Kenangan I’tikaf

Kenangan I’tikaf
Siapapun orangnya, ada saat-saat tertentu yang harus ia cukupi. Saat-saat itu ia tunaikan sebagai jalan penyegaran atas kehidupannya hari ini. Seseorang yang hanya hidup pada ‘satu saat’ ia akan terlalaikan, tidak ada penyegaran, dan ia akan terbanting keras ataupun terpelanting jauh dari hidup ini. Yang ada hanya rasa bosan, melulu, dan ia mulai muak dengan kehidupan ‘satu saat’itu. Dan setiap makhluk yang sadar akan kehidupannya sebagai hamba Allah akan merasakan perlunya saat-saat tertentu itu. Yang paling mutlak harus terjadi adalah saat-saat bersama pemilik seorang itu, disaat-saat berbincang, hidup dengan Tuhannya. Itulah saat-saat yang paling membuat bahagia tiada tara, bahkan jika semenit sebelum itu mereka dimasukan jedalam api neraka, kemudian sedetik kemudian dipertemuakn dengan wajah Rabb-Nya, maka ia akan berkata,” Maha suci Allah, demi Allah, sungguh aku belum pernah merasakan kesengsaraan hidup walau satu detikpun. Subhanallah! Kenikmatan itu sampai mengalahkan kesengsaraan yang ia alami. Bukan hanya mengalahkan, tapi sanggup menghilangkan kesengsaraan itu. Bahkan mengingkari kesengsaraan itu terjadi menimpanya. Sekali lagi, kita membutuhkan ‘saat-saat itu’ sebagai penghambaan, sebagi bekal, sebagai kekuatan yang baru yang mudah-mudahan terus memastikan diri dengan,” tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah!!!”.

Mungkin ketika ada yang bertanya,” kapankah saat-saat waktu yang anda paling berbahagia ketika bulan ramadhan???”, “ketika ber’itikaf 10 hari terakhir”. Aku, anda, dan merekapun yang menghamba terhadap Allah mungkin akan menjawab persis seperti itu.
Aku merindukan mesjid yang ramai…
Aku merindukan jamaah yang sungguh banyak…
Aku merindukan dan sangat bahagia jika ada yang berlomba untuk shalat di shaf yang paling depan, bahkan pernah yang membuatku menangis sesaat ketika ada yang “tawar menawar”. “boleh gantian, aku yang didepan, antum yang dibelakang. Nanti deh aku bayar kaum 20rb”!!! Luar biasa pengorbanan

itu. Luar biasa kedalaman iman orang itu. Masih adakah orang yang seperti itu???
Aku merindukan saat shalat berjama’ah ketika mengucapkan “amin” menggaung keangkasa yang diikuti oleh para Malaikat rahmat…
Aku merindukan saat tarawih yang panjang, karena pada hakikatnya berarti panjang…
Akupun sangat merindukan bacaan sang imam 3 juz permalam, suara indah, ruh Al_qur’an itu begitu hidup…
Aku merindukan hatiku tersentuh dengan ruh itu, menangis terisak-isak, gemuruh dada dan gemetar kulit karenya…
Aku sangat merindukan saat-saat munajat yang tidak pernah aku dapati melainkan seperti suara-suara hamba yang penuh berharap memohon kepada-Nya dengan linangan air mata, dengan keadaan yang pasrah, dengan keadaan yang terhina di depan-Nya seperti permohonan Fir’aun ingin bertobat ketika sesaat mau tenggelam…
Aku ingin dan rindu melihat orang-orang yang tersibukkan oleh Al-Qur’an, tahsinnya, hafalannya, murajaahnya…
Akupun merasa berbahagia ketika ada dua orang ikhwan berpasangan saling mengecek hafalannya, saling tegur, sambil senyum-senyum bahagia…
Akupun merindukan saat banyak oang yang penghambaan kepada-Nya begitu sangat tinggi…
Aku rindu itu semua…
Dimana lagi jikalau tidak ketika mereka beritikaf 10 hari terakhir Ramadhan? Mungkin bagi aku, karena aku belum pernah ke mesjidil haram ataupun nabawi. Tapi sekali lagi bagi orang Rabbani pasti akan menyebutkan jawaban yang sama persis.



Lihatlah!!! Ternyata tidak banyak orang yang merasakan itu. Bulan barokah yang seenaknya saja orang-orang perbincangkan adalah bulan berlipat ganda keuntungan dunia, keuntungan materi, melonjaknya omset selama bulan itu. Dan tentu saja bukan hanya untuk orang islam, luar islampun merasakan itu. Mereka terbeli oleh keuntungan sesaat itu. Apakah mereka itu tidak pernah berpikir tentang saatnya mereka jadikan bulan ini sebagai penghambaan kepada Tuhan mereka? Apakah mereka tidak pernah sadar akan keharusan untuk menyiapkan bekal sebaik-baiknya setelah mereka kehabisan bekal kehidupannya itu? Apakah mereka hanya cukup dan menggantungkan harapan kepada setan itu untuk tetap berjalan di kehidupan selanjutnya?
Inilah perbedaan yang nyata dan sangat mencolok. Ujian keimanan itupun Allah siapkan ketika mereka mulai sibuk untuk membuat kue-kue, mencari uang tambahan untuk lebaran, dan berpikir keras untuk membeli barang-barang baru bagi mereka sebagi wujud hari merdeka, hari yang suci. Tetapi kemudian Allah dan rasul-Nya memanggil dan menyerukan kepada mereka tentang saat penghambaan yang harus lebih besar di 10 hari itu.
Lihatlah!!!
Siapa yang memenuhi panggilan Allah dan Rasul-Nya itu??? Siapa yang rela untuk menyisakan hari dunia mereka untuk bertemu dengan Rabb-Nya? Siapa yang merelakan uang THRnya untuk pegi untuk ‘itikaf dan untuk makan buka dan sahurnya??? Siapakah yang rela untuk menebus puasa-puasanya selama sebulan itu untuk membantu fakir miskin, menolong orang dan berinfak dengan tidak berfoya-foya ???

Hanyalah orang-orang mukmin, yang tidak pernah ragu dengan Quran dan sunnahnya,
Rabb, terimalah amal-amal kami semua di bulan ini. Sungguh yang kami khawatiri adalah apakah Engkau menerima amal-amal kami ini. Kami pun sangat takut dengan perjalananku diatas shirat nanti, apakah kami akan selamat melewatinya.dan kami pun tidak tahu di tempat mana kami akan berakhir, surga atau neraka!!!


Itu semua tercakup kepada Rahmat-Mu ya Allah.
Dan rahmat itu sangat dekat dengan orang-orang yang muhsin.
…..
(07 sep 2010)
Share this article :
 

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Refleksi Syah Dasrun - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger