Energi harapan

Energi Harapan
Seorang Kakek tua menyusuri sebuah jalan. Jalan yang terasa berat baginya. Naik turun, belok kiri kanan dan jalan yang tak mulus. Jalannya masih berupa tanah yang banyak rerumputan diatasnya. Terkadang batu cukup besar-pun menghiasai jalan itu.
Kakek itu berjalan terus dan sesekali melihat ke sekelilingnya. Seperti lagi mencari sesuatu. Kemudian kakek itu berhenti di lahan yang cukup datar. Samping jalan yang tadi kakek lewati. Kakek itu diam sebentar dan mulai menggali sesuatu ke tanah itu. Setelah di gali, kakek itu menaruh sebuah biji yang berukuran kecil. Senyum merekah menghiasai wajahnya, dan tatapan matanya berbinar-binar. Lalu, tangannya diangkat seperti mau berdoa dan mulutnya mengatakan sesuatu yang tak bisa kudengar dari kejauhan. saya penasaran dibuatnya, dan saya memberanikan diri untuk menanyakan kepada kakek itu.
“Kek, saya perhatikan dari tadi, sepertinya kakek lagi menanan sesuatu. Kalau boleh tahu apa yang kakek tanam?” Tanya saya dengan penasaran.
“Oh, ni nak. Kakek menanam bibit pohon jati.” Singkat dan padat perkataan kakek itu.
Saya kaget dan tak habis pikir dengan apa yang dilakukannya. Kemudian saya bertanya lagi.
“ Maaf kek, pohon jati kan tumbuhnya lama, bahkan sampai bertahun-tahun. Pasti kakek tidak dapat melihat nanti bahwa pohon jati itu besar. Kecuali Allah memberikan umur yang panjang kepada Kakek.”
Dan memang, kakek itu sudah berumur sangat tua, kira-kira 80 tahunan.
Kemudian, kakek itu melihat dan menatap mata saya dengan tajam. Sekilas menakutkan. Tapi, setelah itu seulas senyum kembali menghiasai wajah teduh itu. Rasanya kebijaksanaan ada di kakek itu. Kemudian kakek itu mengajak saya untuk duduk di sebuah dahan yang sudah roboh itu.
“Nak...” Sentuhan perkataan halus menyapa saya. Sejuk mendengarnya.
“...Kakek melakukan itu bukan karena kakek ingin melihat pohon itu tumbuh besar. Bukan karena kakek ingin membanggkan diri di hadapan manusia bahwa kakelah yang menanamnya...”
“ Tapi, kakek mempunyai harapan bahwa kelak kakek melihat banyak anak-anak yang bermain di bawah itu. Banyak petani-petani yang melepas lelah dari kepenatan selepas bertani. Bahkan kakek ingin burung-burung atau hewan lainnya memanfaatkannya. Itulah keinginan terbesar kakek. Itulah harapan kakek. Biarlah kakek tidak melihatnya mungkin. Tapi Allah akan melihat jerih payah kakek ketika itu.”
Desiran-desiran hati bergetar. Kalimat kakek itu menyadarkanku beberapa kali. Tanpa sadar, saya terisak menangis melihat kejelasan sang kakek itu.

.................

Betapa harapan akan sesuatu seringkali menimbulkan kekuatan bagi orang yang merasakannya. Harapan itu akan muncul ketika kita terbiuas oleh berbagai pengalaman hidup. Hikmah-hikmah yang terdapat dalam setiap moment kehidupan itu menjelma menjadi sebentuk berkas cahaya. Seberkas cahaya itulah yang kelak akan menjadi suatu harapan. Ketika kita tak kuasa mendapatkannya, ketika kita merasa lemah untuk meraihnya. Ketika kita tersadar bahwa waktu kita tak cukup untuk meraih suatu obsesi itu. Maka munculah harapan.
Harapan kakek itu sangat luar biasa. Kini ia tidak berharap sesuatu itu akan datang untuknya. Tetapi sesuatu itu untuk orang lain. Ia menanam bibit itu bukan untuk ia nikmati, tapi untuk orang lain. Kebesaran hati kakek seperti apakah yang ia lakukan?
Ia menemukan suatu rahasia selama kehidupannya. Ya, ia memaknai bahwa hidup itu bukan untuk dirinya saja. Kalau dahulu, ia merasa hidup hanya untuk dirinya saja tidak peduli orang lain.
Semboyan “Kita hidup hanya untuk memenuhi perut dan kemaluan saja” itulah membinasakan. Akan membuat penderitaan yang mencekam bersama laju semboyan itu. Karena, apabila kita gaungkan, maka kita akan lelah dan kepayahan melihat hasil kerja keras kita selama ini. mungkin kecewa, bahkan banyak yang kecewa. Karena kerja keras itu hanya untuk dirinya sendiri. Untuk nafsu sendiri. Dan nafsu itu selalu berubah-ubah. Dan kita juga mengetahui bahwa ia terkadang ingin ini, tapi terkadang ingin itu pula. Akibatnya ia selalu terkecewakan oleh nafsunya sendiri.
Tapi, lain lagi bagi orang yang paham dengan kehidupannya. Seperti yang dialami kakek itu. Jika Kakek itu memaknai hidup untuk dirinya sendiri, pasti kakek itu tidak akan pernah jalan kakek jauh dari rumah, tidak akan menanam bibit pohon itu, dan tidak akan pernah ulasan senyum terus menghias wajahnya. Namun, karena kehidupannya untuk orang lain, kerja keras kita akan luarbisa tersyukuri. Syukur-syukur jikalau kita merasakannya. Jika tidak sempat, maka kita bisa berdoa mudah-mudahan bisa membawa manfaat bagi orang lain.
Ada Ungkapan yang sangat indah dari seseorang ulama yang sangat berpengaruh pada masanya. Lewat karya-karyanya, beliau mendapatkan tempat yang layak bagi generasi islam yang merindukan kebangkitan saat itu. Bahkan ketika beliau dihukum gantung karena kedzaliman Presiden Mesir saat itu, beliau memberi bingkisan hidayah kepada dua algojonya yang akan mengeksekusinya. Beliau Sayyid Qutub.
Beliau mengatakan, “ Orang kerdil adalah orang yang hidup hanya untuk dirinya sendiri. Hingga ketika matipun ia tidak akan pernah dikenang. Sedang orang besar adalah orang yang hidupnya untuk orang lain. Ia akan dikenang sepanjang masa.”

Sungguh kehidupan bukan hanya untuk kita sendiri. Tapi hidup kita juga untuk orang lain. Apakah kita belum mendengar sesuatu yang keluar ketika Rasulullah akan wafat, “Ummati..Ummati...”. apakah kita tidak pernah mengetahui bahwa orang-orang besar dan orang-orang yang sukses dalam kehidupannya selalu di dedikasikan untuk orang lain? Apakah kita juga tidak tahu orang-orang sekaliber Hasan Al-Banna berjuang keras membuat proyek kebangkitan ummat pada masa itu, entah sudah berapa lama beliau dan teman-temannya tidak bisa tidur nyeyak lagi, entah berapa harga yang pantas mereka dapatkan dari kerinduan-kerinduan mereka terhadap kebangkitan umat ini? kini kita lihat hasil dari proyeknya yang sampai sekarang menjadi proyek yang paling tangguh dan paling berpengaruh saat ini.
Semuanya yang saya terangkan bersumber dari harapan. Kini lihatlah, harapan itu menumbuhan cinta, sayang, dan keinginan-keinginan. Kasih sayang, cinta, dan keinginan-keinginan itu akan melemah sesuai dengan segala kondisinya. Ia akan mengerucut, termakan oleh magnet-magnet yang akan melemahkan daya juang dan daya gerakknya. ketika mereka mulai melemah, bahkan sampai mencapai titik kulminasi, ia tidak akan bisa hidup lagi. Tidak ada yang bisa memberikan kekuatan untuk kembali kepada semangat yang dulu ia punyai. Tidak ada instrumen yang bisa menegakkannya lagi, kecuali Harapan.
Dengannya, kita mempunyai harapan bahwa kasih sayang, cinta dan keinginan-keinginan itu bisa lahir kembali. Harapan yang sangat menentukan dan menjadi titik dari gerakan itu. Harapan mempunyai bahan bakar yang sangat potensial untuk membakar segala apa yang disematkan kepadaanya. Ia pun akan melihat betapa kasih sayang, cinta, dan keinginan akan menjelma lagi. Akan bersemangat lagi.
Kakek itu mempunyai harapan, saya-pun mempunyai harapan, dan kalian-pun mempunyai harapan tentunya. Ingatlah karena harapan itu melahirkan Husnudzon kepada Allah. Dan Allah (sebagaimana dalam hadist qudsinya) sesuai dengan prasangka hamba-Nya. Jika seorag hamba yakin, maka Allah pun akan mengabulkan harapan itu menjadi kenyataan. Sangat mudah bagi Allah untuk melakukan itu semua. Sangat mudah...sangat mudah....

Allah, kuatkan kekuatan harapan itu... Segala puji hanya bagi Allah, Sholawat dan salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada Rasulullah SAW.

( Di mesjid, selepas sholat asar berjamaah...bulan maulid-banyak berkat, dan 25 feb 2011)
Share this article :
 

+ komentar + 2 komentar

3 Maret 2011 pukul 13.10

subhanallah

3 Maret 2011 pukul 13.10

subhanallah

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Refleksi Syah Dasrun - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger