JUJUR

Jujur adalah simbol kebenaran. Ia adalah sesuatu yang terlahir dari keimanan kepada Allah dan rasul-Nya. Ia adalah sesuatu yang membuat nyata kehidupan yang tercipta dari kemanusiaan seorang hamba. Ia adalah unsur bagi kekuatan jiwa, sangat agung bahkan menjadi sesuatu yang paling dibanggakan oleh sesuatu yang membutuhkan Izzah ataupun kemuliaan. Izzah itu tidak akan pernah tercipta (selamanya) tanpa ada instrument kejujuran. Jujur adalah perjalanan yang sangat rumit, penuh dengan dorongan yang panjang dan penuh onak dan duri. Ia menuntut bergerak dengan lambat dan tenang. Ketenangan dalam menghadapi sesuatu yang membutuhkan sesuatu yang tercepat, sederhana dan tidak banyak membutuhkan “penyerangan” ketika ia muncul.

Suatu hari, seorang badui (yang biasanya berkarakter Kasar dan tidak sopan) datang menghadap kepada Rasulullah SAW. Datang dengan sangat aneh, jauh dari pola karakter biasanya. Ya, ia datang dengan seberkas sinar yang berpotensi, datang dengan penuh kelembutan, dengan penuh “rasa penyesalan”…
“Wahai Muhammad, saya ingin masuk islam tetapi saking terbiasa, saya susah sekali untuk meninggalkan “kemaksiatan” yang sering saya lakukan. Bagaimanakah pendapatmu???’
“Mudah saja, engkau harus jujur terhadap semuanya!!!” Rasulullah memberikan solusi.

Orang badui itu bergembira bukan main, ia mendapatkan dua kesenangan yang ia minta. Surga yang dijanjikan dan kemaksiatan yang nikmat. Hanya jujur kata Rasulullah dari itu mudah sekali!!”
Namun perjalanannya adalah sebanding lurus dengan kehidupan hari-hari sekarang. Ketika ia akan melakukan suatu kemaksiatan, ia malah teringat pesan Rasul,”jujurlah!!!”. Rasa itu kemudian menimbulkan pertanyaan,”kalau saya berbuat (maksiat) ini kemudian bertemu dengan Rasulullah dan bertanya, lalu apa yang saya jawab??? Badui itu berpikir, jika berbohong, berarti melanggar janji, tapi jika jujur berarti rasa malu merayap di dalam hatinya. Akhirnya dia tidak melakukan kemaksiatan itu.
Perjalanan yang sangat agung, sedikit demi sedikit “kemaksiatan- kemaksiatan” itu hilang dari dirinya bersama dengan pertanyaan yang sama ketika muncul keinginan nafsunya,”bagaimana nanti jika Rasulullah bertanya??” dan cahaya hidayah dari seorang badui itu membesar dan akhirnya menjadi benar-benar muslim sejati.

Saudaraku…
Hanya jujur solusinya. Tapi kita tidak berbicara dengan “kata-kata” saja, tapi pemahaman seseorang dengan “kata-kata” itu. Karena kejujuran itu bukan soal bisa atau tidak bisa, tapi dalam soal mau atau tidak mau!!!
Karena “bisa” itu pengertiannya adalah soal kemampuan/keahlian yang dimiliki atau pengetahuan yang dimilki juga. Kecenderungannya hanya sebatas apa yang nampak saja. Sedangkan “Mau” adalah lebih kepada hasrat dan tekad, kehendak yang ingin dicapai, dan menjawab harapan yang hakikiberani mengenyampingkan nikmat sesaat untuk sesuatu yang “agung’. Dan perjuangan “Mau” ini lebih besar dari perjuangan “bisa”.

Kisah seorang badui tadi mencerminkan “kemauan”, bukan masalah bisa atau tidak. Karena manusia ini dipenuhi oleh bisa atau tidak bisa, tapi sedikit sekali orang yang hidup dari “Mau” itu. Lihatlah fenomena sekarang, banyak orang yang paham, ahli dibidangnya tapi mereka tidak mau. Tidak mau untuk menyebarkan “bisa”nya, hanya sebatas kenikmatan sendiri, atau boleh jadi merekapun tidak merasakannya. Cendrung untuk mengunakan “Bisa’nya untuk menipu orang, korupsi, dan hal-hal yang merusak umat. Merekapun sebenarnya tahu kekotorang itu, tapi syetan bermain disini, dibuatlah sesuatu itu sebagai angan-angan, memberikan janji, dsb.

Saudaraku…
Sekali lagi saya katakan, kejujuran itu bukan soal bisa tau tidak, tapi mau atau tidak mau! Apakah belum datang kisah seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah tentang apakah seorang muslim itu ada yang mencuri, menyakiti dan sifat-sifat yang lainnya. Beliau terseyum dan membenarkan hal itu. Tetapi ketika sahabat itu berkata tentang muslim adakah yang berbohong, Beliau menjawab,” seorang muslim tidak berbohong!!!:” begitulah, muslim tidak berbohong,,,jawaban yang tegas dan penuh makna. Karena kejujuran itu salah satu pondasi yang sangat penting. Ulama-ulama salaf maupun dari khalaf pun banyak di kitab-kitabnya tentang pentngnya kejujuran.

Lalu, apakah kita memahami itu semua??? Apakah kita yang merasa “muslim” jauh dari ketidak jujuran??? Apakah kita tahu tentang urgensinya atau kita tidak mengetahuinya???. Dan jawaban semuanya itu mengerucut kedalam pertanyaan asal, Bukan masalah bisa atau tidaknya, tapi MAU atau TIDAK MAU ya….!!!

Saudaraku…
Mari belajar tentang kejujuran. Kejujuran hati. Kejujuran perilaku/sifat dan kejujuran sikap/perbuatan. Percayalah, dengan itu kita menemukan kekuatan baru, bukan kekuatan semu. Kekuatan yan kuat dan lama, kekuatan yang membentuk keimanan yang dahsyat sehingga kita dicintai oleh Allah. Tapi sebelum semuanya dimulai,,,,

Sudahkah kita jujur kepada Allah???
Sudahkan kita jujur dengan ibadah kita kepada-Nya???
Sudahkan kita jujur dengan kelemahan kita, ketidak punya kekuatan kita kepada-Nya???
Sudahkan kita jujur dengan bantuan-Nya???
Sudahkah kita jujur berterimakasih kepada-Nya???

Dengan itu, air mata kejujuran itu menjadi penentu yang bersejarah, air mata kecemerlangan , dan air mata kejujuran itu membuat Allah, Rasul, dan orang-orang beriman senang terhadapnya. Dengan kejujuran itu, Allah akan merubah kita sebagimana Dia kehendaki. Saya yakin terhadap itu dan kitapun harus yakin.

Saudaraku…
So, mari belajar kejujuran. MAUKAH kita???

Share this article :
 

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Refleksi Syah Dasrun - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger