Duhai Penjaga Shalat

Suatu ketika, Abdul Aziz bin Warman mengutus anaknya Umar bin Abdul Aziz untuk pergi ke Madinah untuk menuntut ilmu. Abdul Aziz bin Marwan menulis surat kepada Ulama Madinah yang benar-benar dipercayainya. Namanya Sholeh bin Kisan. Isinya adalah tentang pengambilan sumpah setia agar beliau (Sholeh bin Kisan) menjaga anaknya, mendidiknya, dan memperhatikan dalam urusannya.
Umar bin Abdul Aziz pergi ke Ubaidilah bin Abdillah bin Atabah untuk belajar ilmu darinya. Sementara hal yang dilakukan oleh Sholeh bin Kisan adalah selalu memperhatikan tentang sholatnya.
Pada suatu hari, Umar bin Abdul Aziz terlambat dalam sholatnya. Kemudian Sholeh bin Kisan pergi mendatanginya dan berkata:” Apa yang menyebabkanmu terlambat Sholat?”
“Sisirku menyeimbangkan dan menyeimbangkan rambutku.” Jawaban Umar bin Abdul Aziz dengan nada menyesal.
Berdesir hati Sholeh bin Kisan. Begitupun dengan Umar bin Abdul Aziz. Jiwanya seakan-akan meringkih kesakitan dikarenakan masalah itu.
Tetapi Sholeh bin Kisan dengan cepat merubah perasaanya. Beliau marah. Marah karena keterlambatan itu.
“ Saya telah mendidikmu, apakah rambutmu rambutmu merepotkan sholatmu???”.
Selanjutnya Sholeh bin kisan memberitahukan kepada ayahnya perihal ini melalui sebuah surat. Setelah menerima surat itu, ayahnya melakukan sesuatu yang sangat bijak sekali dengan mengirimkan seseorang kepada anaknya. Ya, mengirimkan seorang tukang cukur untuk menggunduli anaknya. Supaya fitnah itu, tak akan pernah terjadi lagi. Supaya sisir rambut itu tidak akan perah lagi menjadikan shalat berjamaahnya terlambat.

Saudaraku...
Saya tidak bisa memikirkan bagaimana jika Abdul Aziz bin Marwan dan Sholeh bin Kisan hidup dizaman sekarang. Entah kesedihan apa yang akan bergemuruh didada mereka melihat orang-orang yang mengaku muslim lalai dari sholatnya. Jangankan mereka yang awam dalam masalah agama, bahkan seorang kiyai-pun seringkali melalaikan shalat. Alasan yang mereka kemukakan tidak mendasar dan tidak sesuai dengan syariat agama ini.
Sehabis saya mengisi materi pada acara maulid nabi SAW yang diadakan oleh GEMMA Syiarul Islam kuningan, saya langsung mengambil air wudlu karena setengah jam lagi adzan Dhuzur berkumandang. Saya berencana untuk menunggu Dzuhur dengan tilawah dan muroja’ah hafalan. Tiba-tiba datang seseorang laki-laki yang tepat disamping saya pada barisan shaf pertama. Sosok ini tidak seperti kita, itu bisa saya lihat dari kepincangan kaki kirinya. Kaki kirinya sangat pendek dan melengkung. Apalagi ketika orang itu sujud dan duduk dalam sholat, kaki kirinya ditekukan kedepan, sampai sejajar dengan tumit kaki kanan (ketika duduk tasyahud akhirnya, kaki kirinya berhadapan dengan telunjuknya tangan kanannya).
Tetapi sosok itulah yang selalu kurindukan. Sosok itulah yang selalu saya dapati ketika ada kesempatan berjamaah di mesjid SI itu. Ajaibnya, seolah-olah sosok itu selalu menjaga sholatnya. Pasalnya saya selalu mendapati sosok itu ketika disana. Ada seberkas rasa penasaran saya mengapa sosok itu selalu menjaga shalat berjam’aahnya di mesjid. Padahal, beliau itu cacat dan mungkin alasan kecacatan itu bisa menjadi keringanan dalam berjamaah di mesjid. Tetapi, saya tidak mendapatkan seperti. Dan memang tidak ada alasan untuk tidak berjama’ah di mesjid.

Dialog Rasullah SAW dengan seorang sahabat nabi yang buta, Abdullah bin ummi maktum mengajari kita tentang ketiadaan alasan untuk tidak shalat berjama’ah di mesjid.
Suatu hari, beliau mendatangi Rasulullah dengan kepayahan. Beliau berjalan dengan bantuan tongkat untuk sekedar ‘mensasar’ jalan. Keinginan untuk bertemu dengan rasulullah SAW itu amat kuat sekali, karen beliau mendengar kabar tentang kewajiban memenuhi seruan adzan itu. Setelah bertemu dengan Rasulullah, beliau berkata kepada Rasulullah tentang adakah keringanan untuk tidak sholat berjama’ah di mesjid baginya karena kebutaan yang ia alami. Lalu Rasulullah mengangguk dan mengiyakannya. Gembira hati Abdullah bin Ummi Maktum, ternyata ada Rukhsah (keringanan) baginya, hingga ia tidak perlu susah payah mengerjakannya. Ketika ia pamit pulang, ia berjalan sedikit demi sedikit menjauhi Rasulullah, ia pulang dengan hasrat yang begitu puas dengan jawaban yang di berikan oleh Rasullah itu.
Tapi, tiba-tiba Rasulullah memanggilnya kembali. Pikiran Abdullah bin Ummi Maktum buyar dan kaget. Tidak biasanya Rasulullah memanggil seperti ini. kemudian Rasulullah mengatakan,
“Apakah engkau mendengar adzan?”
“Iya Ya Rasul....” Jawab Abdullah.
Lalu sebuah jawaban melayang keras menghantam ke hati Abdulloh,
“Kalau begitu, penuhilan panggilan itu!!!”
Titik.
Rasa kemanusiaan Rasulullah tidak lantas melahirkan rasa iba dan cinta kepada sahabat yang satu ini. tapi, sungguh itu perintah Allah. Bukan lagi ketentuan Rasulullah dengan sendirinya. Maka dari itu, sudah selayaknya rasulullah mengenyampingkan rasa iba dengan tunduk dan taat pada perintah-Nya. Abdullah bin Ummi Maktum kemudian menerima sesungguhnya taat kepada Allah itu sebuah kewajiban. Iapun yakin bahwa kewajiban itu mengandung hikmah yang luarbiasa. Ia pun lalu menjalankan perintah itu dengan segenap kemampuannya.
@@@@@@@@@@@@@

Tidakkah engkau mendengar adzan itu saudaraku? Jika iya, mengapa engkau tidak segera menyambut seruannya? Seharusnya ketika mendengar adzan itu, segala kegiatan harus diberhentika terlebih dahulu dan segera menunaikan kewajiban shalat berjama’ah. Tetapi mengapa kebanyakan dari kita ‘cuek bebek’ mendengar adzan itu. Menganggap seperti pengumuman biasa. Melanjutkan kegiatan yang kita lakukan. Tidak segera menyambutnya. Lebih naas lagi ketika ada adzan mereka mengatakan, “Kok udah dzuhur lagi, cepet banget ya”. Ada pula yang segelintir orang yang mengaku orang-orang pesantren malah ketika mereka ada di mesjid, ketika mendengar adzan mereka malah pergi meninggalkan mesjid, dengan alasan baju mereka kotor. Itu adalah alasan yang dibuat-buat untuk mereka. Padahal kenapa mereka tidak shalat dulu, kan bajunya hanya kotor bukan najis. Itulah alasan mereka.

Sejenak mari melihat lagi tentang kewajiban shalat berjama’ah di mesjid bagi laki-laki
Tidak ada satu perkara pun yang melalaikan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dari beribadah dan berbuat ketaatan. Apabila sang muadzin telah mengumandangkan azan; "Marilah tegakkan shalat! Marilah menggapai kemenangan!" beliau segera menyambut seruan tersebut dan meninggalkan segala aktifitas duniawi.

Diriwayatkan dari Al-Aswad bin Yazid ia berkata: "Aku pernah bertanya kepada 'Aisyah radhiyallahu 'anha: 'Apakah yang biasa dilakukan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di rumah?' 'Aisyah radhiyallahu 'anha menjawab: "Beliau biasa membantu keluarga, apabila mendengar seruan azan, beliau segera keluar (untuk menunaikan shalat)." (HR. Muslim)

Tidak satupun riwayat yang menyebutkan bahwa beliau mengerjakan shalat fardhu di rumah, kecuali ketika sedang sakit. Beliau shallallahu 'alaihi wasallam pernah terserang demam yang sangat parah. Sehingga sulit baginya untuk keluar rumah, yakni sakit yang mengantar beliau menemui Allah shallallahu 'alaihi wasallam.

Disamping beliau lemah lembut dan penuh kasih sayang terhadap umatnya, namun beliau juga sangat marah terhadap orang yang meninggalkan shalat fardhu berjamaah (di masjid). Beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sungguh betapa ingin aku memerintahkan muazdin mengumandangkan azan lalu iqamat, kemudian aku memerintahkan seseorang untuk mengimami shalat, lalu aku berangkat bersama beberapa orang yang membawa kayu bakar menuju kaum yang tidak menghadiri shalat jamaah, untuk membakar rumah-rumah mereka." (Muttafaq 'alaih)

Saudaraku...
Mari berusaha untuk selalu shalat berjama’ah di Mesjid. Tahanlah kesabaran kalian, hancurkan kemalasan kalian, karena sesungguhnya banyak sekali manfaat yang akan di datangkan oleh Allah kepada orang yang menjaga shalatnya. Lihatlah Rasulullah, Umar Bin Abdul Aziz, Orang yang cacat itu, dan tokoh-tokoh yang menorehkan tinta emas kejayaan islam selalu bermula dari sini, yaitu dari sholatnya.
Mari saudaraku,
Apakah engkau belum pernah mendengar juga seorang ulama salaf pernah mengatakan kepada seseorang, “ Jika ketika seorang muadzin mengatakan ‘Hayya ‘alassholah’ sedang anda tidak mendapati saya berada dalam barisan shaf terdepan, maka CARILAH AKU DIKUBURAN!!!!”. Subhanallah, belajarlah bersama-sama denganya, itu berarti beliau selama hidupnya belum pernah ketinggalan shalat berjama’ah.
Mari saudaraku,
Berjuang dan bermujahadah bersama-sama. Semoga Allah membantu kita semua.
Segala puji Bagi Allah, Sholawat serta salam kepada Rasulullah SAW.
Share this article :
 

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Refleksi Syah Dasrun - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger