TAFAKUR menjadi ULIL ALBAB

Pada suatu hari, Bilal r.a mendapati Rasulullah sedang menangis tersedu-sedu diakhir malam. Tangisannya begitu meledak, begitu menghawatirkan seseorang yang mendengarnya, begitu membuat hati ini terkejut dan membuat penasaran ada apa gerangan terjadi. Adalah sama seperti yang dialami oleh Bilal bin Rabah, sahabat yang menjadi mulia setelah datang cahaya Islam. Bilal sungguh mencintai beliau dengan segenap perasaan, sepenuh cinta itu tidak mungkin tega melihat kekasihnya berada dalm keadaan kondisi seperti itu.
Kemudian memberanikan diri lalu bertanya dengan suara yang lembut,”Wahai Rasululloh, gerangan apakah yang membuat engkau menangis seperti ini? kemudian Rasulullah menjawab,”Baru saja jibril datang kepadaku dengan membawa wahyu dari Allah. Ternyata wahyu itu membuat Rasulullah menangis tidak seperti sebelumnya.
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi(lalu berdoa), ‘Ya Tuhan Kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari azab api neraka.’ (Ali Imran 3:190-191)

Begitu menghantam hati ini jika kita memahami ayat itu, begitu membuat hati bergetar…menyempit, nafas terasa sesak tidak karuan. Apalagi pemahaman Rasulullah tentu jauh melampau demensi keimanan itu yang kita terima
Kenapa Rasulullah terkesima dengan ayat itu?
Ada sebagian orang yang begitu dekat dengan agama, tekun membaca kitab-kitab gundul, mengahfal al-Qur’an dan hadist, tapi terkadang mereka lupa hakikat sebenarnya apa makna tersirat yang dimaksudkan Allah dalam semua perintah itu…
Ada pula sebagian orang yang mereka tidak sebegitu dekat seperti tipe pertama, tapi mereka memahami dengan jauh maksud Allah yang tersurat maupun tersirat yang Allah tunjukan…
Ada sebagian orang yang merasa puas dengan kondisi seprti tipe pertama, sehingga mereka mengacuhkan dan terus mencurahkan pikirannya dan terkadang mereka lupa bahawa Allah terkadang memahamkan seseorang itu melalui ayat kauniah…
Ada pula sebagian orang yang merasa puas tipe kedua sehingga mereka mengabaikan Al-Qur’an dan sunnah sehingga mereka berpikiran terlalu menghabiskan waktu untuk seperti itu…
Subhanallah….
Ya tafakkur…
Ilmu Allah adalah tidak ganjil,seimbang. Itu bisa mempertajam bidang yang lainnya, ia bisa menjadi hujjah antara ilmu satu dengan yan lainnya. Terkadang kita merasa puas dengan keadaan kita sekarang, puas dengan nikmat Allah yang telah diberikan, merasa puas dan kita sering berfikir salah terhadap sykukur itu. dan tentunya kita akan menjadi sholeh yang tidak sebatas diri sendiri, tapi juga membentuk keshalihan umat yang tentunya ilmu itu berguna bagi orang lain.
Aktivitas berpikir manusia mengarahkan perilaku dan tindakan luarnya. Apa yang dipikirkan, dirasakan, direspon dan diketahui manusia pada tingkat perasaanlah yang membentuk gambarannya terhadap kehidupan, mewarnai keyakinan dan nilai-nilai hidupnya dan mengarahkan perilaku-perilaku luarnya. Tiap sifat yang ada dalam hati akan menampakkan pengaruhnya pada anggota tubuh.
Jika kita menggabungkan semua unsur dalam bertafakur, maka terciptalah di mind kita sebuah gambaran yang menuntut suatu gerak, karena sebuah pikiran tidak sukses jika kita hanya megumpulkan tidak menyebarkan,…mejadi insane luar bisa.
Maksud inilah mungkin yang Allah inginkan pada hambanya, (Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi(lalu berdoa), ‘Ya Tuhan Kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari azab api neraka.
Orang yang beriman itu adalah selalu berpikir dalam tiap langkah kehidupannya, tiap detik, tiap helaan nafas, tiap kedipan mata tentang semua penciptaan langit dan bumi. Ketika mereka lihat ciptaan Allah, merenung mengapa ini diciptakan?mengapa ini ada? Semuanya itu akan berakhir dengan ucapan penghancur kesombongan, pengsadar akan hakikat jiwa bahwa,” Ya Tuhan Kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari azab api neraka.
Mereka tersungkur tunduk pasrah,basah janggut dan jubah-jubah mereka, lidah mereka kelu, dan sungguh semakin tersadar bahwa penciptaan ini tidak sia-sia….
Saudaraku…
Jika kita mau belajar bertafakur, ada point-point yang tidak boleh dihilangkan untuk menjadi ulil albab. Begitulah Al-qur’an mengajarkan.
 Sisi pemikiran (fikri)
 Sisi perasaan (‘athifi)
 Sisi emosi (infi’ali)
 Sisi pengetahuan (idraki)

Keempat point diatas, mengantarkan dan menghasilkan sebuah pemahaman bagaimana langkah-langkah kita dalam berafakur, diantaranya:

 Tahap pertama : As-Syuhud (penyaksian)
Tafakur berawal dengan pengetahuan-pengetahuan yang diperoleh melalui persepsi langsung, dengan panca indra. Juga dengan cara tidak langsung (seperti fenomena berkhayal)
Umumnya pengetahuan-pengetahuan ini tidak memiliki keterkaitan dengan segi-segi perasaan dan emosi.

 Tahap kedua : Tadzawwuq (merasakan, menikmati)
Yaitu bila manusia mencoba mengamati objek tafakurnya lebih jauh dengan memperhatikan keindahan karakternya, keapikan pen-ciptaannya, maupun kekuatan & keagungannya. Kadang hati berge-tar karenanya, tak peduli apakah itu hati orang mukmin atau kafir.
Rasa takjub akan keindahan dan keagungan ciptaan Allah maupun perasaan akan kelemahan fisik dan jiwa yang ada dalam diri manusia, adalah satu fitrah yang telah ditanamkan Allah dalam diri manusia agar ia mau memperhatikan langit dan bumi.
Tetapi kadang pula tadzawwuq itu bersifat emosional dan negatif sehingga tafakur terhadap hikmah dari pemandangan-pemandangan negatif tersebut justru membuat orang yang bertafakur ingin menjauhinya, merasa takut atau merasa jijik dengannya.
Pemandangan-pemandangan seperti itu mengajak manusia untuk bertafakur dan i’tibar (mengambil pelajaran) dengan cara yang berbeda dengan tafakur yang biasa menggunakan metode tadzawwuq yang penuh kedamaian. Dan bisa jadi pemandangan tersebut memberikan pengaruh yang jauh lebih besar dibandingkan dengan metode tadzawwuq yang penuh kedamaian.
 Tahap ketiga
Yaitu apabila dengan perasaan diatas, manusia berpindah menuju Sang Khaliq, maka ia mendapat tambahan kekhusyukan mengenal Allah beserta seluruh sifat-Nya yang agung.
Pada umumnya, orang mukmin yang telah sampai kepada tahapan kedua, pasti akan bergerak – dengan segala perasaannya yang bergelora itu – menuju Sang Pencipta dan Pengatur Yang Mahasuci. Ia juga akan merasakan bahwa disinya hina dan kekuatannya begitu lemah di hadapan ayat-ayat kauni (alam) yang disaksikannya di langit dan di bumi.
 Tahap keempat
Yaitu dimana tafakur telah menjadi kebiasaan yang mengakar dalam dirinya. Sebelumnya, perenungan semacam ini hanya dapat ia peroleh karena adanya pengalaman-pengalaman yang berkesan dan kejadian-kejadian unik dari lingkungannya. Secara bertahap, seiring dengan makin banyaknya waktu yang ia habiskan dalam merenung, aktivitasnya ini akan makin menguat. Segala sesuatu yang dulunya tampak biasa, kini berubah menjadi sumber kekayaan baginya dalam berpikir, menghadirkan rasa khusyuk dan perenungan terhadap berbagai nikmat Allah.
Saat itu, bila pandangannya jatuh pada satu makhluk, maka makhluk itu menjadi petunjuk baginya untuk mengenal Penciptanya beserta seluruh sifat-Nya yang sempurna dan agung.





Share this article :
 

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Refleksi Syah Dasrun - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger