan bahwa mereka yang benar. Tetapi apakah yang terbaru itu seperti itu? Padahal keilmuan dan pendidikan mereka lebih jauh dan dalam dari kelompok ornag yang ketakutan itu. Dan bukankah mengambil dari sumber daerah ilmunya lebih murni dan bersih daripada mengambil ilmu yang daerah yang lain yang dibawa dari daerah sumber itu? Tapi mengapa mereka mengangap bahwa mereka itu bodoh dan mengambil satu aliran saja???
Inilah symbol lama itu, ternyata ketakutan mereka yang sering menghantui selama ini adalah atas kesalaha mereka sendiri.merekalah yang merasa paling benar~! Merekalah yang fanatic terhadap pemimpinnya sekalipun raport merah nyatanya!~! merekalah yang menggemgam doktrin-doktrin ketakutan dan kecemasannya, bukan golongan symbol baru itu!!!
Padahal symbol lama itu hanya terusik dengan masanya saja, takut mereka keluar dan menggabungkan diri dengan symbol baru itu. Tanpa mereka mendalami suatu ilmu itu dan meintropeksi apakah yang sering dilontarkan symbol baru itu adalah benar atau apakah karena niatan jelek symbol baru itu.
Inilah sendi yang ditajdid dan diperbaharui oleh mereka. Memang keterkungkungan kita terhadap sesuatu, kebekuan pikiran tentang doktrin yang tidak pernah berubah dan menutupi hal-hal yang berguna yang datang dari ilmu modern itulah yang menjadi menyebab perpecahan. Bukan mereka yang membawa symbol baru itu! Meskipun ada tapi itu hanya sebagian oknum terkecil dan dengan sendirinya mereka akan menyadari kesalahannya dan berusaha memperbaiki diri sendiri.

Prasangka, menutupi diri, kesombongan, kejumudan pikiran selalu ada dan mempengaruhi orang-orang yang selalu menghembuskan perpecahan!!! Mengobarkan kemarahan akan kelompoknya yang merasa tersingkirkan dan termundurkan dengan adanya kelompok yang baru. Dan itu jelas sudah melewati batas. Orisinalitas dakwah itu teregeser!!!

Mari berpegang pada tali-tali Allah. Karena ujung tali-tali itu adalah suber hukum yang tidak pernah terbantahkan, yaitu Al-Quran dan Sunnah! Janganlah sesekali anda lebih memperhatikan pemimpinnya dari pada anda memperhatukan Al-Quran dan sunnah itu. Hina sekai diri anda, bahkan sifat kekafiran tersemat dihati anda. Rujukanlah tiap fatwa-fatwa kelompok anda dengan sumber hhukum itu. Bila sejalan, sungguh itu asalah kebenaran. Tapi bila ternyata bertentangan, bertobatlah dan nyakinilah bahwa fatwa itu adalah sesat karena tidak sesuai dengan sumber hukum itu! Yang harus diperhatikan adalah haram bagi kita ternya kita tetap patuh terhadap kelompok itu yang jelas-jelas menyesatkan…..
Insya Allah, semoga Allah memnerikan petunjuk dan hidayah-Nya!


103. Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.
 

standar akhirat vs standar dunia


Ketika Rasulullah SAW duduk bersama para sahabatnya, tiba-tiba beliau bertanya kepada mereka,”Tahukah kalian, siapa orang yang bangkrut itu?” Para sahabat menjawab,” Menurut kami orang yang bangkrut ialah orang yang tidak mempunyai uang dan asset lain.” Kemudian Rasulullah SAW meluruskan pemahaman para sahabat dengan bersabda,” orang yang bangkrut dikalangan umatku adalah yang datang pada hari kiamat dengan membawa pahala shalat, puasa, dan zakat. Ia juga membawa dosa pernah memcaci si A, menuduh si B berzina, makan harta si C, menumpahkan darah di D, dan memukul si E. lalu si A,B,C, dan seterusnya diberi kebaikannya. Jika kebaikannya habis, sementara hutangnya belum lunas, maka dosa orang-orang yang pernah ia dzalimi diambil, lalu dilemparkan kepadanya, lantas ia dijebloskan ke neraka.”
Hadist yang diriwayatkan Muslim itu memberi pelajaran yang amat berharga. Meluruskan persepsi, memantapkan keyakinan dalam diri tentang menetapkan ukuran atau standar dalam menilai sesuatu. Betapa banyak orang yang salah bersikap, salah berbuat karena jelas asas penilaian yang salah selalu m,enguasai hati mereka. Dengan serta merta mereka menyakini bahwa ini datangnya dari hati, ini atas hati nurani saya!!! Begitu jahilnya, begitu sempit keilmuannya dan begitu dasar keimananya. Padahal Ibnu Atha pernah berkata, Hati-hatilah dengan hati nurani, karena kita tidak tahu apakah ianya dikuasai syetan ataupun tidak.” Memang benar hati nurani bersumber kebenaran, tapi apakah kita sudah tahu apakah hati yang kita miliki sekarang terkuasai oleh syetan atau tidak? Jika ternyata hati kita terkuasai, tidak syak lagi penilaian itu atas dasar perintah syetan, bukan Allah sebagaimana hati yang terbebas dari kuasa syetan karena yang menguasainya adalah Allah.
Keberuntungan, kekayaan, kebahagian, ketenangan dan kedamain adalah sesuatu yang harus dikejar. Karena itu keniscayaan dalam hidup. Semua orangpun, baik, jahat, beragama ataupun tidak pasti mengejar itu. Tetapi ketika mereka ingin mengejarnya, perhiasan dunia begitu sangat menarik hatinya, nafsu syahwatnya kian membesar dengan hembusan bisikan syetan. Semakin lama semakin lupa akan tujuan sebenarnya, yaitu mengejar keniscayaan itu. Tetapi syetan begitu pintar, syetan menyamarkan bahwa tujuan itu ada disini, sudah didapatkan, inilah tujuan itu. Padahal itu semua hanya sihirnya syetan supaya mereka lupa dengan tujuan sebenarnya. Kemudian akhirnya gelap hati mereka, mentok perjalannya dan terbuai dengan perhiasan itu. Itulah akibat dari penerapan standar penilaian yang salah, standar yang menyesatkan, standar versi dunia!
Padahal Penetapan standar penilaian begitu agung dan harus kita pahami dan yakini. Kebaikan dan keburukan, keuntungan kdan kerugian, kebahagian dan kesengsaraan tergantung kepada penetapan standar orang itu. Dan sungguh ia hanya bermuara dengan dua jenis; standar dunia dan standar akhirat.
Standar dunia dengan standar akhirat jelas sangat berbeda. Begitu banyak yang menggandrungi dan memakai standar dunia karena manusia fitrahnya menilai sesuatu berdasarkan realitas yang mereka lihat secara nyata. Sedang sedikit sekali yang berstandar akhirat karena standar ini diukur denga hal-hal ghaib yang terkait dengan akhirat, kampung halamanya yang hakiki. Jelas sekali keuntungan versi dunia beda dengan keuntungan versi akhirat. Begitupun dengan kerugiannya, kekalahannya, kemenangannya, batas minimalnya, batas maksimalnya, dll. Padahal yang selamat adalah standar akhirat. Tetapi sedikit yang mengetahui tentang standar itu. Sebab syetan menyembunyikannya. Padahal Rasulullah SAW men-trabiyah para sahabat untuk menerapkan standar akhirat itu
Keuntungan dan kerugianpun adalah contoh nyata perbedaannya. Standar duniapun menyatakan bahwa beruntung sekali orang yang mempunyai uang banyak, dan sangat rugi jika mempunyai uang banyak tetapi malah melepaskannya. Tetapi lihatlah standar akhirat. Shuaib Ar-rumi sahabat yang kaya raya di Makkah, namun ia melepaskannya karena orang Quriasy merampas seluruh assetnya. Kendati demikian Rasulullah SAW bersabda kepadanya saat ia tiba di MAdinah,” Shuhaib beruntung.” (Diriwayatkan Hakim). Lihatlah perbedaannya,,,!!!
Begitupun dengan contoh penilaian tentang kaya dan miskin. Standar duniapun menetapkan bahwa kaya itu adalah yang paling banyak hartanya. Tetapi Rasulullah SAW bersabda yang diriwayatkan oleh Bukhari, “ Kekayaan itu bukan dengan harta yang banyak. Tapi, kekayaan itu adalah kekayaan hati.” Kekayaan hati bisa menyapa yag kaya ataupun yang miskin. Betapa banyak yang mempunyai harta yang melimpah tetapi hatinya tidak kaya, merasa takut kehilangan, tidak nyaman membawa barang mewah, tidak bahagia, dan tidak merasakan ketenangan. Tetapi ada orang yang miskin

yang memiliki ketenangan, kedaimaian, kebahagiaan. Jadi inilah isyaratnya. Yang menentukannya adalah kekayaan hati. Jika hati sudah kaya, itulah kekayaan yang sebenarnya. Ibnu baththal mengomentari hadist ini,” makna hadist ini adalah kekayaan hakiki itu bukan harta yang melimpah ruah, karena banyak yang diberikan oleh Allah kepada makhluknya tapi ia tidak puas dan bekerja mati-matian agar lebih kaya lagi, tanpa peduli darimana ia mendapatkannya. Ia seperti orang yang miskin kerasukan. Kekayaan hati adalah kekayaan hakiki, yaitu orang yang tidak merasa butuh dengan rizki yang ia terima, puas dengannya, dan tidak memburunya dengan mati-matian. Seolah-olah ia kaya.” Subhanallah luar biasa. lihatlah perbedaanya!!!
Bahkan saking jelasnya standar akhirat itu, Ibrahim bin Adam tidak menerima hadiah, kecuali dari orang kaya yang mempunya versi standar akhirat. Ketika ada seseorang yang ingin menghadiahkan jubah kepada beliau, beliau berkata bahwa ia tidak akan menerima hadiah dari orang yang miskin. Dengan geram orang itu berkata,” saya orang kaya”. Ibrahim berkata,” anda punya stok jubah berapa?”. “dua ribu jubah”. Ibrahim berkata,” apakah anda masih ingin punya empat ribau jubah??. Orang itu menjawab,”Ya”. Kemudian Ibrrahim berkata,” kalau begitu anda miskin (karena masih butuh jubah lebih banyak lagi). Saya tidak mau menerima hadiah jubah ini.”
Demikianlah, begitu agung dan penting dari kehidupan kita tentang versi penilaian itu. Perbuatan kita baik buruknya pun diukur dengan standar ini. Jadi, pakailah standar akhirat, jangan standar dunia, supaya tidak tertipu. Orang-orang yang beriman yang telah teruji konsisten keimanan dan ibadahnya ketika berinteraksi dengan dunia dan manusiapun memakai standar akhirat. Salah seorang dari mereka tidak mau menjadi budak standar dunia yang selalu berubah-ubah dan fana. Merekla selalu menggunakan standar akhirat, agar perjalanan hidup mereka “normal” dan tidak menyimpang, hingga tiba di negeri akhirat dengan aman.
Alhamdulilah, segala puji bagi Allah, Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah yang selalu men-tarbiyah- umatnya dengan standar akhirat. Ammin. (Rabu, 8 Sep 2010, dua hari menjelang idul fitri)
 

Kenangan I’tikaf

Kenangan I’tikaf
Siapapun orangnya, ada saat-saat tertentu yang harus ia cukupi. Saat-saat itu ia tunaikan sebagai jalan penyegaran atas kehidupannya hari ini. Seseorang yang hanya hidup pada ‘satu saat’ ia akan terlalaikan, tidak ada penyegaran, dan ia akan terbanting keras ataupun terpelanting jauh dari hidup ini. Yang ada hanya rasa bosan, melulu, dan ia mulai muak dengan kehidupan ‘satu saat’itu. Dan setiap makhluk yang sadar akan kehidupannya sebagai hamba Allah akan merasakan perlunya saat-saat tertentu itu. Yang paling mutlak harus terjadi adalah saat-saat bersama pemilik seorang itu, disaat-saat berbincang, hidup dengan Tuhannya. Itulah saat-saat yang paling membuat bahagia tiada tara, bahkan jika semenit sebelum itu mereka dimasukan jedalam api neraka, kemudian sedetik kemudian dipertemuakn dengan wajah Rabb-Nya, maka ia akan berkata,” Maha suci Allah, demi Allah, sungguh aku belum pernah merasakan kesengsaraan hidup walau satu detikpun. Subhanallah! Kenikmatan itu sampai mengalahkan kesengsaraan yang ia alami. Bukan hanya mengalahkan, tapi sanggup menghilangkan kesengsaraan itu. Bahkan mengingkari kesengsaraan itu terjadi menimpanya. Sekali lagi, kita membutuhkan ‘saat-saat itu’ sebagai penghambaan, sebagi bekal, sebagai kekuatan yang baru yang mudah-mudahan terus memastikan diri dengan,” tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah!!!”.

Mungkin ketika ada yang bertanya,” kapankah saat-saat waktu yang anda paling berbahagia ketika bulan ramadhan???”, “ketika ber’itikaf 10 hari terakhir”. Aku, anda, dan merekapun yang menghamba terhadap Allah mungkin akan menjawab persis seperti itu.
Aku merindukan mesjid yang ramai…
Aku merindukan jamaah yang sungguh banyak…
Aku merindukan dan sangat bahagia jika ada yang berlomba untuk shalat di shaf yang paling depan, bahkan pernah yang membuatku menangis sesaat ketika ada yang “tawar menawar”. “boleh gantian, aku yang didepan, antum yang dibelakang. Nanti deh aku bayar kaum 20rb”!!! Luar biasa pengorbanan

itu. Luar biasa kedalaman iman orang itu. Masih adakah orang yang seperti itu???
Aku merindukan saat shalat berjama’ah ketika mengucapkan “amin” menggaung keangkasa yang diikuti oleh para Malaikat rahmat…
Aku merindukan saat tarawih yang panjang, karena pada hakikatnya berarti panjang…
Akupun sangat merindukan bacaan sang imam 3 juz permalam, suara indah, ruh Al_qur’an itu begitu hidup…
Aku merindukan hatiku tersentuh dengan ruh itu, menangis terisak-isak, gemuruh dada dan gemetar kulit karenya…
Aku sangat merindukan saat-saat munajat yang tidak pernah aku dapati melainkan seperti suara-suara hamba yang penuh berharap memohon kepada-Nya dengan linangan air mata, dengan keadaan yang pasrah, dengan keadaan yang terhina di depan-Nya seperti permohonan Fir’aun ingin bertobat ketika sesaat mau tenggelam…
Aku ingin dan rindu melihat orang-orang yang tersibukkan oleh Al-Qur’an, tahsinnya, hafalannya, murajaahnya…
Akupun merasa berbahagia ketika ada dua orang ikhwan berpasangan saling mengecek hafalannya, saling tegur, sambil senyum-senyum bahagia…
Akupun merindukan saat banyak oang yang penghambaan kepada-Nya begitu sangat tinggi…
Aku rindu itu semua…
Dimana lagi jikalau tidak ketika mereka beritikaf 10 hari terakhir Ramadhan? Mungkin bagi aku, karena aku belum pernah ke mesjidil haram ataupun nabawi. Tapi sekali lagi bagi orang Rabbani pasti akan menyebutkan jawaban yang sama persis.



Lihatlah!!! Ternyata tidak banyak orang yang merasakan itu. Bulan barokah yang seenaknya saja orang-orang perbincangkan adalah bulan berlipat ganda keuntungan dunia, keuntungan materi, melonjaknya omset selama bulan itu. Dan tentu saja bukan hanya untuk orang islam, luar islampun merasakan itu. Mereka terbeli oleh keuntungan sesaat itu. Apakah mereka itu tidak pernah berpikir tentang saatnya mereka jadikan bulan ini sebagai penghambaan kepada Tuhan mereka? Apakah mereka tidak pernah sadar akan keharusan untuk menyiapkan bekal sebaik-baiknya setelah mereka kehabisan bekal kehidupannya itu? Apakah mereka hanya cukup dan menggantungkan harapan kepada setan itu untuk tetap berjalan di kehidupan selanjutnya?
Inilah perbedaan yang nyata dan sangat mencolok. Ujian keimanan itupun Allah siapkan ketika mereka mulai sibuk untuk membuat kue-kue, mencari uang tambahan untuk lebaran, dan berpikir keras untuk membeli barang-barang baru bagi mereka sebagi wujud hari merdeka, hari yang suci. Tetapi kemudian Allah dan rasul-Nya memanggil dan menyerukan kepada mereka tentang saat penghambaan yang harus lebih besar di 10 hari itu.
Lihatlah!!!
Siapa yang memenuhi panggilan Allah dan Rasul-Nya itu??? Siapa yang rela untuk menyisakan hari dunia mereka untuk bertemu dengan Rabb-Nya? Siapa yang merelakan uang THRnya untuk pegi untuk ‘itikaf dan untuk makan buka dan sahurnya??? Siapakah yang rela untuk menebus puasa-puasanya selama sebulan itu untuk membantu fakir miskin, menolong orang dan berinfak dengan tidak berfoya-foya ???

Hanyalah orang-orang mukmin, yang tidak pernah ragu dengan Quran dan sunnahnya,
Rabb, terimalah amal-amal kami semua di bulan ini. Sungguh yang kami khawatiri adalah apakah Engkau menerima amal-amal kami ini. Kami pun sangat takut dengan perjalananku diatas shirat nanti, apakah kami akan selamat melewatinya.dan kami pun tidak tahu di tempat mana kami akan berakhir, surga atau neraka!!!


Itu semua tercakup kepada Rahmat-Mu ya Allah.
Dan rahmat itu sangat dekat dengan orang-orang yang muhsin.
…..
(07 sep 2010)
 

Cita-Cita

 
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Refleksi Syah Dasrun - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger